METODE
PENDIDIKAN
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Hadits II (Tarbawi)
Dosen
Pengampu: Teguh Mukidin, S. Ud., M. Hum.

Aida A
Kelas:
B1 PAI
![]() |
|
![]() |
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikanmerupakansuatuhal yang kompleks,
penuhdenganunsur-unsur yang fungsionaldanberinteraksisatusama lain
untukmencapaitujuantertentu. Dari
unsur-unsurpendidikanmeliputimateripendidikan, metodependidikan,
alat-alatpendidikan, evaluasipendidikansertaunsur-unsurlainnya yang
berhubungandenganpendididikan.
Dari berbagai macam unsur yang ada, metode pendidikan merupakan hal
penting yang menentukan berhasilnya suatu pendidikan.Di sini seorang pendidik
harus menyesuaikan metode yang tepat bagi para peserta didiknya. Sehingga
proses pembelajaran tidak menjadi efektif dan efisien serta tidak akam mencapai
tujuan yang diinginkan.
Sebagai umat muslim yang berpegang pada al-Qur’an dan hadits.
Sehingga apa yang diajarkan di dalam al-Qur’an dan hadits dapat dijadikan
sebagai pedoman hidup dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pendidikan,
Rasulullah telah memberikan contoh bagaimana cara mendidik siswa dengan baik.
Dalam makalah ini akan diberikan beberapa penjelasan tentang metode pendidikan
yang diajarkan oleh Rasulullah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Metode?
2.
Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan suatu metode
pendidikan?
3.
Apa saja metode-metode yang digunakan dalam pendidikan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian metode.
2.
Untuk mengetahui hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam
menetapkan suatu metode pendidikan?
3.
Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metode
Metode berasal
dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang
berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut
Thoriqul artinya jalan, cara, sisitem atau ketertiban dalam mengerjakan
sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur
cita-cita.
Sedangkan
pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dan pendidik (orang dewasa)
kepada anak yang masih dalam proses penumbuhannya berdasrkan norma-norma yang
islami agar berbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim.
Sedangkan yang
dimaksud metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat
ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak agar
terwujud kepribadian muslim.[1]
Dalam proses
pendidikan baik pendidikan Islam maupun yang umum, faktor metode adalah
merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan karena ikut menentukan sukses atau
tidaknya tujuan dari pendidikan Islam. Hubungan antara metode dan artinya, jika
metode pendidikan yang digunakan baik dan tepat, maka akibatnya tujuan
pendidikan yang telah dirumuskannyapun besar kemungkinan dapat tercapai dengan
baik.
لِكُلِّ شَئٍ طَرِيْقُ وَطَرٍيْقُ الْجَنَّه العلمز رواه
الديلمي
Artinya:
“Bagi
segala sesuatu itu ada caranya (metodenya), dan metode masuk surga adalah
ilmu”(H. R. Dailani)
Dalam
hadits diatas, Rasulullah SAW., menegaskan bahwa untuk mencapai segala sesuatu itu harus menggunakan metode
atau cara yang harus ditempuh, termasuk keinginan untuk masuk surga. Dalam hal
ini ilmu merupakan sarana atau metode untuk masuk surga.
Demikian
dalam mendidik dan mengajar peserta
didik, Nabi Muhammad SAW., selalu memperhatikan nasalah metode ini. Salah satu
sebab keberhasilan beliau dalam mengemban misi kerasulannya, adalah disebabkan
sikap beliau yang sangat didaktis metodis dalam menyampaikan dakwahnya.[2]
B. Pertimbangan Menetapkan Macam-macam Metode Pendidikan
Tiap-tiap
metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada metode yang tepat hanya tepat digunakan untuk dijelaskan melalui nasihat,
tetapi ada yang lebih tepat untuk dipraktekkan dan ada yang lebih tepat
digunakan didalam ruangan atau di alam yang terbuka.
Menurut
Direktorat Kelembagaan Agama Islam (2001: 93) pemilihan metode sangat tepat
dengan mempertimbangkan:
a.
Tujuan yang hendak dicapai
b.
Keadaan anak didik
c.
Bahan pengajaran
d.
Situasi belajar mengajar
e.
Guru
C.
Macam-Macam Metode Pendidikan
1.
Metode Cerita dan Ceramah
...فَاقْصُصِ الْقَصَصَ
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“...oleh karena itu, ceritakanlah kisah-kisah
kesejarahan itu agar mereka berfikir.” (Q. S. Al-A’raf: 136)
Cerita tentang kejadian, terutama peristiwa sejarah, merupakan
metode yang banyak diketemukan di dalam Al-Qur’an. Banyak bagian-bagian
Al-Qur’an yang berisi kisah kesejarahan atau peristiwa-peristiwa yang pernah
terjadi, atau setidaknya merupakan bagian yang bisa dianggap cerita.
Setiap metode
tidak lepas dari kelemahan, begitu juga metode berceramah ini memiliki
kelemahan pula, yang perlu dipahami agar bila guru perlu menggunakan metode
ceramah telah disertai usaha mengatasi kelemahan-kelemahan itu pula, sehingga penggunaan metode ceramah
lebih berdaya guna dan berhasil guna. Apakah kelemahan yang dapat kita lihat
adalah guru tidak mampu mengontrol sejauh mana peserta didik telah
memahami uraiannya. Apakah ketenangan/
diamnya mereka dalam mendengarkan pelajaran itu berarti bahwa mereka telah
memahami pelajaran yang diberikan oleh guru? Hal itu masih perlu dipertanyakan
dan ditetiti lebih lanjut. Apakah dengan
sikap diam itu berarti peserta didik patuh mendengarkan pelajaran dengan baik?
ataukah tidak ada kemungkinan bahwa peserta didik mendengarkan pelajaran dengan
penuh perhatian itu, dalam menangkap pengertian pelajaran dapat memberi
pengertian yang berbeda mengenai apa yang kita jelaskan pada mereka, baik yang
mengenai kata-kata maupun istilahnya, sehingga kesimpulan yang diperoleh juga
lain dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.
Hal tersebut
bila guru cukup memahami, maka kalau guru menggunakan metode ceramah itu perlu
diiringi usaha untuk mengatasinya.
Selama guru melakukan ceramah, guru perlu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Sikap ini perlu diambil untuk meneliti apakah peserta
didik telah menguasai pengertiandari setiap pokok persoalan yang tekah
diuraikan oleh guru, juga dapat dipakai untuk meneliti apakah perhatian peserta
didik masih ada pada pelajarannya. Atau juga dengan pertanyaan guru dapat
membangkitkan perhatian siswa kembali pada pelajaran itu. Pada kesempatan lain
guru juga memberikan kebebasan kepada
siswa untuk bertanya, ditengah-tengah guru sedang berceramah maupun diwaktu
pelajaran itu telah usai.
Mengingat
bahwa setiap penggunaan metode-metode penyajian itu harus mencapai sasaran berdaya
guna dan berhasil, maka bila menggunakan metode ceramah itu perlu memperhatikan
prosedur pelaksanaannya yaitu:
1)
Pertama-tama
guru harus terampil dan berdasarkan pemikiran yang mendalam perlu mermuskan
kompetensi dasar, yang sangat khusus dan indikator yang konkrit, sehingga
betul-betul dapat tercapai biala pelajaran telah berlangsung.
2)
Perlu
mempertimbangkan dari banyak segi, apakah pilihan tersebut dengan menggunakan
metode ceramah itu telah tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.[4]
Tujuan yang lebih khusus tentang metode cerita dalam Al-Qur’an
adalah untuk memberi dorongan psikologis kepada Nabi saw. dalam perjuangannya
melawan orang-orang kafir. Cerita dan kisah tentang Nabi-nabi di dalam
Al-Qur’an bertujuan menggapai relevansinya dengan perbuatan dan situasi yang
dihadapi Nabi saw. bersama kaum mukmin.
Maka kewajiban pendidik muslim adalah berkehendak merealisasikan
peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari
tujuan pendidikan Islam.[5]
2.
Metode Diskusi, Tanya Jawab, Dialog, as-sual
Limaqoshidi al-ta’lim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اَللهِ صَلَّ الله عليهِ
وَسَلَّم أَرَأَيْتُمْ لَوْأَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْسِلُ مِنْهُ
كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّا تٍ هَلْ يَبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَا لُوا
لاَيَبْقَى مِنْدَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَا لِكَ مَثَلُ الصّلَوَ تِ الُخَمْسِ
يَمْحُ اللهَ بِهِنَّ الْخَطَا يَ. رواه مسلم
“Diriwayatkan
dari Abi Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Apakah pendapat
kalian, jika sebuah sungai berada di depan pintu salah seorang dari kalian, di
mana ia mandi di sana setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotoran pada
badannya?” jawab para sahabat, “Tidak sedikit pun kotoran tersisa pada
badannya.” Sabda Rasulullah, “Demikianlah shalat yang lima, yang dengannya
Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (H. R. Muslim)[6]
Mempertanyakan hal-hal merupakan metode lain di dalam Al-Qur’an.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mungkin dalam rangka pengajuan kembali
kepada statemen atau mungkin diajukan sebagai titik permulaan.
Teknik diskusi akan membawa kepada penarikan deduksi yang secara
nyata merupakan unsur dalam contoh yang telah disebutkan. Dalam pendidikan,
deduksi merupakan suatu metode pemikiran logis yang amat bermanfaat. [7]


a.
memberikan
stimulus atau rangsangan kepada peserta didik untuk berpikir apa yang
ditanyakan dan berusaha mencari jawabannya atau mengingat kembali apa yang
pernah dialaminya.
b.
dapat
berfungsi sebagai checking terhadap pemilikan bahan-bahan pengajaran bagi
peserta didik sejauh manakah mereka menguasai pengetahuan sehubungan dengan
pertanyaan itu.
c.
bisa sengaja
memberitahu kepada peserta didik perihal yang dianggap penting yang harus
diketahuinya.
d.
bisa digunakan
untuk memberikan sesuatu yang baru bagi peserta didik yang ada hubungannya
dengan pelajaran yang telah diberikan.[8]
e.
Efektif
digunakan untuk memaparkan informasi baru atau klarifikasi informasi dalam
waktu singkat untuk jumlah peserta didik yang banyak.
f.
Guru tidalk
membutuhkan banyak biaya dan waktu untuk proses pembelajaran.[9]
Metode tanya
jawab tidak biasa digunakan atau kurang digunakan mengenai sasaran ketika guru
akan mengungkap maksud seperti:
1)
Ingin menilai
taraf dan kadar pengetahuan peserta didik, sebab pertanyaan sebagai pelaksanaan
teknik tanya jawab tidak pernah bermaksud untuk
menguji atau mengevaluasi peserta didik melainkan seharusnya untuk
mengingatkan apa yang telah dipelajari atau apa yang dialami oleh peserta didik
untuk menghubungkan pelajaran lama dengan yang baru, atau menggunakan tanya
jawab untuk situasi dan masalah baru.
2)
Apabila
pertanyaan bisa dijawab ya atau tidak, atau benar/ salah, pertanyaaan semacam
itu kurang pada tempatnya bila ditampilkan pada peserta didik, karena
jawabannya tidak mendorong peserta didik untuk mengingat atau memikirkan
jawabannya kembali, tetapi sekadar menebak atau cukup menduga-duga saja.
3)
Apabila
pertanyaan itu tidak menghendaki jawaban yang sederhana tetapi kompleks dan
jawaban sangat dibatasi, mengakibatkan pikiran peserta didik tidak berkembang,
padahal seharusnya bila pertanyaan itu menghendaki jawaban lebih dari satu,
maka wajarllah bila guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memberikan jawaban sebanyak-banyaknya tanpa dibatasi, tetapi lebih baik bila
diskusi saja.
4)
Pertanyaan
yang baik bila ditujukan pada sekuruh kelas, baru ditunjuk seseorang atau
menunggu sampai ada yang menunjuk jari untuk menjawabnya. Jadi tidak selayaknya
bila pertanyaan itu selalu ditujukan pada peserta didik tertentu saja, sehingga
yang itu-itu juga yang akan menjawab, padahal hak dan kewajiban setiap peserta
didik itu sama, bahkan guru perlu menggugah
bagi peserta didik yang pemalu atau pendiam. Anak semacam ini perlu
didorong dimotivasi sehingga berani menjawab dan bertanya, yang pandai dan
berani menjawab dengan benar juga perlu dikendalikan untuk memberi kesempatan
pada yang lain.
Memang dalam pelaksanaannya, metode ini ada
keunggulannya seperti kelas akan lebih hidup, karena sambutan kelas lebih baik,
siswa tidak hanya mendengarkan ceramah saja. Dengan Tanya jawab partisipasi
peserta didik lebih besar dan berusaha mendengarkan pertanyaan guru dengan baik
dan mencoba untuk memberikan jawaban yang tepat, tidak pasif mendengarkan saja.
Namun
juga ada kelemahannya yaitu kelancaran jalannya pelajaran agak terhambat karena
diselingi dengan tanya jawab, dan juga jawaban peserta didik belum tentu selalu
benar bahjan mungkin kadang-kadang dapat menyimpang dari persoalannya, sehingga
guru memerlukan waktu agak lebih lama untuk memperoleh jawaban yang benar.
Metode
tanya jawab sering juga dikombinasikan dengan metode ceramah, suatu contoh
ketika guru menjelaskan tentang kurban dan aqiqah, maka guru dapat melontarkan
pertanyaan kepada semua peserta didik, apa yang dimaksud dengan kurban menurut
pengetahuan peserta didik, dengan begitu guru akan mengetahui pengetahuan
peserta didik maka guru akan mudah dan jelas menerangkan tentang materi kurban
dan metode tanya jawab akan tepat digunakan untuk menjelaskan materi dan
peserta didik dapat memahami materi.[10]
3.
Metode Memberi Hadiah
عَنْ عَبْددِاللهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّ
الله عليهِ وَسَلَّم يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَعُبَيْدَاللهِ وَكَثِيْرًا مِنْ بَنِي
الْعَبَّاسِ ثُمَّ يَفُوْلُ مَنْ سَبَقَ إِلَيَّ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا قَالَ
فَيَسْثَبِقُوْنَ إِلَيْهِ فَيَقُوْنَ عَلَى ظَهُلرِهْ وَصَدْرِهِ فَيُقَبِّلُهُمْ
وَيَلْزَمُهُمْ. رواه أحمد
Dirwayatkan
dari Abdulah bin Haris, ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah saw. membuat barisan
dengan Abdulah, Ubaidillah dan banyak lagi dari keluarga pamannya, yaitu Abbas
r.a. Kemudian nabi berkata: “Siapa yang lebih dulu kepadaku, ia akan mendapat
demikian dan demikian.” Mereka pun berlomba-lomba untuk sampai pada punggung
dan dada nabi. Lantas, nabi mencium dan menepati janjinya kepada mereka.” (H.R.
Ahmad)[11]
Istilah tsawab=ganjaran, didapatkan dalam Al-Qur’an dalam
menunjukkan apa yang diperbuat oleh seseorang dalam kehidupan ini atau di
akhirat kelak karena amal perbuatan yang baik.
Guru atau pendidik yang menginginkan pelaksanaan metode ganjaran
agar efektif, seharusnya memperhatikan dengan seksama pelaksanaannya, disamping
para pelajar tidak hanya berharap akan mendapat pujian dalam pelaksanaan metode
ganjaran tersebut.
Oleh karenanya, ganjaran berperan penting bagi guru atau pendidik
dalam rangka mempertimbangkan kebesaran tanda-tanda ‘alim apabila ganjaran
diikhtiarkan menjadi efektif dalam mendidik para pelajarnya. Namun, apabila
memberi hadiah atau ganjaran dengan cara berlebih-lebihan, itu tidak
dikehendaki karena berakibat negative atau tidak baik. Maka guru-guru atau para
pendidik diharapkan dapat meninggalkan
dari konsekuensi yang berat hanya karena pemberian ganjaran kepada anak
didiknya.[12]
4.
Metode Memberi Hukuman
عَنْ جَابِرٍ عَبْدِاللهِ قال قال رَسُوْلُ الله صَلَّ الله عليهِ
وَسَلَّم فَا تَّقُوا الله فِي النِّسَاءِفَإِ نَّكُمْ أَخَذْ تُمُوهُنَّ
بِأَمَانِاللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُو جَهُنَّ بِكَلِمَةِ الله وَلَكُمْ
عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَيُوْطِنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكُرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُو هُنَّ ضَرْبًا غَيْرَمُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رُزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنِّ بِالْمَعْرُوفٍز.
رواه مسلم
Diriwayatkan
dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah
kepada Allah mengenai para istri, karena mereka laksana tawanan di sisi kalian.
Kalian memiliki hak yang menjadi kewajiban bagi mereka, yaitu tidak boleh
memasukkan orang yang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Jika mereka
melakukan itu, pukullah dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Mereka juga
punya hak yang menjadi kewajiban kalian, yaitu mengurus makanan dan pakaian
untuk mereka dengan cara yang baik.” (H. R. Muslim)[13]
Pendidik harus memberi nasihat untuk mengingtkan anak didiknya
berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuat oleh anak didik
tersebut, pelajar bisa diberi peringatan atau nasihat karena sebelum melakukan
perbuatan tertentu ia menentangnya. Ketika teguran itu diikuti dengan
perbuatan, maka pelajar diharapkan tidak akan mengulanginya perbuatan yang
pernah dilakukannya.
Sebuah contoh yang meragukan efisiensi hukuman adalah studi Brophy
dan Everson, dalam penelitiannya yang telah dilakukan untuk anak-anak usia
sekolah dasar, bahwa : “Teguran yang sederhana dan reaksi-reaksi lain itu
bertujuan tercapainya perubahan tingkah laku siswa yang lebih efektif daripada
ancaman hukuman yang berat”. Karena hukuman badaniah itu akan berakibat
membahayakan bagi pendidikan.[14]
M. Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan 3 syarat
apabila seorang pendidik ingin menghukum anak dengan hukuman badan
(jasmani), ketiga syarat itu adalah
sebagai berikut:
a.
Sebelum
berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.
b.
Pukulan tidak
boleh lebih dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan disini adalah lidi atau
tongkat kecil bukanlah tongkat besar.
c.
Diberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan
memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama
baiknya (menjadikan ia malu).
Hukuman
merupakan alat pendidikan yang apabila aka digunakan harus dipikirkan
masak-masak, sebab hukuman belum tentu merupakan alternative yang sangat tepat
untuk diberikan kepada anak. M. Athiyah Al-Abrasyi mengatakan“Suatuhukuman
badan belum tentu menjadi obat yang mujarab untuk membasmi penyakit dan
melenyapkannya, tapi sebaliknya mungkin menyebabkan semakin membesarnya
penyakit dan semakin berlanjutnya kesalahan. Hukuman moral dapat meninggalkan
pengaruh besar dalam jiwa anak-anak, jauh lebih efektif dan hukuman badan
seorang murid yang terpilih untuk mengawasi sutu ruangan kelas, kemudian ia
berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan slogan sekolahnya, ia diberhentikan
dan dipilih pula anak lain menggantikannya. Bentuk hukuman moral ini mempunyai
pengaruh psikologi yang cukup besar dan ia akan berusaha bagaimana
mengembalikan kepercayaan dan pihak kawan-kawannya.”
Di tempat yang
lain beliau juga mengatakan: Bila kita ingin sukses di dalam pengajaran, kita
harus memikirkan setiap murid dan memberikan hukuman yang sesuai setelah kita
timbang-timbang kesalahannya dan setelah mengetahui pula latar belakangnya.
Bila seorang anak bersalah mengakui kesalahannya dan merasakan pula betapa
kasih sayang guru terhadapnya, maka ia sendiri akan dating kepada guru minta
dijatuhi hukuman karena merasa aka nada keadilan, mengharapkan dikasihani,
serta ketetapan hati buat tobat dan tidak akan kembali lagi kepada kesalahan
yang sama. Dengan demikian akan sampailah kita kepada maksud utama dan hukuman
sekolahan yaitu Perbaikan.[15]
5.
Metode Praktik
عَنْ عَمْروبنِ شُعَيْبٍ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّ الله
عليهِ وَسَلَّم فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ كَيْفَ الطَّهَورُ فَدَعَا بِماءٍ فِي
إِنَاءٍفَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثً ثُمَّ غَسَلَ
ذِرَا عَيْهِ ثَلاَثً ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ
السَّبَّاحَتَيْنِ فِي اُذُنَيْهِ وَمسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ
أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنِ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
ثَلاَثً ثَلاَثً ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَعَلَى هَذَا أَوْ
نَقَضَ فَقَدْأَسَاءَوَظَلَمَ أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ. رواه ابوداود
Diriwayatkan dari Amar bin Syu’aib r. a., ia berkata: Sesungguhnya
seorang laki-laki datang pada Rasulullah, dan berkata, “Wahai Rasulullah ,
bagaimana berwudhu itu?” Lantas Rasulullah saw. Minta dibawakan air dalam
sebuah bejana. Dia pun membasuh kedua belah tangannya sebanyak tiga kali,
membasuh wajahnya tiga kali, dan membasuh lengan iga kali. Kemudiaan Nabi
mengusap kepalanya. Lalu, Nabi memasukkan dua jari ke daun telinganya, yakni
jari telunjuk dan ibu jarinya. Jari telunjuk untuk daun telinga bagian dalam,
sedangkan ibu jari untuk daun telinga bagian luar. Kemudian Nabi bersabda,
“Demikian itulah wudhu. Barangsiapa yang lebih dari ini atau kurang, maka ia
telah berlaku buruk dan berbuat zalim.” (H. R. Abu Daud)
Dalam metode praktik peserta didik tidak harus berandai-andai
tentang suatu hal yang susah dimengerti dan sukar diwujudkan. Metode ini dapat
dipahami sebagai mengajarkan pengetahuan yang memang dibutuhkan siswa di daerah
terkait, serta keterampilan yang sesuai minat dan bakatnya.[16]
D.
Analisis
Pada dasarnya
tidak ada perbedaan antara metode pendidikan Islam dengan pendidikan lain.
Pembedanya hanya pada nilai spiritual dan mental yang menyerupai pada saat
metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekkan. Prinsip tersebut juga
dimungkinkan ada kesamaan dengan prinsip tetap ada unsur-unsur pembedanya.
Prinsip pendidikan adalah:
a.
Niat dan orientasi untuk mendekatkan hubungan antara manusia dengan
Allah SWT. dan sesama makhluk.
b.
Keterpaduan (integrative, tauhid). Ada kesatuan antara ilmu-ilmu
amal, iman, Islam, ihsan, dzikir-fikr, dhahir-bhatin, dunia-akhirat, dulu
sekarang dan akan datang.
c.
Bertumpu pada kebenaran
d.
Kejujuran
e.
Keteladanan pendidik. Ada kesatuan antara ilmu dan amal.
f.
Berdasarkan nilai. Metode pendidikan Islam tetap berdasarkan pada
akhlak yang mulia, budi utama.
g.
Sesuai dengan usia dan kemampuan akal dan kecerdasan anak didik.
h.
Sesuai dengan kebutuhan anak didik.
i.
Dapat mengambil hikmah disetiap pelajaran yang disampaikan.
j.
Sikap proporsional dalam memberikan janji, artinya memberikan
hukuman dan penghargaan sesuai dengan apa yang dilakukan.
Metode mengajari kita bahwa dalam melakukan pembelajaran sebaiknya
kita memberi kemudahan pada peserta didik kita, karena tidak semua peserta
didik mempunyai kemampuan intelektual yang sama. Oleh karena itu, sebagai
pendidik kita harus mengetahui siapa yang kita didik, apabila yang kita didik
membutuhkan penjelasan yang lebih, maka kita pun harus memberi penjelasan agar
mereka dapat mengerti tentang apa yang kita sampaikan.[17]
k.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode pendidikan
Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan
bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak agar terwujud kepribadian
muslim.
Macam-Macam
Metode Pendidikan
1.
Metode Cerita dan Ceramah
2.
Metode Diskusi, Tanya Jawab, Dialog, as-sual
Limaqoshidi al-ta’lim
3.
Metode Memberi Hadiah
4.
Metode Memberi Hukuman
5.
Metode Praktik
Oleh karena itu, sebagai pendidik kita harus mengetahui siapa yang
kita didik, apabila yang kita didik membutuhkan penjelasan yang lebih, maka
kita pun harus memberi penjelasan agar mereka dapat mengerti tentang apa yang
kita sampaikan
B.
Saran
Demikian makalah ini kami susun. Semoga apa
yang telah kami uraikan diatas mengenai “Metode Pendidikan” dapat bermanfaat
bagi kita semua. Dan kami menyadari sebagai manusia biasa tidak luput dari
kesalahan tidak terkecuali dengan makalah yang kami susun. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih
baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Nur Uhbiyati. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
Islam. Semarang : PT
Pustaka Rizki Putra. 2013.
Ahmad Falah. HaditsTarbawi. Kudus
: Nora
Media Enterprise. 2010.
Abdurrahman
Saleh Abdullah. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka
Cipta. 1994.
M. Yahya, 40
Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2011.
Ridwan Abdullah
Sani. Inovasi pembelajaran.
Jakarta : PT.
Bumi Aksara.2003.
[1]Nur Uhbiyati, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, PT Pustaka Rizki
Putra, Semarang, 2013, 163.
[4]Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010,
hlm. 65-67.
[5]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 205-209.
[6]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka
Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 27-28.
[7] Ahmad Falah, HaditsTarbawi,
Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 69-71.
[8] Ahmad Falah, HaditsTarbawi,
Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 65-68.
[9]
Ridwan Abdullah Sani, Inovasi pembelajaran, PT. Bumi Aksara, Jakarta,
2003, Hlm. 174.
[10]
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan
Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm.
212-218.
[11]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka
Pesantren, Yogyakarta, 2011, hlm. 15-16.
[12]
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan
Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 223.
[13]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka
Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 75-76.
[14]
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan
Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm.
230.
[15]Nur Unbiyati, Dasar-DasarIlmuPendidikan
Islam, PT. PustakaRizki Putra, Semarang, 2013, hlm.173-176.
[16]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka
Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 41-43.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar