TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
K.H. HASYIM ASY’ARI
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Tes Tengah Semester
Mata
Kuliah: Tafsir II (Tarbawi)
Dosen
Pengampu: Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I

Disusun Oleh :
Aida
A
(1410110062)
Kelas:
B1-PAI
![]() |
|
![]() |
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan islam adalah
sistem pendidikan yang berdasarkan
nilai-nilai ajaran Islam untuk membentuk kepribadian
yang baik menurut islam dalam aspek duniawi dan ukhrawi
Islam
tak lepas dari para tokoh agamanya menyebarkan
pendidikan islam di dunia ini, dan di Negara kita sendiri mempunyai tokoh penddikan islam
yang jasanya sangat besar dalam perkembangan pendidikan islam.
Suksesnya pendidikan di
Indonesia tentunya tidak pernah lepas dari peran para Ulama’, seperti K.H Hasyim Asy’ari sangat andil besar pendidikan di Indonesia khususnya mengenai
pendidikan Islam. Salah satunya dengan pendidikan Islam di pesantren (tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang
tidak hanya pelajaran agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum. Tentunya
banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil.
Oleh karena itu,
kita sebagai mahasiswa tak sepatutnya melupakan jasa-jasa mereka. Bahkan kita
harus lebih giat lagi dalam meneruskan visi dan misi mereka. Dalam makalah ini , Penulis akan memaparkan
biografi, pemikiran tentang pendidikaan dan karya-karya K.H
Hasyim Asy’ari.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat
kita ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Biografi K.H Hasyim Asy’ari ?
2. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari ?
3. Apa saja
Karya-Karya K.H. Hasyim Asy’ari ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada hari selasa kliwon
tanggal 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) di desa Nggedang Jombang Jawa
Timur. Beliau wafat pada 25 Juli 1947 dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, selain
sebagai tokoh pendidikan Islam beliau juga seorang pendiri Nahdlatul Ulama,
organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Nama lengkapnya adalah
Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd Wahid Ibn Abd Halim yang mempunyai gelar
pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan jaka tingkir sultan
hadiwijaya ibn Abdullah ibn abd Aziz ibn abd al-Fattah ibn Maulana Ishaq dari
sunan giri.[1]
KH Hasyim
Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara.
Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah
selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Keluarga beliau adalah keluarga Kyai.
Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang.
Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada
di sebelah selatan Jombang. Kakeknya dan ayahnya-lah yang menanamkan nilai dan
dasar-dasar Islam secara kokoh kepada beliau.
Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang
mendidiknya membaca Al-Qur’an dan literatur islam
lainnya. Jenjang pendidikan yang ditempuh beliau adalah di berbagai pesantern.
Pada awalnya, beliau menjadi santri di pesantren Wonokojo Probolinggo, lalu pindah
di langitan, Tuban. Dari langitan pindah ke bangkalan yang
diasuh oleh Kyai Kholil. Dan terakhir sebelum di
pesantren siwalan panji, sidoarjo pada tahun 1891. Pada
waktu itu guru beliau yang bernama K.H Ya’kub tertarik pada tingkahlaku beliau yang baik dan sopan santun, sehingga K.H Hasyim
Asy’ari dijadikan sebagai menantu K.H Ya’kub. Tepat pada usia 21
tahun, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub yang bernama Khadijah pada Tahun
1892. Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk
menunaikan ibadah haji dan di Makah K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai
macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits,
terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim, pada saat itu istrinya meninggal
dunia di sana pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun
tidak terselamatkan. Sepulang dari Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring
untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmunya di Jombang, pada tanggal 26
Rabiul’awal tahun 1899 M. Dan Pada tahun 1919 beliau mendirikan Madrasah
Salafiyah, Tahun 1929 beliau menunjuk K.H. Ilyas menjadi kepala Madrasah
Salafiyah dengan memasukkan pengaetahun umum ke dalam madrasah yaitu :
1. Membaca dan menulis
huruf latin
2. Mempelajari bahasa
indonesia
3. Mempelajari ilmu bumi
dan sejarah indonesia
4. Mempelajari ilmu hitung.
Selain mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng, beliau
juga ikut serta mendirikan organisasi (NU) Nahdatul Ulama, bahkan beliau
sebagai Syeikhul Akbar dalam perkumpulan ulama
terbesar di Indonesia. Sebagai ulama beliau hidup dengan
tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Beliau seorang salih
sungguh beribadah, taat dan rendah hati, sifat beliau yang suka menolong dan
melindungi sesama. Beliau pernah diberi pangkat dan
jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Selain menulis kitab,
Kiai Hasyim juga rajin menyebarkan ilmu dan penapatnya di sejumlah media yang
beredar secara nasional pada waktu itu, di antaranya, majalah Soeara Moeslimin
Indonesia (majalah milik Masyumi), Berita NO, Soeloeh NO, Swara NO, dan sebagainya.
Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama
dan pendidikan. K.H Asy’ari wafat pada tanggal 25
Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan monumental berupa pondok pesantren
Tebuireng yang tertua dan terbesar di Jawa Timur dan beliau telah mengilhami para alumninya
untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain.[2]
B. Pemikiran
Pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan
pesantren, di lingkungan pendidikan agama Islam. Dan
semua itu mempengaruhi
pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Pembahasan
terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam
pendidikan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju
kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu
mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam
kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan
jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan
nilai dan norma-norma Islam.
Di antara pemikiran
beliau dalam masalah pendidikan adalah:
1.
Signifikansi Pendidikan
Menurut beliau bahwa
tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu
yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak.
Beliau menyebutkan dua
hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu :
a) Murid
hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk
hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya.
b)
Guru
dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak
mengharapkan materi semata. Pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas,
dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu
persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah
“niat yang baik dan lurus”.
Belajar
menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang
mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya
belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam,
bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
2.
Tugas dan Tanggung Jawab Murid.
a) Etika
yang harus diperhatikan dalam belajar.
1)
Pandai mengatur waktu.
2)
Menyederhanakan makan dan minum.
3)
Berhati-hati (wara’).
4) Menghindari
kemalasan, khususnya
dalam belajar.
5)
Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
K.H. Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada pendidikan ruhani atau
pendidikan jiwa. Beliau mencontohkan Seperti
anjuran Rasulullah Muhammad saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka
bermalas-malasan. Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan,
isi hari-hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.
b) Etika seorang murid
terhadap guru.
1)
Memperhatikan
dan mendengarkan guru.
2)
Memuliakan guru
3)
Bersabar terdapat kekerasan guru
4)
Berbicara dengan sopan dengan guru.
5)
Mendengarkan segala
fatwa guru dan tidak menyela apa yang sedang dibicarakan guru.
6)
Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.
Etika
seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan pesantren
sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di tengah budaya
kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru dipandang sebagai teman
biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari
gurunya. Terlihat pula pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih
maju. Hal ini, misalnya terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional,
memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.
c) Etika murid terhadap pelajaran
1)
Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
2)
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
3)
Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan
4)
Pelajari pelajaran yang telah dipelajari dengan istiqamah
5)
Tanamkan rasa antusias dalam belajar.
Pemikiran
yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih terbuka, inovatif dan progresif.
Beliau memberikan kesempatan para santri untuk mengambil dan mengikuti pendapat
para ulama, tapi harus hati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.[3]
3. Tugas
Dan Tanggung Jawab Guru
a) Etika
seorang guru
1)
Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati
2)
Tidak selalu memanjakan anak
3)
Bersikap ramah, ceria dan suka salam
4)
Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu
5)
Membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari ini ditumbuh serta diangkat kembali
oleh pemikir pendidik zaman sekarang ini, yaitu Harun Nasution, yang mengatakan
hendaknya para guru agar membiasakan diri untuk menulis.
b) Etika guru dalam mengajar
1)
Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a
2)
Biasakan membaca untuk menambah ilmu
3)
Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
4)
Menasihati dan menegur dengan baik, tidak keadaan
marah
5)
Usahakan tampilan ramah, lemah lembut, dan tidak sombong
6)
Bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan yang ditemukan
7)
Beri anak kesempatan bertanya.
Terlihat bahwa apa yang ditawarkan Hasyim Asy’ari lebih bersifat
pragmatis, artinya, apa yang ditawarkan beliau berangkat dari praktik yang
selama ini dialaminya.
c) Etika guru bersama murid
1)
Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
2)
Memperhatikan kemampuan anak didik
3)
Tidak meninggikan salah satu
peserta didik dan menafikan yang lain
4)
Membantu memecahkan masalah-masalah anak didik
5)
Bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari sebabnya.
Hasyim Asy’ari sangat menganjurkan agar seorang pendidik atau guru
perlu memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode dan memberi motivasi serta
latihan-latihan yang bersifat membantu murid-muridnya memahami pelajaran.
Selain itu, guru juga harus memahami murid-muridnya secara psikologi, mampu
memahami muridnya secara individual dan memecahkan persoalan yang dihadapi
murid, mengarahkan murid pada minat yang lebih dicendrungi, serta guru harus
bersikap arif.
d) Etika Terhadap Buku, Alat dan Hal-hal Yang Berkaitan Dengannya.
1)
Menganjurkan murid untuk memiliki buku
2)
Bila menyalin buku syari’ah hendaknya bersuci dan mengawalnya
dengan basmalah, sedangkan bila ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah
dengan hamdalah dan shalawat Nabi.
Ilmu menurut pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari adalah Nur Allah, maka bila hendak
mempelajarinya orang harus beretika, bersih dan sucikan jiwa. Dengan demikian
ilmu yang dipelajari diharapkan bermanfaat dan membawa berkah.
Begitu juga pemikiran Hasyim Asy’ari mengenai niat orang orang yang
menuntut ilmu dan yang mengajarkan ilmu, yaitu hendaknya meluruskan niatnya
lebih dahulu, tidak meng-harapkan hal-hal duniawi semata, tapi harus niat
ibadah untuk mencari ridha Allah. Dan janganlah menjadikan ilmu sebagai alat
untuk mengumpulkan harta kekayaan. Akan
tetapi tujuan utama adalah untuk kebahagiaan akhirat. [4]
C. Karya-Karya
K.H. Hasyim Asy’ari
1)
Adabul 'Alim Wal Muta'allim
Kitab
yang membahas mengenai pentingnya menuntut dan menghormati ilmu serta guru. Dalam kitab
ini K.H.
Hasyim Asy'ari menjelaskan kepada kita tentang cara bagaimana agar ilmu itu
mudah dan cepat dipahami dengan baik. Dan member pencerahan tentang mencari dan menjadikan ilmu benar-benar memberikan manfaat
kepada masyarakat. Salah satu contoh yang diberikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari
kepada kita adalah bahwa ilmu akan lebih mudah diserap dan diterima apabila
kita dalam keadaan suci atau berwudhu terlebih dahulu sebelum mencari ilmu.
2)
Risalah Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah
Kitab yang menjadi pedoman bagi warga NU dalam mempelajari tentang apa yang disebut
ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA).
Dalam kitab ini, Hadratus Syaikh juga mengulas tentang beberapa persoalan yang
berkembangan dimasyarakat semisal, apa yang disebut dengan bid'ah? Menerangkan
pula tentang tanda-tanda kiamat yang terjadi pada masa sekarang ini. Banyak
golongan yang mengaku bahwa mereka juga merupakan golongan ahlus sunnah wal
jamaa'h. Akan tetapi dalam ibadah, amal perbuatannya banyak menyimpang dari
tuntunan Rasulullah SAW. Dalam kitab ini diuraikan dengan jelas tentang
bagaimana sebenarnya ahlus sunnah wal jama'ah tersebut.
3)
At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal Ikhwan
Kitab yang merupakan kumpulan beberapa pikiran khususnya yang berhubungan
dengan Nahdlatul Ulama. Dalam kitab ini, ditekankan pentingnya menjalin
silaturrohim dengan sesama serta bahayanya memutus tali sillaturohim. Didalam
kitab ini pula, termuat Qunun Asas atau udang-undang dasar berdirinya Nadhatul
Ulama (NU) serta 40 hadits nabi yang berhubungan dengan pendirian Nahdlatul
Ulama. Dalam kitab ini, dikisahkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari pernah mendatangi
seorang kyai yang ahli ibadah karena kyai tersebut tidak mau menyambung
silaturrohim dengan masyarakat sekitar sehingga sempat terjadi perdebatan
antara keduanya.
4) An-Nurul Mubin
Fi Mahabbati Sayyidil Mursalin
Kitab karya K.H. Hasyim
Asy'ari yang menjelaskan tentang rasa cinta kepada nabi Muhammad SAW. Dalam
kitab tersebut, dijelaskan pula tentang sifat-sifat terpuji nabi Muhammad SAW
yang bisa menjadi suri tauladan bagi kita semua. Dijelaskan pula tentang
kewajiban kita taat, menghormati kepada perintah Allah SWT yang telah
disampaikan melalui nabi Muhammad SAW baik melalui al-qur an atau hadits.
Silsilah keluarga nabi Muhammad SAW, tidak luput dari pembahasan. Singkat kata,
dalam kitab ini, kita mendapatkan sejarah yang relatif lengkap dan menarik
untuk dikaji serta dijadikan tauladan menuju insan kamil.
5)
At-Tanbihatul Wajibat Li Man Yasna' Al-Maulid Bil Munkaroti
Kitab
tentang pandangan K.H.Hasyim
Asy'ari tantang peringatan maulid nabi Muhammad SAW yang disertai dengan
perbuatan maksiat atau munkar. Dalam kitab tersebut, diceritakan bahwa pada
jaman dulu, disekitar Madiun, setelah pembacaan shalawat nabi, para pemuda
segera menuju arena untuk mengadu keahlian dalam hal bela diri silat atau
pencak. Acara itu, masih dalam rangkaian peringatan maulid serta dihadiri oleh
gadis-gadis yang saling berdesakan dengan para pemuda. Mereka saling berteriak
kegirangan hingga lupa bahwa saat itu, mereka sedang memperingati maulid nabi
Muhammad SAW. Hal tersebut menimbulkan keprihatinan KH. Muhammad Hasyim Asy'ari
sehingga beliau mengarang kitab ini.
6)
Dhou'ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah
Kitab yang berisi pikiran ataupun pandangan KH. Muhammad Hasyim Asy'ari tentang
lembaga perkawinan. Dalam kitab tersebut, beliau menangkap betapa pada saat
itu, banyak pemuda yang ingin menikah, akan tetapi tidak mengtahui syarat dan
rukunnya nikah. Tidak tahu pula tentang tata cara / sopan santun dalam
pernikahan sehingga dalam mereka menjadi bingung karenanya. Dalam kitab
tersebut, terkandung beberapa nasehat yang penting agar lembaga perkawinan
betul-betul bisa menjadi sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah
sesuai tuntunan agama.
Selain
itu ada karya K.H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah
kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim fima Yahtaj ilah al
Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wama Yataqaff al Mu’allim fi Maqamat Ta’limih,
yang dicetak pertama kali pada tahun 1451 H. Kitab tersebut terdiri dari 8 bab,
yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan mengajar, etika yang harus diperhatikan
dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap
pelajaran, etika yang harus dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar,
etika guru terhadap murid-muridnya dan etika terhadap buku. [5]
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yusril Abdul Ghani, Historigrafi
Islam Dari Klasik Hingga Modern, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Dr. H. Abuddin
Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2005.
Dr. H. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2003.
Esposito, John L dkk, Tokoh
Tokoh Gerakan Islam Kontemporer,
Jakarta:Murai Kencana, 2002.
Imarah, Muhammad, 45 Tokoh Pengukir Sejarah, Panjang:
Era Intermedia, 2004.
[2] Dr.
H. Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta
: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hal.57-70
[3] Abdullah, Yusril Abdul Ghani, Historigrafi
Islam Dari Klasik Hingga Modern, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1004), hal. 141.
[4] Dr. H. Abuddin
Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2003), hal.195-210.
[5] Esposito, John L dkk, Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta:Murai Kencana, 2002), hal. 73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar