NILAI-NILAI ISLAM DALAM BUDAYA BUKA
LUWUR SEBAGAI HAUL SUNAN KUDUS
Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun
Guna Memenuhi Syarat Pengajuan
Beasiswa Berprestasi
Disusun Oleh :
Aida
A
1410110062
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
TARBIYYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam dan
budaya adalah dua entitas yang berbeda. Namun keduanya dapat saling
mempengaruhi. Budaya dari
masyarakat setempat tidak serta merta terkikis, dan Islam merespon budaya
lokal sepanjang adat atau tradisi tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran
dan As-Sunnah.
Pengaruh Islam juga sangat terasa dalam upacara-upacara
sosial budaya tersebut. Misalnya di
Sumatra ada upacara Tabut untuk memperingati maulud nabi (kelahiran
nabi), begitu juga di Jawa dengan Sekaten, kemudian ada Grebeg di
Demak dan Buka Luwur di Kudus.
Kudus merupakan salah satu kabupaten
yang berada di provinsi Jawa Tengah yang memiliki beragam budaya. Salah satu budaya
di kota Kudus adalah Buka Luwur yang merupakan tradisi rutin yang diadakan tiap
tahunnya di Menara Kudus sebagai wujud dari hubungan Islam dengan
tradisi setempat.
Oleh
karena itu, dalam Karya Tulis Ilmiah ini akan
membahas tentang peringatan Buka Luwur khususnya di Menara Kudus. Hal ini,
disebabkan karena dalam tradisi Buka Luwur mempunyai rentetan acara yang
panjang dan mempunyai fungsi nyata dalam kehidupan sosial. Di samping itu juga
terdapat simbol-simbol yang masih erat hubungannya dengan nilai-nilai tradisi
setempat yang berlaku dan ada prosesi yang diyakini milik Sunan Kudus yang
diangap akan mendatangkan berkah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam karya tulis ini yaitu
:
1. Bagaimana
Sejarah Buka Luwur Kanjenng Sunan Kudus?
2. Apa
Pengertian Haul dan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus?
3. Apa
Tujuan Peringatan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus?
4. Bagaimana
Prosesi Peringatan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus?
5. Bagaimana
menyikapi tradisi atau budaya?
C.
Tujuan
Penelitian
Karya
tulis ilmiah ini mempunyai tujuan yaitu :
1. Untuk
Mengetahui Sejarah Buka Luwur Kanjenng Sunan Kudus.
2. Untuk
Mengetahui Pengertian Haul dan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus.
3. Untuk
Mengetahui Tujuan Haul dan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus.
4. Untuk
Menjelaskan Bagaimana Prosesi Peringatan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Buka Luwur Kanjenng Sunan Kudus
Ja’far Shadiq, yang lebih dikenal dengan sebutan
Sunan Kudus mendakwahkan agama Islam di sekitar daerah yang dahulu dikenal
sebagai daerah Tajug dan sekitar Jawa Tengah pesisir utara setelah
menyelesaikan tugas keprajuritannya sebagai Panglima pada 1543 TU. Beliau
adalah seorang ulama yang konon menguasai betul ilmu Tauhid, Ushul, Hadits,
Sastra Mantiq dan lebih-lebih ilmu Fiqih. Olel sebab itu, gelar Waliyyul Ilmi
melekat pada diri beliau. Meski tak ada data yang psti tentanng waktu wafat
beliau, sejarawan memperkirakan bahwa Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1555 TU.
Sunan Kudus yang telah berdakwah mengislamkan dengan
bijak dan hikmah di wilayah Kudus berabad-abad lalu telah meninggalkan warisan
budaya Islam yang hingga kini masih langgeng. Masjid dan makam beliau juga
menjadi tempat bagi para santri menghafal al-Qur’an. Ilmu-ilmu beliau telah
diteruskan oleh para alim ulama’dan para santri Kudus dan sekitarnya hingga
kini tak putus-putusnya do’a mengalir dari anak Adam yang shalih shalihah yang
terus berziarah ke makam beliau.
Karenanya, tak ada keraguan bahwa acara Buka Luwur
merupakan bagian dari upaya umat meneladani akhlaq Islam para Waliyullah,
pecinta Sunnah Nabi. Perlu dicatat bahwa makam Sunan Kudus sendiri sudah
berusia sekitar 600 tahun sehingga sebagai langkah yang diambil untuk menjaga
dan melestarikan makam Sunan Kudus ini, keluarlah kebijakan untuk menutup makam
dan tidak memperkenankan setiap orang untuk masuk. Karenanya, hanya di
acara-acara khusus tertentu seperti Buka Luwur ini makam dibuka, namun hal ini
dilakukan hanya untuk acara prosesi membuka dan memasang penutup yang menghiasi
makam.[1]
B.
Pengertian
Haul dan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus
a. Pengertian
Haul :
Kata “Haul” berasal dari bahasa Arab, artinya
setahun. Peringatan Haul berarti peringatan genap 1 tahun. Peringatan ini
berlaku bagi keluarga siapa saja, tidak terbatas pada orang-orang NU saja. Akan
tetapi, bagi oaring-orang NU, Haul terasa lebih bernuansa agamis ketimbang
orang Jawa yang menyelenggarakannya. Gema Haul akan lebih terasa dahsyat jika
yang meninggal itu seorang tokoh kharismatik, ulama’ besar, atau pendiri sebuah
pesantren.[2] Haul
adalah salah satu tradisi yang berkembang kuat di kalangan Nahdliyin. Berbentuk
peringatan kematian seseorang setiap tahun. Diambil sebuah ungkapan yang
berasal dari hadits Nabi SAW, hadits riwayat Imam Waqidi :
كان رسول الله صلى الله
عليه وسلم يزور قتلى أحد في كل حول، وإذا لقاهم بالشعب رفع صوته يقول : السلام
عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار. وكان أبو بكر يفعل مثل ذلك وكذلك عمر بن الخطاب
ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهم. [رواه الواقدي]
Artinya:
“Rasulullah SAW, setiap haul (setahun
sekali) berziarah ke makam Syuhada perang uhud. Ketik Nabi SAW sampai di suatu
tempat bernama Sya’b, beliau mengeraskan suaranya dan berseru “Keselamatan bagimu atas kesabaranmu, alangkah
baiknya tempatmu di alam akhirat”. Abu Bakar, juga melakukan seperti itu,
demikian juga Umar bin Khatthab dan Utsman bin ‘Affan ra”.(HR.Baihaqi).[3]
b.
Pengertian Buka Luwur
Kanjeng Sunan Kudus :
Buka adalah membuka
sedangkan Luwur adalah kain mori penutup makam Sunan Kudus. Jadi, Buka Luwur
adalah membuka dan mengganti Luwur atau kain mori/penutup makam Sunan Kudus
yang dilaksanakan setahun sekali. Maksudnya, tidak hanya membuka Luwur, tetapi
juga mengganti dengan Luwur yang baru. Kalau membuka Luwur dilakukan pada tiap
1 Muharram, maka penggantian diadakan tiap tanggal 10 muharram. Acara Buka
Luwur sering disamakan dengan Haul, yakni upacara tahunan memperingati hari
wafatnya seseorang yang sudah diknal sebagai pemuka agama, wali, ulama, atau pejuang
muslim lainnya. Barangkali dikarenakan rangkaian acara pembukaan dan pemasangan
luwur selalu ditandai dengan acara tahlilan sehingga tak sedikit umat yang
mengira hari itu adalah tanggal wafatnya Sunan Kudus. Buka luwur lebih pada
tradisi penghormatan, bukan memperingati hari kematian karena sampai sekarang
belum ditemukan catatan sejarah mengenai wafat Sunan Kudus.[4]
C.
Tujuan
Peringatan Buka Luwur
Peringatan Buka Luwur diadakan
karena adanya tujuan yang penting yaitu mengenang jasa dan hasil perjuangan
para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah,
seperti peringatan haul wali songo, para haba'ib dan ulama besar lainnya, untuk
dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus. [5]
D.
Prosesi
Peringatan Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus
Ada beberapa prosesi yang
dilaksanakan pada peringatan Buka Luwur, baik itu sebelum pelaksanaan Buka
Luwur maupun saat pelaksanaan Buka Luwur. Prosesi peringatan Buka
Luwur diantaranya sebagai berikut :
a. Pengajian Tahun Baru Hijriyah
Upacara Buka Luwur dimulai pada
malam 1 syuro, yakni memasuki awal Tahun Baru Islam (bulan Muharram) dengan
dibukanya Pengajian Umum Tahun Baru Hijriyah. Acara ini dihadiri oleh
masyarakat umum yang datang dari berbagai daerah di Kudus dan sekitarnya,
biasanya diisi oleh kyai sepuh.
b. Pelepasan Luwur
Pelepasan Luwur makam Sunan Kudus
itu sendiri dilaksanakan pada pukul 06.00 pagi. Sebelum Luwur dibuka, terlebih
dahulu dibacakan Tahlil. Kemudian, pelepasan Luwur makam Sunan Kudus dilakukan
bersama-sama oleh orang-orang tertentu dan para kyai sepuh yang hadir yang
dipimpin oleh kyai sepuh yang memimpin Tahlil. Pembukaan Luwur dilakukan di
dalam makam, kemudian diikuti dengan pelepasan Luwur yang di luar dan sekitar
makaam Sunan Kudus oleh para pengurus, panitia, warga, serta santri yang hadir.
c. Munadharah Masa’il Diniyyah
Acara ini merupakan forum untuk
belajar bersama memperdalam ilmu-ilmu agama yang dihadiri oleh umum, para
santri dan para kyai yang diadakan di serambi depan Masjid Menara Kudus. Materi
yang dibahas dalam Munadharah adalah
kumpulan pertanyaan yang diajuka oleh masyarakat, dan pesrta diberikan
kesempatan untuk mengajukan pendapatnya.
d. Do’a Rasul dan Terbang Papat
Acara pembacaan Do’a Rasul yang
dilaksanakan pada malam 9 Syuro di Gedung YM3SK (Yayasan Masjid Menara dan
Makam Sunan Kudus), acara ini dihadiri oleh masyarakat umum dan terbangan
ditampilkan oleh grup dari masyarakat sekitar.
e. Khotmil Qur’an bil Ghaib
Pagi harinya pukul 05.00 pagi pada 9
Syura di dalam masjid diadakan khataman al-Qur’an bil Ghaib yang dilakukan oleh para hafidh (penghafal al-Qur’an).
sebelum acara khataman dimulai, terlebih dahulu diadakan pembukaan dan sedikit tausiah dari Kyai sepuh.
f. Santunan Anak Yatim
Santunan kepada anak yatim yang
dilaksanakan pada 9 Syuro pukul 09.00 WIB di Gedung YM3SK. Acara tersebut
didaahului dengan taausiyah tentang anjuran Islam untuk senantiasa
memperhatikan anak yatim daan anak-anak juga diajak bersama-sama mendo’akan
oraang tuanya yang sudah meninggal, kemudian satu per satu anak dipanggil untuk
menerima santunan berupa uang dan barang lain.
g. Pembagian Bubur Asyuro
Bubur Asyuro hanya dibuat pada
tanggal 9 Syuro untuk menyambut hari Asyuro, dan bubur dibagikan kepada
penduduk sekitar Menara. Bubur Asyuro dipercaya masyarakat mengandung berkah.
h. Pembacaan al-Barzanji
Pembacaan al-Barzanji
diselenggarakan sebelum pengajian malam 10 Muharram, yaitu setelah isya’. Untuk
jama’ah perempuan di Pawestren (tempat shalat perempuan), sedangkan untuk
jama’ah laki-laki di pendapa tajug.
i.
Pengajian Umum Malam 10
Syuro
Pengajian malam 10 Muharram sendiri
sebenarnya baru dimulai setelah isya’, namun dengan penuh antusias dan khusuk,
sebagai salah satu bukti penghormatan kepada Sunan Kudus (shahibul hajat)
j.
Pembagian Brekat
Salinan
Brekat salinan adalah brekat yang diperuntukkan
bagi masyarakat dengan cara menukarkan nasi yang dibawa dari rumah yang
kemudian ditukar dengan nasi Buka Luwur
k. Pembagian Brekat Shadaqah
Brekat shadaqah adalah brekat yang diperuntukkan bagi
masyarakat yang telah memberikan shadaqah dalam bentuk apa pu dan diterima
resmi oleh panitia untuk keperluan Buka Luwur
l.
Pembagian Brekat Umum
(Nasi Jangkrik)
Brekat umum adalah brekat yang akan dibagikan kepada masyarakat umum
menjelang puncak acara Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus. Untuk mendapatkannya,
puluhan ribu masyarakat rela mengantri karena masyarakat meyakini adanya berkah
dalam brekat tersebut.
m. Upacara Pemasangan Luwur Makam Kanjeng Sunan Kudus
Upacara pemasangan Luwur merupakan puncak acara Buka
Luwur yang dibuka dengan iftitah bil fatihah atau membaca surat al-Fatihah,
kemudian qira’atul Qur’an, dilanjutkan dengan dzikir bersama dan diakhiri
dengan pmbacaan do’a Asyura.
Luwur yang dipasang pada acara
puncak ini adalah luwur yang menutupi makam Kanjeng Sunan Kudus di bagian
dalam. Setelah luwur tersebut terpasang , dilakukan pembacaan tahlil beserta
do’anya. Sesusai upacara pemasangan luwur, masyarakat dibagikan berkat luwur
berisi nasi dan daging serta potongan kain luwur lama makam Kanjeng Sunan
Kudus.[6]
E.
SIKAP
TERHADAP TRADISI ATAU BUDAYA
Kehidupan
tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Oleh karena itu, menghadapi budaya atau
tradisi, ajarang Aswaja mengacu kepada salah satu kaidah fiqh “al-muhafazhah
‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (melestarikan
kebaikan yang ada dan mengambil atau mengkreasikan sesuatu yang baru yang lebih
baik). Dengan menggunakan kaidah ini, pengikut Aswaja memiliki pegangan dalam
dalam menyikapi tradisi. Yang dilihat bukan tradisi atau budayanya, tapi nilai
yang dikandungnya. Jika sebuah produk budaya tidak bertentangan dengan ajaran
pokok islam, dalam arti mengandung kebaikan, maka bisa diterima. Bahkan bisa
dipertahankan sebagai yang layak untuk diikuti.[7]
F.
KEBUDAYAAN
BERSENDIKAN ISLAM
Kebudayaan islamiyah
mempercayai ilmu pengetahuan yang berdasarkan kebenaran, dan bahwa kebudayaan
ini terpusat pada aqidah yang murni. Ia tertuju kepada akal dan hati manusia
sekaligus, sehingga membekas dalam di jiwa dan pikiran pada waktu yang sama.
Disinilah terletak keagungan agama dan kebudayaan islam. Dan kebudayaan yang
bersendikan islam mampu menumbuhkan sikap dan sifat toleransi, adil, penuh
kasih dan berprikemanusiaan, selain kebudayaan yang berdasarkan Dinul Islam.[8]
Rumusan Howard
E. Jensen, mengatakan bahwa secara sosial-psikologik, kebudayaan meliputi
tradisi atau semua system pemikiran yang ditransmisikan secara verbal, system
kepercayaan, kode-kode moral, filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.[9]
[1] Budiyanto, Ari dan Maesa Anggni.
Tanpa Tahun. Buka Luwur Kanjeng Sunan
Kudus. Kudus: Yayasan Masjid Menara & Makam Sunan Kudus. Hal.2-6.
[2] H. MunawirAbdul Fattah. 2006. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren. Hal.270.
[3] H. Soeleiman Fadeli dan Mohammad
Subhan. 2007. Antologi NU. Surabaya:
Khalista. Hal.119.
[4] Budiyanto, Ari dan Maesa Anggni.
Tanpa Tahun. Buka Luwur Kanjeng Sunan
Kudus. Kudus: Yayasan Masjid Menara & Makam Sunan Kudus. Hal.8.
[5] Hasil
Wawancara
[6] Budiyanto, Ari dan Maesa Anggni.
Tanpa Tahun. Buka Luwur Kanjeng Sunan
Kudus. Kudus: Yayasan Masjid Menara & Makam Sunan Kudus. Hal.9-22.
[7] Tim PWNU Jawa Timur, 2007, Aswaja
An-Nahdliyah, Surabaya: Khalista, Hal.33.
[8] Musthafa As-Siba’I, Tanpa Tahun, Kebangkitan Kebudayaan Islam, Jakarta:
Media Dakwah, Hal.75.
[9]
Faisal Ismail, 1998, Paradigma kebudaan Islam, Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
Hal. 38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar