Rabu, 13 April 2016

TOKOH PENDIDIKAN ISLAM K.H. HASYIM ASY’ARI



TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
K.H. HASYIM ASY’ARI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Tes Tengah Semester
Mata Kuliah: Tafsir II (Tarbawi)
Dosen Pengampu: Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I






Disusun Oleh :
Aida A
(1410110062)
Kelas: B1-PAI





 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam untuk membentuk kepribadian yang baik menurut islam dalam aspek duniawi dan ukhrawi
Islam tak lepas dari para tokoh agamanya menyebarkan pendidikan islam di dunia ini, dan di Negara kita sendiri mempunyai tokoh penddikan islam yang jasanya sangat besar dalam perkembangan pendidikan islam.
Suksesnya pendidikan di Indonesia tentunya tidak pernah lepas dari peran para Ulama’, seperti K.H Hasyim Asy’ari sangat andil besar pendidikan di Indonesia khususnya mengenai pendidikan Islam. Salah satunya dengan pendidikan Islam di pesantren (tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum. Tentunya banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil.
Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa tak sepatutnya melupakan jasa-jasa mereka. Bahkan kita harus lebih giat lagi dalam meneruskan visi dan misi mereka. Dalam makalah ini , Penulis akan memaparkan biografi, pemikiran tentang pendidikaan dan karya-karya K.H Hasyim Asy’ari.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Bagaimana Biografi K.H Hasyim Asy’ari ?
2.      Bagaimana Pemikiran Pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari ?
3.   Apa saja Karya-Karya K.H. Hasyim Asy’ari ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Biografi K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada hari selasa kliwon tanggal 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) di desa Nggedang Jombang Jawa Timur. Beliau wafat pada 25 Juli 1947 dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, selain sebagai tokoh pendidikan Islam beliau juga seorang pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Nama lengkapnya  adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd Wahid Ibn Abd Halim yang mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman  yang dikenal dengan jaka tingkir sultan hadiwijaya ibn Abdullah ibn abd Aziz ibn abd al-Fattah ibn Maulana Ishaq dari sunan giri.[1]
KH Hasyim Asy’ari  adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Keluarga beliau adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Kakeknya dan ayahnya-lah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada beliau.
Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang mendidiknya membaca Al-Qur’an dan literatur islam lainnya. Jenjang pendidikan yang ditempuh beliau adalah di berbagai pesantern. Pada awalnya, beliau menjadi santri di pesantren Wonokojo Probolinggo, lalu pindah di langitan, Tuban. Dari langitan pindah ke bangkalan yang diasuh oleh Kyai Kholil. Dan terakhir sebelum di pesantren siwalan panji, sidoarjo pada tahun 1891. Pada waktu itu guru beliau yang bernama K.H Ya’kub tertarik pada tingkahlaku beliau yang baik dan sopan santun, sehingga K.H Hasyim Asy’ari dijadikan sebagai menantu K.H Ya’kub. Tepat pada usia 21 tahun, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub yang bernama Khadijah pada Tahun 1892. Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan di Makah K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim, pada saat itu istrinya meninggal dunia di sana pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Sepulang dari Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmunya di Jombang, pada tanggal 26 Rabiul’awal tahun 1899 M. Dan Pada tahun 1919 beliau mendirikan Madrasah Salafiyah, Tahun 1929 beliau menunjuk K.H. Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah dengan memasukkan pengaetahun umum ke dalam madrasah yaitu :
1.      Membaca dan menulis huruf latin
2.      Mempelajari bahasa indonesia
3.      Mempelajari ilmu bumi dan sejarah indonesia
4.      Mempelajari ilmu hitung.
Selain mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng, beliau juga ikut serta mendirikan organisasi (NU) Nahdatul Ulama, bahkan beliau sebagai Syeikhul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia. Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Beliau seorang salih sungguh beribadah, taat dan rendah hati, sifat beliau yang suka menolong dan melindungi sesama. Beliau pernah diberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Selain menulis kitab, Kiai Hasyim juga rajin menyebarkan ilmu dan penapatnya di sejumlah media yang beredar secara nasional pada waktu itu, di antaranya, majalah Soeara Moeslimin Indonesia (majalah milik Masyumi), Berita NO, Soeloeh NO, Swara NO, dan sebagainya.
Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan. K.H Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan monumental berupa pondok pesantren Tebuireng yang tertua dan terbesar di Jawa Timur dan beliau telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain.[2]

B.     Pemikiran Pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, di lingkungan pendidikan agama Islam. Dan semua itu mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah etika dalam pendidikan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.
Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
1.       Signifikansi Pendidikan
Menurut beliau bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak.
Beliau menyebutkan dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu :
a)      Murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya.
b)      Guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”.
Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.

2.      Tugas dan Tanggung Jawab Murid.
a)    Etika yang harus diperhatikan dalam belajar.
1)      Pandai mengatur waktu.
2)      Menyederhanakan makan dan minum.
3)      Berhati-hati (wara’).
4)      Menghindari kemalasan, khususnya dalam belajar.
5)      Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
K.H. Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada pendidikan ruhani atau pendidikan jiwa. Beliau mencontohkan Seperti anjuran Rasulullah Muhammad saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka bermalas-malasan. Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi hari-hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.
b)    Etika seorang murid terhadap guru.
1)      Memperhatikan dan mendengarkan guru.
2)      Memuliakan guru
3)      Bersabar terdapat kekerasan guru
4)      Berbicara dengan sopan dengan guru.
5)      Mendengarkan segala fatwa guru dan tidak menyela apa yang sedang dibicarakan guru.
6)      Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.
Etika seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan pesantren sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di tengah budaya kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru dipandang sebagai teman biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari gurunya. Terlihat pula pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih maju. Hal ini, misalnya terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional, memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.
c)    Etika murid terhadap pelajaran
1)      Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
2)      Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
3)      Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan
4)      Pelajari pelajaran yang telah dipelajari dengan istiqamah
5)      Tanamkan rasa antusias dalam belajar.
Pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih terbuka, inovatif dan progresif. Beliau memberikan kesempatan para santri untuk mengambil dan mengikuti pendapat para ulama, tapi harus hati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.[3]

3. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru
a)    Etika seorang guru
1)      Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati
2)      Tidak selalu memanjakan anak
3)      Bersikap ramah, ceria dan suka salam
4)      Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu
5)      Membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari ini ditumbuh serta diangkat kembali oleh pemikir pendidik zaman sekarang ini, yaitu Harun Nasution, yang mengatakan hendaknya para guru agar membiasakan diri untuk menulis.
b)    Etika guru dalam mengajar
1)      Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a
2)      Biasakan membaca untuk menambah ilmu
3)      Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
4)      Menasihati dan menegur dengan baik, tidak keadaan marah
5)      Usahakan tampilan ramah, lemah lembut, dan tidak sombong
6)      Bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan yang ditemukan
7)      Beri anak kesempatan bertanya.
Terlihat bahwa apa yang ditawarkan Hasyim Asy’ari lebih bersifat pragmatis, artinya, apa yang ditawarkan beliau berangkat dari praktik yang selama ini dialaminya.
c)    Etika guru bersama murid
1)      Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
2)      Memperhatikan kemampuan anak didik
3)      Tidak meninggikan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain
4)      Membantu memecahkan masalah-masalah anak didik
5)      Bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari sebabnya.
Hasyim Asy’ari sangat menganjurkan agar seorang pendidik atau guru perlu memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode dan memberi motivasi serta latihan-latihan yang bersifat membantu murid-muridnya memahami pelajaran. Selain itu, guru juga harus memahami murid-muridnya secara psikologi, mampu memahami muridnya secara individual dan memecahkan persoalan yang dihadapi murid, mengarahkan murid pada minat yang lebih dicendrungi, serta guru harus bersikap arif.
d)    Etika Terhadap Buku, Alat dan Hal-hal Yang Berkaitan Dengannya.
1)      Menganjurkan murid untuk memiliki buku
2)      Bila menyalin buku syari’ah hendaknya bersuci dan mengawalnya dengan basmalah, sedangkan bila ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah dan shalawat Nabi.
Ilmu menurut pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari adalah Nur Allah, maka bila hendak mempelajarinya orang harus beretika, bersih dan sucikan jiwa. Dengan demikian ilmu yang dipelajari diharapkan bermanfaat dan membawa berkah.
Begitu juga pemikiran Hasyim Asy’ari mengenai niat orang orang yang menuntut ilmu dan yang mengajarkan ilmu, yaitu hendaknya meluruskan niatnya lebih dahulu, tidak meng-harapkan hal-hal duniawi semata, tapi harus niat ibadah untuk mencari ridha Allah. Dan janganlah menjadikan ilmu sebagai alat untuk mengumpulkan harta kekayaan. Akan tetapi tujuan utama adalah untuk kebahagiaan akhirat. [4]

C.     Karya-Karya K.H. Hasyim Asy’ari
1)      Adabul 'Alim Wal Muta'allim
Kitab yang membahas mengenai pentingnya menuntut dan menghormati ilmu serta guru. Dalam kitab ini K.H. Hasyim Asy'ari menjelaskan kepada kita tentang cara bagaimana agar ilmu itu mudah dan cepat dipahami dengan baik. Dan member pencerahan tentang mencari dan menjadikan ilmu benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat. Salah satu contoh yang diberikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari kepada kita adalah bahwa ilmu akan lebih mudah diserap dan diterima apabila kita dalam keadaan suci atau berwudhu terlebih dahulu sebelum mencari ilmu.
2)      Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Kitab yang menjadi pedoman bagi warga NU dalam mempelajari tentang apa yang disebut ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA). Dalam kitab ini, Hadratus Syaikh juga mengulas tentang beberapa persoalan yang berkembangan dimasyarakat semisal, apa yang disebut dengan bid'ah? Menerangkan pula tentang tanda-tanda kiamat yang terjadi pada masa sekarang ini. Banyak golongan yang mengaku bahwa mereka juga merupakan golongan ahlus sunnah wal jamaa'h. Akan tetapi dalam ibadah, amal perbuatannya banyak menyimpang dari tuntunan Rasulullah SAW. Dalam kitab ini diuraikan dengan jelas tentang bagaimana sebenarnya ahlus sunnah wal jama'ah tersebut.

3)      At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal Ikhwan
Kitab yang merupakan kumpulan beberapa pikiran khususnya yang berhubungan dengan Nahdlatul Ulama. Dalam kitab ini, ditekankan pentingnya menjalin silaturrohim dengan sesama serta bahayanya memutus tali sillaturohim. Didalam kitab ini pula, termuat Qunun Asas atau udang-undang dasar berdirinya Nadhatul Ulama (NU) serta 40 hadits nabi yang berhubungan dengan pendirian Nahdlatul Ulama. Dalam kitab ini, dikisahkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari pernah mendatangi seorang kyai yang ahli ibadah karena kyai tersebut tidak mau menyambung silaturrohim dengan masyarakat sekitar sehingga sempat terjadi perdebatan antara keduanya.

4)      An-Nurul Mubin Fi Mahabbati Sayyidil Mursalin
Kitab karya K.H. Hasyim Asy'ari yang menjelaskan tentang rasa cinta kepada nabi Muhammad SAW. Dalam kitab tersebut, dijelaskan pula tentang sifat-sifat terpuji nabi Muhammad SAW yang bisa menjadi suri tauladan bagi kita semua. Dijelaskan pula tentang kewajiban kita taat, menghormati kepada perintah Allah SWT yang telah disampaikan melalui nabi Muhammad SAW baik melalui al-qur an atau hadits. Silsilah keluarga nabi Muhammad SAW, tidak luput dari pembahasan. Singkat kata, dalam kitab ini, kita mendapatkan sejarah yang relatif lengkap dan menarik untuk dikaji serta dijadikan tauladan menuju insan kamil.
  
5)      At-Tanbihatul Wajibat Li Man Yasna' Al-Maulid Bil Munkaroti
Kitab tentang pandangan K.H.Hasyim Asy'ari tantang peringatan maulid nabi Muhammad SAW yang disertai dengan perbuatan maksiat atau munkar. Dalam kitab tersebut, diceritakan bahwa pada jaman dulu, disekitar Madiun, setelah pembacaan shalawat nabi, para pemuda segera menuju arena untuk mengadu keahlian dalam hal bela diri silat atau pencak. Acara itu, masih dalam rangkaian peringatan maulid serta dihadiri oleh gadis-gadis yang saling berdesakan dengan para pemuda. Mereka saling berteriak kegirangan hingga lupa bahwa saat itu, mereka sedang memperingati maulid nabi Muhammad SAW. Hal tersebut menimbulkan keprihatinan KH. Muhammad Hasyim Asy'ari sehingga beliau mengarang kitab ini.

6)      Dhou'ul Misbah Fi Bayani Ahkamin Nikah
Kitab yang berisi pikiran ataupun pandangan KH. Muhammad Hasyim Asy'ari tentang lembaga perkawinan. Dalam kitab tersebut, beliau menangkap betapa pada saat itu, banyak pemuda yang ingin menikah, akan tetapi tidak mengtahui syarat dan rukunnya nikah. Tidak tahu pula tentang tata cara / sopan santun dalam pernikahan sehingga dalam mereka menjadi bingung karenanya. Dalam kitab tersebut, terkandung beberapa nasehat yang penting agar lembaga perkawinan betul-betul bisa menjadi sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah sesuai tuntunan agama.

Selain itu ada karya K.H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim fima Yahtaj ilah al Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wama Yataqaff al Mu’allim fi Maqamat Ta’limih, yang dicetak pertama kali pada tahun 1451 H. Kitab tersebut terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang harus dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya dan etika terhadap buku. [5]

















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yusril Abdul Ghani, Historigrafi Islam Dari Klasik Hingga Modern, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Dr. H. Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005.
Dr. H. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2003.
Esposito, John L dkk, Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer, Jakarta:Murai Kencana, 2002.
Imarah, Muhammad, 45 Tokoh Pengukir Sejarah, Panjang: Era Intermedia, 2004.




[1] Imarah, Muhammad, 45 Tokoh Pengukir Sejarah,( Panjang: Era Intermedia, 2004), hal.142.
[2] Dr. H. Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005), hal.57-70

[3]  Abdullah, Yusril Abdul Ghani, Historigrafi Islam Dari Klasik Hingga Modern, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1004), hal. 141.
[4] Dr. H. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2003), hal.195-210.
[5] Esposito, John L dkk, Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta:Murai Kencana, 2002), hal. 73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar