DASAR-DASAR
EPISTIMOLOGI ISLAM
Resume Buku (Analisis Conten)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Tes Tengah Semester
IV
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :Puspo Nugroho, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Aida A
(1410110062)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2016
A. BUKU YANG DIANGKAT
Judul
Buku : Dasar-Dasar Epistimologi
Islam
Tahun
Terbit : Oktober 2011
Penulis : Murtadha Muthahhari
Editor : Muhammad Bahruddin
Desain
Sampul : Abdul Adnan
Penerbit : Sadra Press
Alamat
Penerbit : Jakarta
Jumlah
Halaman : 303 halaman, 17 bab
Cetakan : ke-1
B.
RUANG
LINGKUP PEMBAHASAN
Buku ini terbit dengan tebal buku 303 halaman dan
terdiri dari 17 bab yang masing-masing bab saling terkait sehingga menjadikan
buku ini mudah dipelajari.
Bab-bab
yang terdapat dalam buku “Dasar-Dasar Epistimologi Islam” ini yaitu:
BAB I PENGEMBANGAN NALAR
(hal 5-14)
A.
Pengembangan
Potensi Akal
B.
Ragam Ilmu
Pengetahuan
C.
Paradigma
Pembelajaran Traditional dalam Pengembangan Potensi Daya Nalar dan Berkreasi
D.
Perbandingan Cara
Kerja Otak Dan Perut
E.
Benyaknya Berguru
Bukan Menjadi Tolak Ukur Kemampuan Berkreasi
BAB II MENDIDIK AKAL MANUSIA
(hal 19-34)
A.
Akal Harus
Berfungsi Sebagai Saringan
B.
Memikirkan Akibat
C.
Akal Dan Ilmu
Merupakan Saudara Kembar
D.
Memerdekakan Akal
Dari Kungkungan Kebiasaan Kebiasaan Manusia
E.
Guru Dan
Murid-Muridnya
F.
Ruh (Semangat)
‘Amaliyyah
BAB III PENGEMBANGAN POTENSI
(hal 37-49)
A. Memelihara
Kondisi Jiwa
B. Metode
Menaku-Nakuti
C. Anak
Wajib Diberitahu Tujuan Pemberian Penghargaan (Reward) Dan Hukuman (Punishment)
D. Pengaruh
Kecerdasan Emosional (Emotional Quotiont)
E. Pendidikan
Jasmani Dalam Perspektif Islam
F. Potensi
Spiritual Manusia
BAB IV PROBLEMATIKA MENGIKUTI TRADISI
(hal 51-62)
A. Pendidikan
dalam Perspektif Cendekiawan Tradisioanal
B. Teori
Ilmuan Barat
C. Kritik
Terhadap Teori Ahli Pendidikan Barat
D. Pengaruh
Kebiasaan-Kebiasaan Emosional
BAB V ETIKA
(hal 67-72)
A. Teori-Teori
Pengukuran Etika
B. Analisis
Terhadap Teori “Kant”
BAB VI PENDALAMAN KAJIAN TENTANG ETIKA
(hal 75-86)
A. Cinta
Sesama
B. Aliran
Filsafat Darwinisme
C. Intuisi
Etis (Al Wijdan Al Khuluqi)
D. Teori
Keindahan Rasio
E. Agama
Sebagai Satu-Satunya Jaminan Penerapan Etika
BAB VII MORALITAS
(hal 89-101)
A.
Jiwa Yang Indah
B.
Dominasi Ruh Dan
Akal
C.
Metode-Metode
Pendidikan Dalam Berbagai Aliran
D.
Agama Sebaagai
Pondasi Etika
E.
Definisi Perbuatan
Etis
BAB VIII TEORI RELATIVITAS ETIKA (SUATU KAJIAN
ANALISIS)
(hal 103-121)
A. Factor
“Al-Ikhtiyar” (Pilihan)
B. Pengertian
Cinta Sesama
C. Perilaku
Bersifat Relative
D. Karakter-Karakter
Primer Dan Sekunder
E. Menjaga
Kesucian Diri
BAB IX ATSAR IMAM ALI DAN TEORI RELATIFITAS ETIKA
(hal 125-143)
A. Keberanian
Membela Kebenaran
B. Keberanian
Membela Hak-Hak Sosial
BAB
X HUBUNGAN ANTARA IBADAH DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN
(hal
147-164)
A.
Pola Ibadah Dan
Unsure-Unsur Pendidikan
B.
Latihan Mengontrol Diri
C.
Hidup Dalam Damai
D.
Paradigma Etika
Dalam Masyarakat Islam
BAB
XI WAWASAN AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH TENTANG KEHORMATAN DIRI
(hal 167-174)
A.
Kemuliaan Diri
B.
Keagungan Jiwa (Uzhmah
Al-Nafs)
C.
Kecemburuan (Ghirah)
D.
Apakah Terdapat
Kontradiksi Antara Kemuliaan Diri Dengan Tawadhu’
BAB XII ASAS INTUISI ETIS
(hal 179-193)
A. Kenikmatan
Material Dan Spiritual
B. “Mengenai Diri” Sebagai Sumber Intuisi Etis
BAB
XIII PENDIDIKAN JASMANI DAN PENGEMBANGAN POTENSI AKAL
(hal 197-227)
A.
Aliran Pendidkan
Manusiawi
B.
Pendidikan Jasmani
Dalam Islam
C.
Mendidik Potensi
Akal
D.
Akal Dan Kebodohan
Dalam Riwayat-Riwayat Islam
E.
Urgensi Keserasian
Antara Akal Dan Ilmu
F.
Problematika Taqlid
G.
Kenyataan Peremehan
Terhadap Peran Akal Dalam Wacana Sosial
BAB XIV FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
(hal 229-246)
A.
Sosok Muslim Dan
Sosok Sosial
B.
Pengaruh Ibadah
Dalam Pendidikan
C.
Berlaku Seimbang
BAB XV MEMPERKUAT KEINGINAN MENCARI KEBENARAN
(hal 249-260)
A.
Mengutamakan
Kepentingan Umum Di Atas Kepentingan Pribadi
B.
Factor-Faktor
Internal Dalam Pendidikn Islam
BAB
XVI TAFAKKUR, MENCINTAI PARA KEKASIH ALLAH, PERNIKAHAN DAN JIHAD
(hal 263-277)
A. Bentuk-Bentuk
Berfikir
B. Membiasakan
Berfikir
C. Peranan
Jihad Dalam Pendidikan Jiwa
BAB XVII BEKERJA
(hal 281-293)
A. Bekerja
dalam Perspektif Islam
B. Bekerja
dan Pemberdayaan Daya Imajinasi
C. Bekerja
Dan Berfikir Logis
C.
Resume
Buku (Analisis Conten)
Buku
ini menjelaskan tentang isi kajian sebagai berikut :
BAB
I PENGEMBANGAN NALAR
A. Pengembangan
Potensi Akal
Akal
merupakan media penyimpanan informasi, sedangkan pendidikan berperan member
transformasi ilmu ke otak para pelajar, dalam rangka membentuk dan
mengembangkan potensi berfikir kreatif pada diri mereka serta membekali mereka
dengan semangat kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berfikir, juga
merupakan tugas pendidikan.
Pendidikan
yang tertumpu dengan menjejali otak pelajar dengan informasi, tanpa dibarengi
dengan melatih pengembangan potensi berfikir kreatif. Hasilnya akan sangat
berbeda dengan proses pendidikan yang menyeimbangkan antara pemasukan
(instilling) informasi dan pengembangan potensi berfikir kreatif
Hal
ini menjadi acuan proses pembelajaran yang menitikberatkan pada pengembangan
potensi berfikir dan semangat berkreasi. Sehingga diharapkan melahirkan
generasi yang berilmu dengan amal dan yang beramal dengan ilmunya.
B. Ragam
Ilmu Pengetahuan
Secara
teoritik, ilmu yang dipelajari secara formal merupakan buah dari ilmu potensi
yang merupakan bakat bawaan tanpa proses belajar dari seseorang, karena itu
ilmu yang dipelajari tidak akan bermanfaat jika tanpa melibatkan kemampuan
berfikir dan berkreasi yang merupakan ilmu potensial manusia.
Kebenaran
ini dapat dibuktikan melalui pengalaman hidup (life experiences) sebagaimana
yang dialami dan disadari. Namun, demikian masih banyak orang yang tidak
mengaktualkan potensi-potensi berfikir dan berkreasi yang ada pada diri mereka.
Barangkali factor penyebabnya adalah kondisi belum benarnya paradigm pendidikan
dan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Akibatnya yang terjadi adalah
ketidak mampuan menguak serta mengaktualkan potensi diri dan mengembangkan
nalar dan daya kreasi.
C. Paradigma
Pembelajaran Traditional dalam Pengembangan Potensi Daya Nalar dan Berkreasi
Paradigma
pembelajaran tradisional pada umumnya masih terkesan mengesampingkan peran
pengembangan potensi kemampuan nalar dan kreasi. Begitu banya orang yang
menimba ilmu pengetahuan, namun mereka ibarat alat perekam bagi ilmu-ilmuyang
mereka pelajari, tidak lebih kurang. Kadangkala mereka mempelajari sebuah kitab
dari guru mereka dengan tekkun dan konsentrasi penuh, mereka berusaha memahami
bacaan bahkan menghafalnya dan mencatatnya.
Pada masa yang akan datang merekapun menjadi
para guru. Lalu, mereka mengajarkan dengan menerapkan metode pengejaran persis
seperti dahulu. Ketika ditanya berkaitan dengan yang diajarkan, terkesan cukup
baik dan jelas.
D. Perbandingan
Cara Kerja Otak Dan Perut
Cara
kerja anatomi otak manusia persis sebagaimana cara kerja anatomis perut,
perut menampung makanan yang dikonsumsi.
Kemudian ia mencerna makanan tersebut, setelah itu ia menyerap zat-zat dan
vitamin-vitamin yang diperllukan oleh tubuh.
Demikian
juga halnya dengan cara kerja otak manusia, oleh sebab itu dalam proses
pendidikan dan pembelajaran, pelajar harus memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan potensi berfikir, serta harus mendapatkan motivasi dan dorongan terus
menerus untuk menggali potensi dan ilmu yang teah diraihnya.
E. Benyaknya
Berguru Bukan Menjadi Tolak Ukur Kemampuan Berkreasi
Pada
fenomena saat ini, kita dapati banyak guru yang menghasilkan karyaa-karya
sedangkan dia tidak menempuh jalur pendidikan formal yang terlalu lama.
Pendidikan
dan pembelajaran harus bertujuan untuk memaksimalkan potensi berfikir pelajar. Para
pendidik harus berusaha keras memupuk peserta didik agar memiliki kemahiran
meneliti dan menganalisis. Bukan sekedar mengarahkan mereka dengan instruksi
semata, misalnya dengan perintah, yang harus diperhatikan dan diarahkan adalah
potensi berfikir serta kemampuan menyimpulkan apa yang mereka pelajari atau
mereka teliti melalui kaidah-kaidah penyimpulan, selanjutnya mengajarinya
mengambil keputusan, dengan merujuk kepada sumber asalnya.
BAB
II MENDIDIK AKAL MANUSIA
A. Akal
Harus Berfungsi Sebagai Saringan
Kelebihan
utama akal manusia adalah memiliki kemampuan untuk membedakan (al-tamyiz) dan
memilah-milah (al-tafriq) antara perkataan yang benar dengan yang dusta, yang
lemah dengan yang kuat, dan yang logis dengan yang tidak. Artinya, akal manusia
berfungsi sebagai saringan bagi perkataan.
Akal
tidak menjadi akal manakala tidak berfungsi sebagai saringanyang menyeleksi
berbagai informasi yang diterima, membuang yang tidak bermanfaat dan menyimpan
yang baik dan bermanfaat.
B. Memikirkan
Akibat
Yang
harus dilakukan dalam pendidikan akal pada dasarnya adalah orientasi terhadap
masa depan. Karena penidikan Islam tidak hanya berorientasi pada masa sekarang
tetapi juga berorientasi pada masa depan, yang sekaligus merupakan cirri visi
dan misi pendidikan Islam. Islam mengajarkan agar kita tidak hanya
memperhatikan masa kini tetapi juga memperhatikan serta mempersiapkan diri
untuk masa depan, dengan mengantisipasi serta menetapkan sasaran atas apa yang
akan menjadi hasil atau akibat yang diharapkan dari tindakan-tindakan yang
dilakukan.
C. Akal
Dan Ilmu Merupakan Saudara Kembar
Orang
yang memiliki kemampuan berfikir tetapi informasi ilmu yang dimiliki sangat
sedikit dan lemah, ibarat sebuah pabrik yang tidak memiliki bahan baku yang
akan diolah atau bahan bakunya sangat sedikit pula. Karena banyaknya produksi
tergantung pada banyaknya bahan baku yang diolah, begitu juga sebaliknya.
Ungkapan
timbale balik antara akal dan ilmu. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ilmu
merupakan proses mengambil, sedangkan akal merupakan proses memproduksi
(berfikir).
D. Memerdekakan
Akal Dari Kungkungan Kebiasaan Kebiasaan Manusia
Persoalan
pembebasan akal atau kebebasan berfikir dari kungkungan kebiasaan-kebiasaan
serta adat istiadat masyarakat sekitar, tradisi masyarakat merupakan persoalan
yang penting dalam konteks berfikir kreatif.
Al-Qur’an
memngingatkan manusia bahwa akal pikiran merupakan parameter kehidupan
normative, dan manusia tidak boleh melakukan sesuatu hanya karena bersandar
kepada alasan mengikuti para pendahulu.
E. Guru
Dan Murid-Muridnya
Al
Matsnawi mengutip sebuah hikayat, “dahulu kala hidup seoarng guru yang mengajar
banyak murid-muridnya, guru tersebut gemar memukul murid sebagaimana kebiasaan
guru kala itu. sehingga seorang murid akan merasa terbebas dan gembira, jika
tidak bertemu dengan gurunya dalam proses pembelajaran, lalu ada seoarang murid
yang cerdas, berfikir agar mencari cara
agar terbebas dari gurunya yang “killer” atau guru yang senang memukul itu”
F. Ruh (Semangat) ‘Amaliyyah
Pada
dsarnya ilmu itu terpancar dari rasa ingin tahu (couriousity) atau Hubb
al-Istithla’. Semangat keilmuan sesunggahnya adalah semangat mencari
kebenaran yang jauh dari kejumudan dan tipu daya. Hadits Rasulullah SAW tentang
keutamaan ilmu menunjukkan dinamika semangat atau ruh keilmuwan yang harus
dihidupkan dan dibangkitkan dari segala bentuk kejumudan.
Seseorang
seyogianya tidak serta merta memutuskan bahwa pendapatnya benar, sedangkan
pedapat yang lain adalah salah. Seseorang yang arif tidak boleh tertipu dengan
menganggap bahwa dia tahu segala-galanya.
BAB
III PENGEMBANGAN POTENSI
Pendidikan (at tarbiyah) identik dengan proses
pengembangan yang bertujuan agar membangkitkan sekaligus mengaktifkan
potensi-potensi yang terkandung (al-malakat al-kaminah) dalam diri
manusia.
Pengembangan yang dimaksud adalah unyuk menguak
potensi-potensi yang tersembunyi dalam diri suatu makhluk, dan ini tentunya
hanya berlaku bagi makhluk hidup. Bahwa pendidikan harus sesuai dengan fitrah
dan rabi’at sesuatu yang hendak didik, dan harus diarahkan untuk membangkitkan
serta mengaktifkan potensi-potensi positif yang dimiliki oleh objek didik.
A. Memelihara
Kondisi Jiwa
Sesungguhnya
hati dapat menerima dan menolak, maka pada saat dia menerima manfaatkanlah agar
melakukan yang sunnah-sunnah dan saat dia menolak maka cukup melakukan yang
fardhu saja. Ungkapan ketiga ini menunjukkan bahwa hati atau jiwa tidak boleh
diperintah secara paksa tetapi harus dilatih dan dibina secara arif dan
bijaksana, sebagaimana ungkapan ini juga menunjukkan bahwa dalam proses
pendidikan dan pembelajaran persiapan mental ataupun kondisi spiritual harus
benar-benar diperhatikan karena sangat menentukan hasil yang akan dicapainya.
B. Metode
Menaku-Nakuti
Metode
ini dapat digunakan dalam mendidik anak atau masyarakat. Namun, ia digunakan
bukan untuk mengembangkan potensi, tetapi untuk mencegah jiwa dari berbagai
pelanggaran.
Penggunaan
metode menakut-nakuti dalam beberapa kondisi memang tetap diperlukan, meskipun
tidak tepat digunakan dalam rangka pengembangan potensi anak. Karena
sebagaimana banyak diketahui, banyak sekali pnyakit kejiwaan akibat ditakuti
atau disakiti tanpa sebab yang jelas.
C. Anak
Wajib Diberitahu Tujuan Pemberian Penghargaan (Reward) Dan Hukuman (Punishment)
Dalam
penggunaan metode ini adalah mensosialisasikan kepada anak didik tentang tujuan
dari pemberian penghargaan (al-Tsawab) dan hukuman (al-Taubikh).
Jika anak didik tidak memahami tentang tujuan dari penghargaan dan hukuman, hal
ini akan menjadikan mentalnya terganggu.
Jika
sudah diberikan pengertian berulang-ulang, namun si anak masih juga enggan
melakukan cara yang benar meskipun ia sudah mengerti, maka disaat seperti ini,
boleh diambil tindakan mendidik yang agak keras agar anak dapat mengubah
sikapnya. Namun perlu diingat bahwa tindakan kekerasan bukan merupakan factor
positif dalam rangka mendidik.
D. Pengaruh
Kecerdasan Emosional (Emotional Quotiont)
Salah
satu dasar pendidikan dan pembelajaran adalah berorientasi kepada perkembangan
atau kecerdasan emosi. Secara umum emosi
anak mulai stabil ketika berumur 17 tahun keatas. Karena itu Islam sangat
memperhatikan pendidikan seseorang mulai sejak usia 7 tahun hingga 30 tahun.
Periode ini dianggap sebagai periode yang cocok untuk mengembangkan berbagai potensi
diri, baik potensi keagamaan, potensi keilmuwa, potensi akhlak, dan sebagainya.
Aspek
yang sangat penting dalam konteks ini berkaitan dengan sejauh mana perspektif
Islam dalam mendidik manusia, karena manusia tediri dari fisik dan mental.
Menurut ilmu jiwa, jiwa manusia terdiri dari potensi-potensi fisik atau
jasmanidan potensi-potensi psikis atau rohani.
E. Pendidikan
Jasmani Dalam Perspektif Islam
Islam
sangat menganjurkan latihan fisik agar menjadi sehat dan kuat, karena pada
fisik yang sehat terdapat jiwa yang memiliki banyak potensi menjadi sehat pula.
Islam menyeru kepada pendidikan jasmani supaya sehat dan kuat.
Mendidik
atau melatih jasmani dalam Islam merupakan hal yang sangat terpuji bahkan
merupakan perintah Islam. Semua ajaran-ajaran Islam tentang kebersihan ditujukan
agar kesehatan jasmani manusia sekaligus merupakan pendidikan rohani.
Islam
mengjarkan pendidikan jasmani dan rohani secara seimbang. Kekuatan fisik atau
jasmani bukanlah merupakan sasaran pendidikan dan pembelajaran Islam, tetapi
kekuatan dan kesehatan fisik merupakan bagian yang tidak terlepas, karena ia
merupakan sarana terbentuknya jiwa yang sehat.
F. Potensi
Spiritual Manusia
Telah
dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses pengnmbangan potensi kemajuan
berfikir secara ilmiah. Merujuk kepada perkataan Junk dalam artikel tersebut
dijelaskan bahwa jiwa manusia terdiri dari lima dimensi atau lima potensi :
1.
Potensi berfikir ilmiah
dan mencari kebenaran.
2.
Potensi moralitas,
para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa moral merupakan fitrah manusia.
3.
Dimensi religious.
4.
Dimensi keindahan
atau seni
5.
Dimensi potensi
berkreasi atau menghasilkan karya-karya.
Bimbingan
dan arahan Islam dalam mendidik potensi berfikir dan berkreasi untuk mencari
kebenaran. Sebagaimana kita ketahui, Islam sangat memperhatikan pengembangan
ilmu dan potensi berfikir, demikian juga dalam pengembangan potensi religious
yang ada pada jiwa setiap orang melalui perintah-perintah, seperti ibadah,
dzikir, do’a, khalwat istighfar, taubat dan sebagainya.
BAB
IV PROBLEMATIKA MENGIKUTI TRADISI
pada pembahasan terdahulu telah kita kaji pendidikan
sebagai proses pengembangan potensi-potensi manusia termasuk juga pengembangan
jasmaninya. Pendidikan bukanlah ibarat sebuah kontruksi bangunan, seperti
sebuah rumah yang disusun dari kerangka dan bahan-bahan yang saling menopang
antara satu dengan yang lainnya.
Pendidikan adalah pembangunan sosok makhluk hidup yang
mewadahi serta memfasilitasi perkembangan potensi-potensi mereka. Pendidikan
manusia sangat diperlukan pengembangan seluruh potensi-potensinya secara
seimbang.
A.
Pendidikan dalam
Perspektif Cendekiawan Tradisioanal
Pendidikan dalam perspektif cendekiawan tradisional,
sesungguhnya tidak diragukan lagi bahwa manusia telah diberi potensi moralitas.
Para pendidik kini lebih memfokuskan kepada pendidikan
masa kanak-kanak (preschool education), karena kemampuan menerima pada
fase kanak-kanak jauh lebih besar ketimbang fase umur setelahnya. Pendidikan
berjenjang menurut tingkatan umur, pada fase anak-anak SD, pada fase remaja
SMP, sedang pada fase dewasa SMA dan Perguruan Tinggi. Apabila seseorang telah
mencapai umur 50 tahun maka kepribadiannya telah tetap dan sukar untuk
dibentuk.
B. Teori
Ilmuan Barat
Muncul
teori baru di kalangan ilmuwan barat di bidang pendidikan bahwa pendidikan pada
dasarnya adalah pengembangan. Mereka melihat pendidikan moralitas dipandang
dengan kacamata rasio bukan dari sisi agama atau keindahan.
Mereka
para ilmuwan barat secara eksplisit mengungkapkan tentang konsep pendidikan
bebas nilai, dengan asumsi bahwa kebebasan adalah tujuan manusia. Menurut
mereka tidak boleh dilakukan hal-hal yang dapat merusak kebebasan manusia
dengan cara apapun juga. Manusia harus merdeka agar melakukan apapun sesuai
dengan rasio dan dorongan moralitasnya, ia tidak dikontrol oleh kuasa apapun
termasuk oleh adat kebiasaan.
C. Kritik
Terhadap Teori Ahli Pendidikan Barat
Menurut
mereka pembiasaan hanya akan melemahkan semangat seseorang, sehingga ia tidak
dapat memenuhi keinginan yang disukai oleh jiwa dan tubuhnya.
Menurut
pendapat para ahli di bidang akhlak, yang menekankan pembiasaan, suatu
kebiasaan dapat memudahkan pekerjaan yang sukar, menurut ukuran manusia,
sedangkan moralitas seseorang harus berlandaskan rasio dan keimanan. Menurut
ulama’ akhlak, manusia sebenarnya dipengaruhi oleh dorongan moralitasnya
sendiri.
Hal
ini menunjukkan bahwa pembiasaan hanyalah bagian dari usaha untuk memudahkan
sesuatu pekerjaan. Justru yang paling penting adalah potensi atau kemampuan
berfikir dan motivasi.
D. Pengaruh
Kebiasaan-Kebiasaan Emosional
Sebagaimana
telah kita jelaskan bahwa melalui kebiasaan-kebiasaan emosional, seseorang
menjadi terbiasa dan terkungkung serta merasa nyaman dengan kebiasaannya itu.
ia menjadi terbiasa dan merasa nyaman untuk melakukan sesuatu karena pengaruh
factor eksternal yang mempengaruhi emosinya. Berbeda dengan kebiasaan aksi, ia
tidak melahirkan rasa nyaman jika dilakukan, seperti menulis dan berjalan
karena telah dipelajari semenjak kecil.
Bagi
mereka yang berprinsip bahwa setiap perbuatan harus berdasarkan rasio bukan
dengan kebiasaan,terpaksa juga harus mengatakan bahwa perbuatan moral berarti
perbuatan yang lahir karena rasio bukan perasaan, baik sebagai individu maupun
ketika terkait dengan orang lain.
BAB
V ETIKA
Akhlak, moral atau etika, khusus manusia. Akhlak
mengandung makna kesucian dan kemuliaan. Sedangkan ilmu akhlak atau etika
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang berdasarkan kepada etika atau moral,
yang standarnya adalah kesucian atau keutamaan.
Perbuatan yang dilakukan secara alami bukan perbuatan
yang berlandaskan etika, bukan perbuatan yang berlandaskan akhlak. Namun tidak
berarti antara yang alami dengan yang etis keduanya yang bertentangan,
melainkan saling berkaitan khususnya dalam kehidupan manusia.
A. Teori-Teori
Pengukuran Etika
a. Cnta
kepada sesama secara alamiah
Standar suatu perbuatan etika adalah
mengutamakan orang lain (al-Itsar) yang dilandasi motivasi mencintai
sesama bukan karena memenuhi hawa nafsu atau kebanggaan, fanatisme kekeluargaan
atau kesukuan. Sebab banyak manusia yang mencintai dan mengutamakan orang lain,
tetapi maksud dan yang memotivasinya lebih banyak bersifat egois atau mungkin
karena ia ingin mendapat penghargaan supaya namanya diabadikan dalam sejarah.
b. Berbuat
kebaikan
Akal manusia mampu menentukan mana yang
baik dan yang buruk. Mereka juga mengatakan bahwa akal manusia mampu mengetahui
bahwa secara esensi kebenaran itu baik, sedangkan kedstaan itu buruk.
c. Intuisi
Perbuatan dianggap muncul dari intuisi,
karena intuisi manusia berisi perintah-perintah, dimana setiap pekerjaan yang
dilakukan adalah tugas dari intuisi pelaksanaan, yang kemudian melahirkan
etika.
d. Ridha
Allah
Etika sebagai suatu perbuatan yang
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah, bukan semata-mata untuk
memberikan perhatian kepada orang lain, dan jauh sekali sifat keegoan.
B. Analisis Terhadap Teori “Kant”
Etika adalah perbuatan yang terlepas dari
segala kaitan, sarat atau tujuan tertentu. Etika merupakan perbuatan yang
dilakukan semata-mata sebagai bagian dari tugas yang harus dlakukan manusia.
Dari
penjelasan diatas kita dapat memahami makna intuisi etis manusia. Karena, ada
yang berpendapat bahwa manusia memiliki intuisi visi etis, sementara ada juga
yang berpendapat bahwa manusia diciptakan untuk mencari manfaat bagi dirinya.
BAB
VI PENDALAMAN KAJIAN TENTANG ETIKA
Etika merupakan perbuatan-perbuatan yang melampaui
batas-batas insting, yang berciri manusiawi, lebih tinggi dari taraf perbuatan
hewani, yang dilakukan binatang berdasarkan instingnya. Perbuatan-perbuatan ini
dinamakan perbuatan manusiawi.
A.
Cinta Sesama
Sebagian kalangan mendefinisikan perbuatan
etis sebagai mencintai orang lain dalam arti yang lebih luas. Mereka
mengatakan, bahwa perbuatan etis ialah perbuatan yang timbul dari rasa cinta
kepada sesama.
B.
Aliran Filsafat
Darwinisme
Menurut filsafat Darwinisme, insting
alamiyah itu sama sekali tidak ada perannya dalam diri manusia. Filsafat ini
ditentang oleh banyak ilmuwan dengan ungkapan bahwa beberapa kelemahannya
adalah karena ajarannya mengacaukan dasar-dasar etika dan rasa tolong menolong.
C.
Intuisi Etis (Al
Wijdan Al Khuluqi)
Perbuatan etis merupakan suatu perbuatan yang bebas
dari tujuan-tujuan dan muncul dari rasa tanggung jawab dan beban, tidak ada tujuan lain kecuali
melaksanakan beban tersebut. Sedangkan Intuisi adalah perasaan yang agung yang
membimbing manusia dari dalam. Karena itu, perbuatan etis merupakan perbuatan
yang muncul dari intuisi.
D.
Teori Keindahan
Rasio
Salah satu teori rasional selain teori
rasio pribadi adalah teori keindahan rasio yang berasumsi bahwa keindahan tidak
terbatas kepada rasa, tetapi juga kepada fakta yang menunjukan keindahan ruhani
(al-Jamal al-ma’nawi). Sebagaimana kendahan materi tumbuh dari factor
kesesuaian (al-tanasub) sebagai factor utamanya, demikian pula pada sisi
immaterial, keindahan rasiopun muncul dari factor kesesuaian.
E.
Agama Sebagai
Satu-Satunya Jaminan Penerapan Etika
Pengalaman telah membuktikan bahwa
nilai-nilai agama mendahului nilai-nilai etika, karena itu aliran-aliran etika
atheis tidak pernah berhasil dalam penerapan nilai-nilai etika, bagaimanapun
juga agama sangat penting sebagai fondasi etika, semakin lemah agama dan
keimanan seseorang semakin rendah pula nilai etikanya. Setidak-tidaknya dapat
kita simpulkan bahwa agama merupakan fondasi etika.
BAB
VII MORALITAS
Bagi manusia moralitas adalah aksi yang keindahannya
ditangkap oleh seseorang melalui perasaan dan pemahamannya akan keindahan
spiritual, yang standarnya terletak pada diri orang itu sendiri bukan pada diri
orang lain.
A. Jiwa
Yang Indah
Manusia
telah diberikan daya emosi yang memiliki batas atau ukuran norma tertentu. Jika
daya ini terlalu lemah, maka daya emosinya tidak telalu indah, karena tidak
seimbang, demikian pula jika daya emosinya terlalu besar. Artinya, keindahan
semacam ini hanya diketahui oleh manusia dengan perasaannya dan manusia telah
merasa tertarik dengan keindahan tersebut meski belum tahu persis batas atau
standar ukurannya.
B. Dominasi
Ruh Dan Akal
Manifestasi
dari kebebasan akal dan dominasinya atas jasad, ruh dan etika merupakan
manifestasi dari dominasi rasio dan kebebasannya terhadap jasad dengan seluruh
daya kekuatannya.
Teori
ini meyakini bahwa etika merupakan manifestasi kecerdasan individu untuk
memperoleh manfaat pribadinya. Kecerdasannya membuatnya dapat menyadari bahwa
untuk memperoleh manfaat pribadi harus dengan koridor manfaat sosial.
C. Metode-Metode
Pendidikan Dalam Berbagai Aliran
Di
antara metode-metode pendidikan etika dalam berbagai aliran dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1.
Aliran yang
berkeyakinan bahwa etika adalah manifestasi keindahan.
2.
Aliran yang
berkeyakinan bahwa etika merupakan semata-mata manifestasi ruhani.
3.
Aliran yang
berkeyakinan bahwa etika adalah manifestasi kecerdasan.
D. Agama
Sebagai Pondasi Etika
Sesungguhnya
perbuatan baik merupakan perbuatan yang mendapat sinaran cahaya Ilahi. Intuisi
menurut Kant sendiripun tidak dapat direalisasikan tanpa keimanan kepada Tuhan.
Teori
agama sebagai pondasi etika ini sekaligu berkesimpulan bahwa perwujudan etika
karena keyakinan kepada Tuhan dan keadilan Ilahi.
E. Definisi
Perbuatan Etis
Perbuatan
etis atau moralitas bukanlah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat-manfaat materialistic-individualistik, sekalipun dilakukan
karena rasa cinta kepada sesama atau karena keindahan suatu perbuatan ataupun
karena keindahan ruhnya, termasuk juga karena kemerdekaan ruh dan akal atau
karena kecerdasan.
BAB
VIII TEORI RELATIVITAS ETIKA (SUATU KAJIAN ANALISIS)
A. Factor
“Al-Ikhtiyar” (Pilihan)
Menurut
mereka etika yang baik adalah etika yang dipililh dan diterima dan tolak ukur
terpuji dan terpilihnya suatu etika adalah etka yang baik, namunpemilihan
tersebut dapat berbeda-beda menurut situasi dan kondisi, dan ketika pilihan
berubah maka ukuran etika yang baikpun berubah pula. Bagi mereka suatu etika
dikatakan terpuji menurut masa tertentu dan disetujui berdasarkan kepada
pilihan atau ikhitiar manusia.
B. Pengertian
Cinta Sesama
Dasar
etika adalah cinta, maka etika dalam arti sifat dan perilaku semacam ini
merupakan hal yang statis, begitu juga jika kita berpendapat bahwa etika atau
akhlak merupakan rangkaian intuisi hati, sebagaimana yang telah disebutkan oleh
Kant dalam filsafatnya, dimana is telah menetapkan sejumlah dasar yang dianggap
intuisi pada diri setiap manusia.
C. Perilaku
Bersifat Relative
Menurut
pendapat para ulama terdahulu bahwa sesungguhnya semua tindakan itu berbeda
dari berbagai segi dan pertimbangan tertentu dan dianggap bersifat etis dengan
pertimbangan tertentu dan dianggap tidak etis dengan pertimbangan lain.
Sesungguhnya bentuk perilaku yang bersifat mutlak atau relative berlainan
dengan bentuk etika yang mutlak atau relative.
D. Karakter-Karakter
Primer Dan Sekunder
Di
kalangan para ulama, mereka berkata bahwa ada beberapa karakter primer dan
sekunder, artinya bahwa segala sesuatu itu memiliki nama dan karakter sendiri
serta memiliki sifat yang khusus, tetapi kadang-kadang menunjukkan karaktter
yang lain. Maka etka dengan komponen beberapa karakter perilaku dan watak
tertentu mungkin dianggap sebagai sesuatu hal yang tetap, sedangkan tindakan
etis sendiri dianggap tidak sebagai sesuatu yang tidak tetap.
E. Menjaga
Kesucian Diri
Sikap
‘Iffah atau menjaga kesucian diri, adalah sebuah sikap terpuji yang
wajib diterapkan dalam semua keadaan. Memang benar tidak ada larangan agar
membedakan tindakan itu yang mana kita katakan sebagai etika, tetapi standarnya
sama sekali bukan seperti yang mereka katakana.
BAB
IX ATSAR IMAM ALI DAN TEORI RELATIFITAS ETIKA
A. Keberanian
Membela Kebenaran
Ada
dua corak pembelaan atau pertahanan dalam Isslam :
1.
Membela atau
mempertahankan kebenaran dalam artian hakekat.
2.
Membela atau
mempertahankan kebenaran dalam artian membela hak-hak masyarakat, karena itu
merupakan perkara amar ma’ruf nahi mungkar.
B. Keberanian
Membela Hak-Hak Sosial
Membela
kebenaran dalam konteks hak-hak sosial merupakan ajaran yang memiliki nilai orisinalitas
dalam agama Islam. Islam dalam hal ini tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan, seperti pada firman Allah SWT : “Allah tidak menyukai ucapan
buruk, (yang diucapkan dengan terang kecuali oleh oarng yang dianiaya. Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahu” (QS. An Nisa’ :148)
BAB
X HUBUNGAN ANTARA IBADAH DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN
Faktor-faktor pendidikan dan metode perolehan etika dan
akhlak yang benar menurut perspektif Islam:
1.
Faktor potensi
berfikir secara rasional dan kemampuan belajar.
2.
Faktor ketaqwaan
dan penyucian jiwa.
3.
Faktor yang dominan
dalam pendidikan etika yang mulia atau akhlakul karimah.
E. Pola
Ibadah Dan Unsure-Unsur Pendidikan
Kegiatan
ibadah itu sendiri dan kegiatan-kegiatan yang secara fiqh merupakan syarat
mengerjakan suatu ibadah, didalamnya syarat dengan kegiatan serta makna
pendidikan yang diberikan oleh Islam dan salah satu bentuk kegiatan pendidikan
Islam dalam Ibadah.
F. Latihan
Mengontrol Diri
Di
antara perkara yang sangat diperhatikan Islam dalam konteks pelaksanaan ibadah
adalah latihan mengontrol diri. Dalam hal ini shalat merupakan suatu bentuk
ibadah yang komprehensif dan menakjubkan. Hal tersebut merupakan hikmah ibadah
dari sisi pendidikan latihan mengontrol diri, baik dari sisi jasad maupun ruh.
G. Hidup
Dalam Damai
Islam mengajarkan
kita agar hidup dalam damai dan hidup dalam kebersamaan dan persaudaraan.
Ajaran hidup dalam kedamaian dan perdamaian diantara sesama, ditunjukkan dalam
ungkapan do’a yang sering kit abaca dalam shalat, semoga keselamatan
dilimpahkan Allah atas kita dan atas hamba-hambaNya yang shaleh, namun di
sisi lain kita juga diperintahkan bersikap tegas terhadap orang yang merusak
kemaslahatan kita.
H. Paradigma
Etika Dalam Masyarakat Islam
Ada
tiga bentuk paradigm dalam mesyarakat Islam :
1.
Etka falsafi
Sokrates, adalah etika yang telah menyebabkan terjadinya kesukaran dalam
filsafat yang hanya dipahami oleh para ulama dan filosof, tetapi paradigm etika
dari bentuk ini banyak berpengaruh pada manusia.
2.
Etika ‘irfani,
yaitu etika yang dikembangkan oleh para sufi dari akaran Al-Qur’an dan as
Sunnah.
3.
Etika menurut
hadits, yang dikembangkan oleh para Muhadditsun melalui hadits-hadits.
BAB
XI WAWASAN AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH TENTANG KEHORMATAN DIRI
A. Kemuliaan
Diri
Kita
wajib menjaga kehormatan dan kemuliaan diri dan tidak memohon kepada manusia,
jika hal itu dapat mencemarkan harga diri dan kemuliaan diri kita dalam
bergaul, manakala kita berlaku lemah lembut ternyata malah jadinya merendahkan
diri. Maka kita wajib untuk berlaku tegas, agar wibawa dan harga diri kita
tidak direndahkan orang.
Kekuatan
jiwa merupakn salah satu cara untuk kembali pada jati diri, yaitu dengan cara
meyakini kekuatan yang ada di dalam diri.
B. Keagungan
Jiwa (Uzhmah Al-Nafs)
Menjaga
keagungan jiwa ini merupakan suatu kewajiban, karena keagunngan atau kemuliaan
jiwa lebih berharga dari segala sesuatu, sebagaimana bagi sebuah Negara
kmerdekaan merupakan puncak kemuliaannya, yang tidak rela dijajah kendati dalam
kefakiran. Orang yang berjiwa mulia selalu mengutamakan tuhannya, baginya
selurug apa yang ada pada makhluk tiada berharga.
C. Apakah
Terdapat Kontradiksi Antara Kemuliaan Diri Dengan Tawadhu’
Menjaga
keagungan dan kemuliaan jiwa serta kehormatan diri sama sekali tidak peradoks
dengan perintah untuk bersikap tawadhu’ dan memerangi keinginan hawa nafsu
dalam arti mengontrolnya.
Perintah agar
menjaga kemuliaan dan kehormatan diri dengan perintah agar bersifat tawadhu’
dan waspada kepada sesuatu yang dapat membahayakan diri dan agar memeranginya,
sama sekali tidak bertentangan.
BAB
XII ASAS INTUISI ETIS
A.
Kenikmatan Material
Dan Spiritual
Pada dasarnya manusia akan senang apabila
dua macam kebutuhannya terpenuhi,ia menikmati terpenuhinya tujuan spiritualnya
sebagaimana ketika kebutuhan materinya terpenuhi.
Para
filosof mengklasifikasikan kenikmatan ke dalam tiga kategori :
1. Kenikmatan
jasmani
2. Kenikmatan
akal
3. Kenikmatan
berangan-angan.
Dalam hal ini manusia harus berusaha
memperoleh kenikmatan yang logis dan riil bukan yang bersifat angan-angan.
B.
“Mengenai Diri”
Sebagai Sumber Intuisi Etis
Ketika seseorang ingin mengajak orange lain
agar berakhlak dan beretika yang baik, atau dalam istilah kontemporer disebut dengan
nilai-nilai kemanusiaan, maka dia harus mengarahkan agar mengenal batin dari
eksistensinya atau jati dirinya, yaitu jiwanya yang berfikir, yang merupakan
hakikat eksistensinya.
Dengan mengenal diri menyadari akan
kemuliaan, maka seseorang akan memperoleh intuisis-intuisi etis.
BAB
XIII PENDIDIKAN JASMANI DAN PENGEMBANGAN POTENSI AKAL
A. Aliran
Pendidkan Manusiawi
Aliran
pendidikan manusiawi berdasarkan asas untuk memanusiakan manusia dan
potensi-potensi atau kesiapan-kesiapan yang ada pada diri manusia terbagi
kedalam dua kategori :
1.
Potensi-potensi
manusia terkait denagn jasmani
2.
Potensi-potensi
khusus manusia yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya.
B. Pendidikan
Jasmani Dalam Islam
Islam
menganjurkan pendidikan dan perhatian terhadap jasmani, ini berarti bahwa
pemicu ketentuan wajib, sunnah, mubah, haram, atau makruhnya sesuatu terganting
kepada bahaya atau faedah yang ditimbulkannya.
Pendidikan
jasmani dikattegorikan ke dalam pendidikan. Artinya, kesehatan dan kekuatan
tubuh merupakan sesuatu kesempurnaan seseorang.
C. Mendidik
Potensi Akal
Sikap
Islam dalam menempatkan potensi alamiah manusia yang satu ini berbeda dengan
agama-agama lain. Disinilah kita dapat melihat keparipurnaan Islam sebagai
agama Allah SWT, sekaligus menunjukkan
nilai hakikatnya. Islam adalah agama yang sangat mendukung, memperhatikan
bahkan selaras dengan akal dan selalu memberikan prioritas yang istimewa
tterhadap akal.
D. Akal
Dan Kebodohan Dalam Riwayat-Riwayat Islam
Kebodohan
adalah lawan dari akal, sedangkan akal dalam riwayat-riwayat Islam ditegaskan
sebagai kekuatan atau daya untuk mnganalisis. Islam senantiasa menyeru manusia
untuk memerangi kebodohan, yaitu kebodohan yang disebabkan karena tidak
menggunakan potensi akal. Sesungguhnya akal digunakan dalam mencari solusi atau
ataupun dalam menganalisis berbagai persoalan yang dihadapi.
E. Urgensi
Keserasian Antara Akal Dan Ilmu
Akal
merupakan kondisi intrinsic yang ada pada setiap manusia, ilmulah yang mendidik
akal, bahkan memang akal wajib dididik oleh ilmu. Ilmu disimbolkan sebagai akal
yang didengar, sedangkan akal disimbolkan sebagai ilmu yang terpatri. Artinya
akal merupakan ungkapan ilmu sedangkan ilmu merupakan ungkapan akal.
F. Problematika
Taqlid
Taqlid
yang dalam istilah kekinian sering disenut
dengan ungkapan ‘ittiba’ sunnah al awwalin (mengikuti tradisi para
pendahulu), yang berarti menerima dan mengikuti apa yang dahulu dilakukan oleh
para pendahulu dengan cara mengikuti secara membuta tanpa didasari dalil atau
ilmu. Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk memilih jalannya dengan mengikuti
hukum akal pikiran. Perang yang digencarkan ajaran al-Qur’an terhadap sikap taqlid
tidak lain adalah karena bertujuan untuk menjaga dan membela ekstensi akal
itu sendiri.
G. Kenyataan
Peremehan Terhadap Peran Akal Dalam Wacana Sosial
Terkadang
akal dan pemahaman dikritik sebagai musuh manusia dalam wacana-wacana sosial
dalam sebagian masyarakat. Akal dianggap hanya akan merampas ketenangan dan
kenyamanan manusia. Hal ini juga didukung dengan anggapan bahwa dengan tanpa
akal da pemahaman, seseorang akan terlepas dari belenggu yang memusingkan dironya,
dan iapun tidak akan merasakan kegelisahan dan kepedulian.
BAB
XIV FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
A.
Sosok Muslim Dan
Sosok Sosial
Seyogyanya
seorang muslim berinteraksi secara khusus, senantiasa memusatkan dan
menghadirkan jiwa raganya kehadirat Allah dan berkhalwat bersama-Nya, namun dia
tidak melupakan tanggung jawab sosialnya untuk hidup bersosial dan menjalankan
peran sosialnya di masyarakat,
Karena
itulah Islam adalah agama yang benar-benar memperhatikan ruh atau jiwa serta
semangat atau makna ibadah secara kontekstual.
B. Pengaruh
Ibadah Dalam Pendidikan
Ibadah
disamping berperan mendidik jiwa dan perasaan manusia, ia juga sanngat
berpengaruh dalam menentukan sikap dan arah manusia, karena itu para ulama’
senantiasa sangat menganjurkannya, kerja apapun yang anda lakukan maka jangan
lupa mengatur saat khusus pada malam dan siang hari untuk beribadah,
menghadirkan jiwa raga dengan penuh kekhusukan kepada Allah SWT.
C. Berlaku
Seimbang
Islam
dalah agama komprehensif dan universal, menginginkan keseimbangan dalam segala
aspek. Ibarat tubuh, ia memerlukan keberdayaan selluruh anggota tubuh secara
seimbang. Karena itu, kita perlu benar-benar memahami makna ibadah sebenarnya,
dan menumbuhkembangkan serta menancapkannya di sanubari kita dan keluarga kita.
BAB
XV MEMPERKUAT KEINGINAN MENCARI KEBENARAN
A. Mengutamakan
Kepentingan Umum Di Atas Kepentingan Pribadi
Kepentingan
umum mesti lebih diutamakan diatas kepentingan perorangan atau bahkan diatas
kepentingan pribadi karena jika setiap orang hanya mengutamakan kepentingan
pribadi atau perorangan saja, niscaya kepentingan umum, bahkan termasuk
kepentingan sendiri akan terabaikan, karena itu ada sebagian orang yang
berkorban demi membela kepentingan umum. Cinta yang seperti inilah yang kita
maksud dengan cinta yang didasari tujuan kebaikan.
B. Factor-Faktor
Internal Dalam Pendidikn Islam
Kita
telah menjelasakan bagaimana seharusnya seseorang bersikap menurut Islam dan
bagaimana sis rasional dan dimensi
ibadah serta pendidkan jasmani, bagaimana sikap seseorang dalam hal berbuat
baik dan sebagainya dan telah kita tegaskan pula bahwa peran ibadah sebagai
salah satu faktor sekaligus tujuan pendidikan Islam sekaligus sebagai wadah
atau intuisi pendidikan Islam.
BAB
XVI TAFAKKUR, MENCINTAI PARA KEKASIH ALLAH, PERNIKAHAN DAN JIHAD
A.
Bentuk-Bentuk
Berfikir
Ada
beberapa bentuk berfikir yang sangat dianjurkan oleh Islam :
1. Berfikir
tentang alam ciptaan Allah SWT. Karena alam merupakan sebuah objek berfikir
yang paling nyata, dengan bertafakkur dengan alam ciptaan ini kita dapat
mengenal Allah SWT.
2. Memikirkan
sejarah. Al-Qur’an sangat menekankan masalah-masalah pendidikan yang terkandung
dalam kisah-kisah. Allah berfirman “maka ceritakanlah kepada mereka
kisah-kisah itu agar mereka berfikir” (QS.al-A’raf :176)
B.
Membiasakan
Berfikir
Di antara faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi pendidikan diri seseorang adalah kebiasaan berfikir kreatif
sebelum memulai suatu aktifitas yang ingin ia lakukan. Terlepas dari persoalan
tersebut , seseorang dalam rangka melakukan muhasabah, mesti menyediakan waktu untuk
memikirkan diri dan apa-apa yang telah atau akan ia lakukan.
C.
Peranan Jihad Dalam
Pendidikan Jiwa
Jihad merupakan salah satu faktor yang
permanen yang wajib ada pada jiwa setiap muslim. Jihad memiliki daya dorong
luar biasa dan merupakan perisai untuk mempertahankan keimanan, sehingga
seorang muslim tidak pernah gentar meskipun untuk menghadapi ancaman maut demi
membalas agama dan imannya.
BAB
XVII BEKERJA
A.
Bekerja dalam
Perspektif Islam
Bekerja adalah wajib sekaligus perintah
dalam konteks agama, namun fokus kita disini adalah tentang bekerja ditinjau
dari sisi pendidikan.
Manusia adalah makhluk yang terdiri dari
berbagai dimensi : tubuh, daya imajinasi, akal pikiran, hati dan sebagainya,
dimana bekerja mutlak diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan semua dimensi
tersebut.
B.
Bekerja dan Pemberdayaan
Daya Imajinasi
Otak dan daya khayal manusia senantiasa bekerja, ketika
manusia berfikir lalu membuahkan hasil pemikiran yang berupa preliminary,
proses ini yang disebut dengan berfikir atau menggunakan akal pikiran, namun
ketika imajinasi atau khayal berjalan tanpa aturan dan tanpa target untuk
membuahkan hasil atau untuk mengetahui hubungan-hubungan logis antara
kasus-kasus, jika imajinasi ini tidak terkontrol maka dapat membahayakan dan merusak manusia.
C.
Bekerja Dan
Berfikir Logis
Berfikir logis berarti bahwa seseorang
mencari kesimpulan-kesimpulan melalui premis-premis objektif yang bersifat
indrawi dan alami. Berfikir dengan pola ini bersifat logis, sedangkan jika
seseorang ingin mencapai tujuan-tujuan ataupun angan-angannya dengan cara yang
tidak dapat menyampaikannya kepada tujuan-tujuannya secara nyata, maka berfikir
seperti ini tidak logis.
Pengaruh bekerja terhadap kemampuan
berfikir seseorang, disamping yang diperoleh seseorang dari pengalaman dan
belajar melalui bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar