Rabu, 13 April 2016

METODE PENDIDIKAN



METODE PENDIDIKAN

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits II (Tarbawi)
Dosen Pengampu: Teguh Mukidin, S. Ud., M. Hum.



Aida A
Kelas: B1 PAI






 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikanmerupakansuatuhal yang kompleks, penuhdenganunsur-unsur yang fungsionaldanberinteraksisatusama lain untukmencapaitujuantertentu. Dari unsur-unsurpendidikanmeliputimateripendidikan, metodependidikan, alat-alatpendidikan, evaluasipendidikansertaunsur-unsurlainnya yang berhubungandenganpendididikan.
Dari berbagai macam unsur yang ada, metode pendidikan merupakan hal penting yang menentukan berhasilnya suatu pendidikan.Di sini seorang pendidik harus menyesuaikan metode yang tepat bagi para peserta didiknya. Sehingga proses pembelajaran tidak menjadi efektif dan efisien serta tidak akam mencapai tujuan yang diinginkan.
Sebagai umat muslim yang berpegang pada al-Qur’an dan hadits. Sehingga apa yang diajarkan di dalam al-Qur’an dan hadits dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pendidikan, Rasulullah telah memberikan contoh bagaimana cara mendidik siswa dengan baik. Dalam makalah ini akan diberikan beberapa penjelasan tentang metode pendidikan yang diajarkan oleh Rasulullah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Metode?
2.      Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan suatu metode pendidikan?
3.      Apa saja metode-metode yang digunakan dalam pendidikan?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian metode.
2.      Untuk mengetahui hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan suatu metode pendidikan?
3.      Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Metode
            Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut Thoriqul artinya jalan, cara, sisitem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur cita-cita.
            Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dan pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih dalam proses penumbuhannya berdasrkan norma-norma yang islami agar berbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim.
            Sedangkan yang dimaksud metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak agar terwujud kepribadian muslim.[1]
            Dalam proses pendidikan baik pendidikan Islam maupun yang umum, faktor metode adalah merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan karena ikut menentukan sukses atau tidaknya tujuan dari pendidikan Islam. Hubungan antara metode dan artinya, jika metode pendidikan yang digunakan baik dan tepat, maka akibatnya tujuan pendidikan yang telah dirumuskannyapun besar kemungkinan dapat tercapai dengan baik.

لِكُلِّ شَئٍ طَرِيْقُ وَطَرٍيْقُ الْجَنَّه العلمز رواه الديلمي
Artinya:
            “Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya), dan metode masuk surga adalah ilmu”(H. R. Dailani)
            Dalam hadits diatas, Rasulullah SAW., menegaskan bahwa untuk mencapai  segala sesuatu itu harus menggunakan metode atau cara yang harus ditempuh, termasuk keinginan untuk masuk surga. Dalam hal ini ilmu merupakan sarana atau metode untuk masuk surga.
            Demikian dalam mendidik dan mengajar  peserta didik, Nabi Muhammad SAW., selalu memperhatikan nasalah metode ini. Salah satu sebab keberhasilan beliau dalam mengemban misi kerasulannya, adalah disebabkan sikap beliau yang sangat didaktis metodis dalam menyampaikan dakwahnya.[2]
B.       Pertimbangan Menetapkan Macam-macam Metode Pendidikan
Tiap-tiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada metode yang tepat hanya tepat  digunakan untuk dijelaskan melalui nasihat, tetapi ada yang lebih tepat untuk dipraktekkan dan ada yang lebih tepat digunakan didalam ruangan atau di alam yang terbuka.
Menurut Direktorat Kelembagaan Agama Islam (2001: 93) pemilihan metode sangat tepat dengan mempertimbangkan:
a.       Tujuan yang hendak  dicapai
b.      Keadaan anak didik
c.       Bahan pengajaran
d.      Situasi belajar mengajar
e.       Guru
f.        Kelemahan dan kelebihan metode[3]
C.     Macam-Macam Metode Pendidikan
1.      Metode Cerita dan Ceramah
...فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“...oleh karena itu, ceritakanlah kisah-kisah kesejarahan itu agar mereka berfikir.” (Q. S. Al-A’raf: 136)
Cerita tentang kejadian, terutama peristiwa sejarah, merupakan metode yang banyak diketemukan di dalam Al-Qur’an. Banyak bagian-bagian Al-Qur’an yang berisi kisah kesejarahan atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, atau setidaknya merupakan bagian yang bisa dianggap cerita.
Setiap metode tidak lepas dari kelemahan, begitu juga metode berceramah ini memiliki kelemahan pula, yang perlu dipahami agar bila guru perlu menggunakan metode ceramah telah disertai usaha mengatasi kelemahan-kelemahan itu  pula, sehingga penggunaan metode ceramah lebih berdaya guna dan berhasil guna. Apakah kelemahan yang dapat kita lihat adalah guru tidak mampu mengontrol sejauh mana peserta didik telah memahami  uraiannya. Apakah ketenangan/ diamnya mereka dalam mendengarkan pelajaran itu berarti bahwa mereka telah memahami pelajaran yang diberikan oleh guru? Hal itu masih perlu dipertanyakan dan  ditetiti lebih lanjut. Apakah dengan sikap diam itu berarti peserta didik patuh mendengarkan pelajaran dengan baik? ataukah tidak ada kemungkinan bahwa peserta didik mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian itu, dalam menangkap pengertian pelajaran dapat memberi pengertian yang berbeda mengenai apa yang kita jelaskan pada mereka, baik yang mengenai kata-kata maupun istilahnya, sehingga kesimpulan yang diperoleh juga lain dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.
Hal tersebut bila guru cukup memahami, maka kalau guru menggunakan metode ceramah itu perlu diiringi usaha untuk mengatasinya.  Selama guru melakukan ceramah, guru perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Sikap ini perlu diambil untuk meneliti apakah peserta didik telah menguasai pengertiandari setiap pokok persoalan yang tekah diuraikan oleh guru, juga dapat dipakai untuk meneliti apakah perhatian peserta didik masih ada pada pelajarannya. Atau juga dengan pertanyaan guru dapat membangkitkan perhatian siswa kembali pada pelajaran itu. Pada kesempatan lain guru juga memberikan  kebebasan kepada siswa untuk bertanya, ditengah-tengah guru sedang berceramah maupun diwaktu pelajaran itu telah usai.
Mengingat bahwa setiap penggunaan metode-metode penyajian itu harus mencapai sasaran berdaya guna dan berhasil, maka bila menggunakan metode ceramah itu perlu memperhatikan prosedur pelaksanaannya yaitu:
1)      Pertama-tama guru harus terampil dan berdasarkan pemikiran yang mendalam perlu mermuskan kompetensi dasar, yang sangat khusus dan indikator yang konkrit, sehingga betul-betul dapat tercapai biala pelajaran telah berlangsung.
2)      Perlu mempertimbangkan dari banyak segi, apakah pilihan tersebut dengan menggunakan metode ceramah itu telah tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.[4]
Tujuan yang lebih khusus tentang metode cerita dalam Al-Qur’an adalah untuk memberi dorongan psikologis kepada Nabi saw. dalam perjuangannya melawan orang-orang kafir. Cerita dan kisah tentang Nabi-nabi di dalam Al-Qur’an bertujuan menggapai relevansinya dengan perbuatan dan situasi yang dihadapi Nabi saw. bersama kaum mukmin.
Maka kewajiban pendidik muslim adalah berkehendak merealisasikan peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan Islam.[5]

2.      Metode Diskusi, Tanya Jawab, Dialog, as-sual Limaqoshidi al-ta’lim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اَللهِ صَلَّ الله عليهِ وَسَلَّم أَرَأَيْتُمْ لَوْأَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّا تٍ هَلْ يَبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَا لُوا لاَيَبْقَى مِنْدَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَا لِكَ مَثَلُ الصّلَوَ تِ الُخَمْسِ يَمْحُ اللهَ بِهِنَّ الْخَطَا يَ. رواه مسلم
           “Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Apakah pendapat kalian, jika sebuah sungai berada di depan pintu salah seorang dari kalian, di mana ia mandi di sana setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotoran pada badannya?” jawab para sahabat, “Tidak sedikit pun kotoran tersisa pada badannya.” Sabda Rasulullah, “Demikianlah shalat yang lima, yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (H. R. Muslim)[6]
Mempertanyakan hal-hal merupakan metode lain di dalam Al-Qur’an. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mungkin dalam rangka pengajuan kembali kepada statemen atau mungkin diajukan sebagai titik permulaan.
Teknik diskusi akan membawa kepada penarikan deduksi yang secara nyata merupakan unsur dalam contoh yang telah disebutkan. Dalam pendidikan, deduksi merupakan suatu metode pemikiran logis yang amat bermanfaat. [7]
*                      Metode ini dapat digunakan untuk setiap peserta didik termasuk peserta didik dewasa dan dalam setiap mata pelajaran. Dalam sejarah kenabian metode ini pernah digunakan Jibril pada waktu menanyakan tiga hal penting kepada Nabi Muhammad SAW., yaitu tentang al-iman, al-Islam, al-ihsan. Setelah setiap pertanyaam itu dijawab ole Nabi denga benar, maka Jibril berkata: ‘benar kamu’
*                      Metode ini mempunyai keistimewaan, yaitu antara lain:
a.       memberikan stimulus atau rangsangan kepada peserta didik untuk berpikir apa yang ditanyakan dan berusaha mencari jawabannya atau mengingat kembali apa yang pernah dialaminya.
b.      dapat berfungsi sebagai checking terhadap pemilikan bahan-bahan pengajaran bagi peserta didik sejauh manakah mereka menguasai pengetahuan sehubungan dengan pertanyaan itu.
c.       bisa sengaja memberitahu kepada peserta didik perihal yang dianggap penting yang harus diketahuinya.
d.      bisa digunakan untuk memberikan sesuatu yang baru bagi peserta didik yang ada hubungannya dengan pelajaran yang telah diberikan.[8]
e.       Efektif digunakan untuk memaparkan informasi baru atau klarifikasi informasi dalam waktu singkat untuk jumlah peserta didik yang banyak.
f.        Guru tidalk membutuhkan banyak biaya dan waktu untuk proses pembelajaran.[9]
Metode tanya jawab tidak biasa digunakan atau kurang digunakan mengenai sasaran ketika guru akan mengungkap  maksud seperti:
1)      Ingin menilai taraf dan kadar pengetahuan peserta didik, sebab pertanyaan sebagai pelaksanaan teknik tanya jawab tidak pernah bermaksud untuk  menguji atau mengevaluasi peserta didik melainkan seharusnya untuk mengingatkan apa yang telah dipelajari atau apa yang dialami oleh peserta didik untuk menghubungkan pelajaran lama dengan yang baru, atau menggunakan tanya jawab untuk situasi dan masalah baru.
2)      Apabila pertanyaan bisa dijawab ya atau tidak, atau benar/ salah, pertanyaaan semacam itu kurang pada tempatnya bila ditampilkan pada peserta didik, karena jawabannya tidak mendorong peserta didik untuk mengingat atau memikirkan jawabannya kembali, tetapi sekadar menebak atau cukup menduga-duga saja.
3)      Apabila pertanyaan itu tidak menghendaki jawaban yang sederhana tetapi kompleks dan jawaban sangat dibatasi, mengakibatkan pikiran peserta didik tidak berkembang, padahal seharusnya bila pertanyaan itu menghendaki jawaban lebih dari satu, maka wajarllah bila guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan jawaban sebanyak-banyaknya tanpa dibatasi, tetapi lebih baik bila diskusi saja.
4)      Pertanyaan yang baik bila ditujukan pada sekuruh kelas, baru ditunjuk seseorang atau menunggu sampai ada yang menunjuk jari untuk menjawabnya. Jadi tidak selayaknya bila pertanyaan itu selalu ditujukan pada peserta didik tertentu saja, sehingga yang itu-itu juga yang akan menjawab, padahal hak dan kewajiban setiap peserta didik itu sama, bahkan guru perlu menggugah  bagi peserta didik yang pemalu atau pendiam. Anak semacam ini perlu didorong dimotivasi sehingga berani menjawab dan bertanya, yang pandai dan berani menjawab dengan benar juga perlu dikendalikan untuk memberi kesempatan pada yang lain.
Memang dalam pelaksanaannya, metode ini ada keunggulannya seperti kelas akan lebih hidup, karena sambutan kelas lebih baik, siswa tidak hanya mendengarkan ceramah saja. Dengan Tanya jawab partisipasi peserta didik lebih besar dan berusaha mendengarkan pertanyaan guru dengan baik dan mencoba untuk memberikan jawaban yang tepat, tidak pasif mendengarkan saja.
            Namun juga ada kelemahannya yaitu kelancaran jalannya pelajaran agak terhambat karena diselingi dengan tanya jawab, dan juga jawaban peserta didik belum tentu selalu benar bahjan mungkin kadang-kadang dapat menyimpang dari persoalannya, sehingga guru memerlukan waktu agak lebih lama untuk memperoleh jawaban yang benar.
                 Metode tanya jawab sering juga dikombinasikan dengan metode ceramah, suatu contoh ketika guru menjelaskan tentang kurban dan aqiqah, maka guru dapat melontarkan pertanyaan kepada semua peserta didik, apa yang dimaksud dengan kurban menurut pengetahuan peserta didik, dengan begitu guru akan mengetahui pengetahuan peserta didik maka guru akan mudah dan jelas menerangkan tentang materi kurban dan metode tanya jawab akan tepat digunakan untuk menjelaskan materi dan peserta didik dapat memahami materi.[10]

3.      Metode Memberi Hadiah
عَنْ عَبْددِاللهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّ الله عليهِ وَسَلَّم يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَعُبَيْدَاللهِ وَكَثِيْرًا مِنْ بَنِي الْعَبَّاسِ ثُمَّ يَفُوْلُ مَنْ سَبَقَ إِلَيَّ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَيَسْثَبِقُوْنَ إِلَيْهِ فَيَقُوْنَ عَلَى ظَهُلرِهْ وَصَدْرِهِ فَيُقَبِّلُهُمْ وَيَلْزَمُهُمْ. رواه أحمد
Dirwayatkan dari Abdulah bin Haris, ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah saw. membuat barisan dengan Abdulah, Ubaidillah dan banyak lagi dari keluarga pamannya, yaitu Abbas r.a. Kemudian nabi berkata: “Siapa yang lebih dulu kepadaku, ia akan mendapat demikian dan demikian.” Mereka pun berlomba-lomba untuk sampai pada punggung dan dada nabi. Lantas, nabi mencium dan menepati janjinya kepada mereka.” (H.R. Ahmad)[11]
Istilah tsawab=ganjaran, didapatkan dalam Al-Qur’an dalam menunjukkan apa yang diperbuat oleh seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak karena amal perbuatan yang baik.
Guru atau pendidik yang menginginkan pelaksanaan metode ganjaran agar efektif, seharusnya memperhatikan dengan seksama pelaksanaannya, disamping para pelajar tidak hanya berharap akan mendapat pujian dalam pelaksanaan metode ganjaran tersebut.
Oleh karenanya, ganjaran berperan penting bagi guru atau pendidik dalam rangka mempertimbangkan kebesaran tanda-tanda ‘alim apabila ganjaran diikhtiarkan menjadi efektif dalam mendidik para pelajarnya. Namun, apabila memberi hadiah atau ganjaran dengan cara berlebih-lebihan, itu tidak dikehendaki karena berakibat negative atau tidak baik. Maka guru-guru atau para pendidik diharapkan dapat meninggalkan  dari konsekuensi yang berat hanya karena pemberian ganjaran kepada anak didiknya.[12]
4.      Metode Memberi Hukuman
عَنْ جَابِرٍ عَبْدِاللهِ قال قال رَسُوْلُ الله صَلَّ الله عليهِ وَسَلَّم فَا تَّقُوا الله فِي النِّسَاءِفَإِ نَّكُمْ أَخَذْ تُمُوهُنَّ بِأَمَانِاللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُو جَهُنَّ بِكَلِمَةِ الله وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَيُوْطِنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكُرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُو هُنَّ ضَرْبًا غَيْرَمُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رُزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنِّ بِالْمَعْرُوفٍز. رواه مسلم
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah mengenai para istri, karena mereka laksana tawanan di sisi kalian. Kalian memiliki hak yang menjadi kewajiban bagi mereka, yaitu tidak boleh memasukkan orang yang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan itu, pukullah dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Mereka juga punya hak yang menjadi kewajiban kalian, yaitu mengurus makanan dan pakaian untuk mereka dengan cara yang baik.” (H. R. Muslim)[13]
Pendidik harus memberi nasihat untuk mengingtkan anak didiknya berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuat oleh anak didik tersebut, pelajar bisa diberi peringatan atau nasihat karena sebelum melakukan perbuatan tertentu ia menentangnya. Ketika teguran itu diikuti dengan perbuatan, maka pelajar diharapkan tidak akan mengulanginya perbuatan yang pernah dilakukannya.
Sebuah contoh yang meragukan efisiensi hukuman adalah studi Brophy dan Everson, dalam penelitiannya yang telah dilakukan untuk anak-anak usia sekolah dasar, bahwa : “Teguran yang sederhana dan reaksi-reaksi lain itu bertujuan tercapainya perubahan tingkah laku siswa yang lebih efektif daripada ancaman hukuman yang berat”. Karena hukuman badaniah itu akan berakibat membahayakan bagi pendidikan.[14]
M. Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum anak dengan hukuman badan (jasmani),  ketiga syarat itu adalah sebagai berikut:
a.    Sebelum berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.
b.    Pukulan tidak boleh lebih dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan disini adalah lidi atau tongkat kecil bukanlah tongkat besar.
c.    Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya (menjadikan ia malu).
Hukuman merupakan alat pendidikan yang apabila aka digunakan harus dipikirkan masak-masak, sebab hukuman belum tentu merupakan alternative yang sangat tepat untuk diberikan kepada anak. M. Athiyah Al-Abrasyi mengatakan“Suatuhukuman badan belum tentu menjadi obat yang mujarab untuk membasmi penyakit dan melenyapkannya, tapi sebaliknya mungkin menyebabkan semakin membesarnya penyakit dan semakin berlanjutnya kesalahan. Hukuman moral dapat meninggalkan pengaruh besar dalam jiwa anak-anak, jauh lebih efektif dan hukuman badan seorang murid yang terpilih untuk mengawasi sutu ruangan kelas, kemudian ia berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan slogan sekolahnya, ia diberhentikan dan dipilih pula anak lain menggantikannya. Bentuk hukuman moral ini mempunyai pengaruh psikologi yang cukup besar dan ia akan berusaha bagaimana mengembalikan kepercayaan dan pihak kawan-kawannya.”
Di tempat yang lain beliau juga mengatakan: Bila kita ingin sukses di dalam pengajaran, kita harus memikirkan setiap murid dan memberikan hukuman yang sesuai setelah kita timbang-timbang kesalahannya dan setelah mengetahui pula latar belakangnya. Bila seorang anak bersalah mengakui kesalahannya dan merasakan pula betapa kasih sayang guru terhadapnya, maka ia sendiri akan dating kepada guru minta dijatuhi hukuman karena merasa aka nada keadilan, mengharapkan dikasihani, serta ketetapan hati buat tobat dan tidak akan kembali lagi kepada kesalahan yang sama. Dengan demikian akan sampailah kita kepada maksud utama dan hukuman sekolahan yaitu Perbaikan.[15]
5.      Metode Praktik
عَنْ عَمْروبنِ شُعَيْبٍ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّ الله عليهِ وَسَلَّم فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ كَيْفَ الطَّهَورُ فَدَعَا بِماءٍ فِي إِنَاءٍفَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثً ثُمَّ غَسَلَ ذِرَا عَيْهِ ثَلاَثً ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي اُذُنَيْهِ وَمسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنِ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثً ثَلاَثً ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَعَلَى هَذَا أَوْ نَقَضَ فَقَدْأَسَاءَوَظَلَمَ أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ. رواه ابوداود
Diriwayatkan dari Amar bin Syu’aib r. a., ia berkata: Sesungguhnya seorang laki-laki datang pada Rasulullah, dan berkata, “Wahai Rasulullah , bagaimana berwudhu itu?” Lantas Rasulullah saw. Minta dibawakan air dalam sebuah bejana. Dia pun membasuh kedua belah tangannya sebanyak tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali, dan membasuh lengan iga kali. Kemudiaan Nabi mengusap kepalanya. Lalu, Nabi memasukkan dua jari ke daun telinganya, yakni jari telunjuk dan ibu jarinya. Jari telunjuk untuk daun telinga bagian dalam, sedangkan ibu jari untuk daun telinga bagian luar. Kemudian Nabi bersabda, “Demikian itulah wudhu. Barangsiapa yang lebih dari ini atau kurang, maka ia telah berlaku buruk dan berbuat zalim.” (H. R. Abu Daud)
Dalam metode praktik peserta didik tidak harus berandai-andai tentang suatu hal yang susah dimengerti dan sukar diwujudkan. Metode ini dapat dipahami sebagai mengajarkan pengetahuan yang memang dibutuhkan siswa di daerah terkait, serta keterampilan yang sesuai minat dan bakatnya.[16]

D.              Analisis
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara metode pendidikan Islam dengan pendidikan lain. Pembedanya hanya pada nilai spiritual dan mental yang menyerupai pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekkan. Prinsip tersebut juga dimungkinkan ada kesamaan dengan prinsip tetap ada unsur-unsur pembedanya. Prinsip pendidikan  adalah:
a.              Niat dan orientasi untuk mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. dan sesama makhluk.
b.             Keterpaduan (integrative, tauhid). Ada kesatuan antara ilmu-ilmu amal, iman, Islam, ihsan, dzikir-fikr, dhahir-bhatin, dunia-akhirat, dulu sekarang dan akan datang.
c.              Bertumpu pada kebenaran
d.             Kejujuran
e.              Keteladanan pendidik. Ada kesatuan antara ilmu dan amal.
f.               Berdasarkan nilai. Metode pendidikan Islam tetap berdasarkan pada akhlak yang mulia, budi utama.
g.              Sesuai dengan usia dan kemampuan akal dan kecerdasan anak didik.
h.              Sesuai dengan kebutuhan anak didik.
i.                Dapat mengambil hikmah disetiap pelajaran yang disampaikan.
j.               Sikap proporsional dalam memberikan janji, artinya memberikan hukuman dan penghargaan sesuai dengan apa yang dilakukan.
Metode mengajari kita bahwa dalam melakukan pembelajaran sebaiknya kita memberi kemudahan pada peserta didik kita, karena tidak semua peserta didik mempunyai kemampuan intelektual yang sama. Oleh karena itu, sebagai pendidik kita harus mengetahui siapa yang kita didik, apabila yang kita didik membutuhkan penjelasan yang lebih, maka kita pun harus memberi penjelasan agar mereka dapat mengerti tentang apa yang kita sampaikan.[17]

k.                   
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak agar terwujud kepribadian muslim.
Macam-Macam Metode Pendidikan
1.      Metode Cerita dan Ceramah
2.      Metode Diskusi, Tanya Jawab, Dialog, as-sual Limaqoshidi al-ta’lim
3.      Metode Memberi Hadiah
4.      Metode Memberi Hukuman
5.      Metode Praktik
Oleh karena itu, sebagai pendidik kita harus mengetahui siapa yang kita didik, apabila yang kita didik membutuhkan penjelasan yang lebih, maka kita pun harus memberi penjelasan agar mereka dapat mengerti tentang apa yang kita sampaikan
B.   Saran
Demikian makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah kami uraikan diatas mengenai “Metode Pendidikan” dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan kami menyadari sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan tidak terkecuali dengan makalah yang kami susun. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.   




DAFTAR PUSTAKA

Nur Uhbiyati.  Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Semarang : PT Pustaka Rizki Putra.  2013.
Ahmad Falah. HaditsTarbawi. Kudus : Nora Media Enterprise. 2010.
Abdurrahman Saleh Abdullah. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.
M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2011.
Ridwan Abdullah Sani. Inovasi pembelajaran. Jakarta :  PT. Bumi Aksara.2003.


[1]Nur Uhbiyati, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2013,  163.
[2]Ahmad Falah, HaditsTarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 59-60.
[3]Ibid, hlm. 62.
[4]Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 65-67.
[5]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 205-209.
[6]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 27-28.
[7] Ahmad Falah, HaditsTarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 69-71.
[8] Ahmad Falah, HaditsTarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 65-68.
[9] Ridwan Abdullah Sani, Inovasi pembelajaran, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2003, Hlm. 174.
[10] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 212-218.
[11]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2011, hlm. 15-16.
[12] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 223.
[13]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 75-76.
[14] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 230.
[15]Nur Unbiyati, Dasar-DasarIlmuPendidikan Islam, PT. PustakaRizki Putra, Semarang, 2013, hlm.173-176.
[16]M. Yahya, 40 Hadits Shahih Pedoman Mendidik Siswa ala Nabi, Pustaka Pesantren , Yogyakarta, 2011, hlm. 41-43.
[17]Ahmad Falah, HaditsTarbawi, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm.81-83.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar