Rabu, 13 April 2016

DASAR-DASAR EPISTIMOLOGI ISLAM



DASAR-DASAR EPISTIMOLOGI ISLAM

Resume Buku (Analisis Conten)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Tes Tengah Semester IV
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :Puspo Nugroho, M.Pd.I









Disusun Oleh:
Aida A
(1410110062)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2016
A. BUKU YANG DIANGKAT
Judul Buku           : Dasar-Dasar Epistimologi Islam
Tahun Terbit         : Oktober 2011
Penulis                : Murtadha Muthahhari
Editor                  : Muhammad Bahruddin
Desain Sampul      : Abdul Adnan
Penerbit              : Sadra Press
Alamat Penerbit    : Jakarta
Jumlah Halaman    : 303 halaman, 17 bab
Cetakan              : ke-1

B.   RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Buku ini terbit dengan tebal buku 303 halaman dan terdiri dari 17 bab yang masing-masing bab saling terkait sehingga menjadikan buku ini mudah dipelajari.
Bab-bab yang terdapat dalam buku “Dasar-Dasar Epistimologi Islam” ini yaitu:
BAB I PENGEMBANGAN NALAR
(hal 5-14)
A.    Pengembangan Potensi Akal
B.    Ragam Ilmu Pengetahuan
C.    Paradigma Pembelajaran Traditional dalam Pengembangan Potensi Daya Nalar dan Berkreasi
D.   Perbandingan Cara Kerja Otak Dan Perut
E.    Benyaknya Berguru Bukan Menjadi Tolak Ukur Kemampuan Berkreasi
BAB II MENDIDIK AKAL MANUSIA
(hal 19-34)
A.    Akal Harus Berfungsi Sebagai Saringan
B.    Memikirkan Akibat
C.    Akal Dan Ilmu Merupakan Saudara Kembar
D.   Memerdekakan Akal Dari Kungkungan Kebiasaan Kebiasaan Manusia
E.    Guru Dan Murid-Muridnya
F.    Ruh (Semangat) ‘Amaliyyah
BAB III PENGEMBANGAN POTENSI
(hal 37-49)
A.    Memelihara Kondisi Jiwa
B.    Metode Menaku-Nakuti
C.    Anak Wajib Diberitahu Tujuan Pemberian Penghargaan (Reward) Dan Hukuman (Punishment)
D.   Pengaruh Kecerdasan Emosional (Emotional Quotiont)
E.    Pendidikan Jasmani Dalam Perspektif Islam
F.    Potensi Spiritual Manusia
BAB IV PROBLEMATIKA MENGIKUTI TRADISI
(hal 51-62)
A.    Pendidikan dalam Perspektif Cendekiawan Tradisioanal
B.    Teori Ilmuan Barat
C.    Kritik Terhadap Teori Ahli Pendidikan Barat
D.   Pengaruh Kebiasaan-Kebiasaan Emosional
BAB V ETIKA
(hal 67-72)
A.    Teori-Teori Pengukuran Etika
B.    Analisis Terhadap Teori “Kant”
BAB VI PENDALAMAN KAJIAN TENTANG ETIKA
(hal 75-86)
A.    Cinta Sesama
B.    Aliran Filsafat Darwinisme
C.    Intuisi Etis (Al Wijdan Al Khuluqi)
D.   Teori Keindahan Rasio
E.    Agama Sebagai Satu-Satunya Jaminan Penerapan Etika
BAB VII MORALITAS
(hal 89-101)
A.    Jiwa Yang Indah
B.    Dominasi Ruh Dan Akal
C.    Metode-Metode Pendidikan Dalam Berbagai Aliran
D.   Agama Sebaagai Pondasi Etika
E.    Definisi Perbuatan Etis


BAB VIII TEORI RELATIVITAS ETIKA (SUATU KAJIAN ANALISIS)
(hal 103-121)
A.    Factor “Al-Ikhtiyar” (Pilihan)
B.    Pengertian Cinta Sesama
C.    Perilaku Bersifat Relative
D.   Karakter-Karakter Primer Dan Sekunder
E.    Menjaga Kesucian Diri
BAB IX ATSAR IMAM ALI DAN TEORI RELATIFITAS ETIKA
(hal 125-143)
A.    Keberanian Membela Kebenaran
B.    Keberanian Membela Hak-Hak Sosial
BAB X HUBUNGAN ANTARA IBADAH DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN
(hal 147-164)
A.    Pola Ibadah Dan Unsure-Unsur Pendidikan
B.    Latihan Mengontrol Diri
C.    Hidup Dalam Damai
D.   Paradigma Etika Dalam Masyarakat Islam
BAB XI WAWASAN AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH TENTANG KEHORMATAN DIRI
(hal 167-174)
A.    Kemuliaan Diri
B.    Keagungan Jiwa (Uzhmah Al-Nafs)
C.    Kecemburuan (Ghirah)
D.   Apakah Terdapat Kontradiksi Antara Kemuliaan Diri Dengan Tawadhu’
BAB XII ASAS INTUISI ETIS
(hal 179-193)
A.    Kenikmatan Material Dan Spiritual
B.     “Mengenai Diri” Sebagai Sumber Intuisi Etis
BAB XIII PENDIDIKAN JASMANI DAN PENGEMBANGAN POTENSI AKAL
(hal 197-227)
A.    Aliran Pendidkan Manusiawi
B.    Pendidikan Jasmani Dalam Islam
C.    Mendidik Potensi Akal
D.   Akal Dan Kebodohan Dalam Riwayat-Riwayat Islam
E.    Urgensi Keserasian Antara Akal Dan Ilmu
F.    Problematika Taqlid
G.   Kenyataan Peremehan Terhadap Peran Akal Dalam Wacana Sosial
BAB XIV FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
(hal 229-246)
A.    Sosok Muslim Dan Sosok Sosial
B.    Pengaruh Ibadah Dalam Pendidikan
C.    Berlaku Seimbang
BAB XV MEMPERKUAT KEINGINAN MENCARI KEBENARAN
(hal 249-260)
A.    Mengutamakan Kepentingan Umum Di Atas Kepentingan Pribadi
B.    Factor-Faktor Internal Dalam Pendidikn Islam
BAB XVI TAFAKKUR, MENCINTAI PARA KEKASIH ALLAH, PERNIKAHAN DAN JIHAD
(hal 263-277)
A.    Bentuk-Bentuk Berfikir
B.    Membiasakan Berfikir
C.    Peranan Jihad Dalam Pendidikan Jiwa
BAB XVII BEKERJA
(hal 281-293)
A.    Bekerja dalam Perspektif Islam
B.    Bekerja dan Pemberdayaan Daya Imajinasi
C.    Bekerja Dan Berfikir Logis










C.    Resume Buku (Analisis Conten)
Buku ini menjelaskan tentang isi kajian sebagai berikut :
BAB I PENGEMBANGAN NALAR
A.    Pengembangan Potensi Akal
Akal merupakan media penyimpanan informasi, sedangkan pendidikan berperan member transformasi ilmu ke otak para pelajar, dalam rangka membentuk dan mengembangkan potensi berfikir kreatif pada diri mereka serta membekali mereka dengan semangat kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berfikir, juga merupakan tugas pendidikan.
Pendidikan yang tertumpu dengan menjejali otak pelajar dengan informasi, tanpa dibarengi dengan melatih pengembangan potensi berfikir kreatif. Hasilnya akan sangat berbeda dengan proses pendidikan yang menyeimbangkan antara pemasukan (instilling) informasi dan pengembangan potensi berfikir kreatif
Hal ini menjadi acuan proses pembelajaran yang menitikberatkan pada pengembangan potensi berfikir dan semangat berkreasi. Sehingga diharapkan melahirkan generasi yang berilmu dengan amal dan yang beramal dengan ilmunya.

B.    Ragam Ilmu Pengetahuan
Secara teoritik, ilmu yang dipelajari secara formal merupakan buah dari ilmu potensi yang merupakan bakat bawaan tanpa proses belajar dari seseorang, karena itu ilmu yang dipelajari tidak akan bermanfaat jika tanpa melibatkan kemampuan berfikir dan berkreasi yang merupakan ilmu potensial manusia.
Kebenaran ini dapat dibuktikan melalui pengalaman hidup (life experiences) sebagaimana yang dialami dan disadari. Namun, demikian masih banyak orang yang tidak mengaktualkan potensi-potensi berfikir dan berkreasi yang ada pada diri mereka. Barangkali factor penyebabnya adalah kondisi belum benarnya paradigm pendidikan dan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Akibatnya yang terjadi adalah ketidak mampuan menguak serta mengaktualkan potensi diri dan mengembangkan nalar dan daya kreasi.

C.    Paradigma Pembelajaran Traditional dalam Pengembangan Potensi Daya Nalar dan Berkreasi
Paradigma pembelajaran tradisional pada umumnya masih terkesan mengesampingkan peran pengembangan potensi kemampuan nalar dan kreasi. Begitu banya orang yang menimba ilmu pengetahuan, namun mereka ibarat alat perekam bagi ilmu-ilmuyang mereka pelajari, tidak lebih kurang. Kadangkala mereka mempelajari sebuah kitab dari guru mereka dengan tekkun dan konsentrasi penuh, mereka berusaha memahami bacaan bahkan menghafalnya dan mencatatnya.
 Pada masa yang akan datang merekapun menjadi para guru. Lalu, mereka mengajarkan dengan menerapkan metode pengejaran persis seperti dahulu. Ketika ditanya berkaitan dengan yang diajarkan, terkesan cukup baik dan jelas.

D.   Perbandingan Cara Kerja Otak Dan Perut
Cara kerja anatomi otak manusia persis sebagaimana cara kerja anatomis perut, perut  menampung makanan yang dikonsumsi. Kemudian ia mencerna makanan tersebut, setelah itu ia menyerap zat-zat dan vitamin-vitamin yang diperllukan oleh tubuh.
Demikian juga halnya dengan cara kerja otak manusia, oleh sebab itu dalam proses pendidikan dan pembelajaran, pelajar harus memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi berfikir, serta harus mendapatkan motivasi dan dorongan terus menerus untuk menggali potensi dan ilmu yang teah diraihnya.

E.    Benyaknya Berguru Bukan Menjadi Tolak Ukur Kemampuan Berkreasi
Pada fenomena saat ini, kita dapati banyak guru yang menghasilkan karyaa-karya sedangkan dia tidak menempuh jalur pendidikan formal yang terlalu lama.
Pendidikan dan pembelajaran harus bertujuan untuk memaksimalkan potensi berfikir pelajar. Para pendidik harus berusaha keras memupuk peserta didik agar memiliki kemahiran meneliti dan menganalisis. Bukan sekedar mengarahkan mereka dengan instruksi semata, misalnya dengan perintah, yang harus diperhatikan dan diarahkan adalah potensi berfikir serta kemampuan menyimpulkan apa yang mereka pelajari atau mereka teliti melalui kaidah-kaidah penyimpulan, selanjutnya mengajarinya mengambil keputusan, dengan merujuk kepada sumber asalnya.

BAB II MENDIDIK AKAL MANUSIA
A.    Akal Harus Berfungsi Sebagai Saringan
Kelebihan utama akal manusia adalah memiliki kemampuan untuk membedakan (al-tamyiz) dan memilah-milah (al-tafriq) antara perkataan yang benar dengan yang dusta, yang lemah dengan yang kuat, dan yang logis dengan yang tidak. Artinya, akal manusia berfungsi sebagai saringan bagi perkataan.
Akal tidak menjadi akal manakala tidak berfungsi sebagai saringanyang menyeleksi berbagai informasi yang diterima, membuang yang tidak bermanfaat dan menyimpan yang baik dan bermanfaat.

B.    Memikirkan Akibat
Yang harus dilakukan dalam pendidikan akal pada dasarnya adalah orientasi terhadap masa depan. Karena penidikan Islam tidak hanya berorientasi pada masa sekarang tetapi juga berorientasi pada masa depan, yang sekaligus merupakan cirri visi dan misi pendidikan Islam. Islam mengajarkan agar kita tidak hanya memperhatikan masa kini tetapi juga memperhatikan serta mempersiapkan diri untuk masa depan, dengan mengantisipasi serta menetapkan sasaran atas apa yang akan menjadi hasil atau akibat yang diharapkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan.

C.    Akal Dan Ilmu Merupakan Saudara Kembar
Orang yang memiliki kemampuan berfikir tetapi informasi ilmu yang dimiliki sangat sedikit dan lemah, ibarat sebuah pabrik yang tidak memiliki bahan baku yang akan diolah atau bahan bakunya sangat sedikit pula. Karena banyaknya produksi tergantung pada banyaknya bahan baku yang diolah, begitu juga sebaliknya.
Ungkapan timbale balik antara akal dan ilmu. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ilmu merupakan proses mengambil, sedangkan akal merupakan proses memproduksi (berfikir).

D.   Memerdekakan Akal Dari Kungkungan Kebiasaan Kebiasaan Manusia
Persoalan pembebasan akal atau kebebasan berfikir dari kungkungan kebiasaan-kebiasaan serta adat istiadat masyarakat sekitar, tradisi masyarakat merupakan persoalan yang penting dalam konteks berfikir kreatif.
Al-Qur’an memngingatkan manusia bahwa akal pikiran merupakan parameter kehidupan normative, dan manusia tidak boleh melakukan sesuatu hanya karena bersandar kepada alasan mengikuti para pendahulu.

E.    Guru Dan Murid-Muridnya
Al Matsnawi mengutip sebuah hikayat, “dahulu kala hidup seoarng guru yang mengajar banyak murid-muridnya, guru tersebut gemar memukul murid sebagaimana kebiasaan guru kala itu. sehingga seorang murid akan merasa terbebas dan gembira, jika tidak bertemu dengan gurunya dalam proses pembelajaran, lalu ada seoarang murid yang cerdas,  berfikir agar mencari cara agar terbebas dari gurunya yang “killer” atau guru yang senang memukul itu”

F.    Ruh (Semangat) ‘Amaliyyah
Pada dsarnya ilmu itu terpancar dari rasa ingin tahu (couriousity) atau Hubb al-Istithla’. Semangat keilmuan sesunggahnya adalah semangat mencari kebenaran yang jauh dari kejumudan dan tipu daya. Hadits Rasulullah SAW tentang keutamaan ilmu menunjukkan dinamika semangat atau ruh keilmuwan yang harus dihidupkan dan dibangkitkan dari segala bentuk kejumudan.
Seseorang seyogianya tidak serta merta memutuskan bahwa pendapatnya benar, sedangkan pedapat yang lain adalah salah. Seseorang yang arif tidak boleh tertipu dengan menganggap bahwa dia tahu segala-galanya.

BAB III PENGEMBANGAN POTENSI
Pendidikan (at tarbiyah) identik dengan proses pengembangan yang bertujuan agar membangkitkan sekaligus mengaktifkan potensi-potensi yang terkandung (al-malakat al-kaminah) dalam diri manusia.
Pengembangan yang dimaksud adalah unyuk menguak potensi-potensi yang tersembunyi dalam diri suatu makhluk, dan ini tentunya hanya berlaku bagi makhluk hidup. Bahwa pendidikan harus sesuai dengan fitrah dan rabi’at sesuatu yang hendak didik, dan harus diarahkan untuk membangkitkan serta mengaktifkan potensi-potensi positif yang dimiliki oleh objek didik.

A.    Memelihara Kondisi Jiwa
Sesungguhnya hati dapat menerima dan menolak, maka pada saat dia menerima manfaatkanlah agar melakukan yang sunnah-sunnah dan saat dia menolak maka cukup melakukan yang fardhu saja. Ungkapan ketiga ini menunjukkan bahwa hati atau jiwa tidak boleh diperintah secara paksa tetapi harus dilatih dan dibina secara arif dan bijaksana, sebagaimana ungkapan ini juga menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan dan pembelajaran persiapan mental ataupun kondisi spiritual harus benar-benar diperhatikan karena sangat menentukan hasil yang akan dicapainya.

B.    Metode Menaku-Nakuti
Metode ini dapat digunakan dalam mendidik anak atau masyarakat. Namun, ia digunakan bukan untuk mengembangkan potensi, tetapi untuk mencegah jiwa dari berbagai pelanggaran.
Penggunaan metode menakut-nakuti dalam beberapa kondisi memang tetap diperlukan, meskipun tidak tepat digunakan dalam rangka pengembangan potensi anak. Karena sebagaimana banyak diketahui, banyak sekali pnyakit kejiwaan akibat ditakuti atau disakiti  tanpa sebab yang jelas.



C.    Anak Wajib Diberitahu Tujuan Pemberian Penghargaan (Reward) Dan Hukuman (Punishment)
Dalam penggunaan metode ini adalah mensosialisasikan kepada anak didik tentang tujuan dari pemberian penghargaan (al-Tsawab) dan hukuman (al-Taubikh). Jika anak didik tidak memahami tentang tujuan dari penghargaan dan hukuman, hal ini akan menjadikan mentalnya terganggu.
Jika sudah diberikan pengertian berulang-ulang, namun si anak masih juga enggan melakukan cara yang benar meskipun ia sudah mengerti, maka disaat seperti ini, boleh diambil tindakan mendidik yang agak keras agar anak dapat mengubah sikapnya. Namun perlu diingat bahwa tindakan kekerasan bukan merupakan factor positif dalam rangka mendidik.

D.   Pengaruh Kecerdasan Emosional (Emotional Quotiont)
Salah satu dasar pendidikan dan pembelajaran adalah berorientasi kepada perkembangan atau kecerdasan emosi.  Secara umum emosi anak mulai stabil ketika berumur 17 tahun keatas. Karena itu Islam sangat memperhatikan pendidikan seseorang mulai sejak usia 7 tahun hingga 30 tahun. Periode ini dianggap sebagai periode yang cocok untuk mengembangkan berbagai potensi diri, baik potensi keagamaan, potensi keilmuwa, potensi akhlak, dan sebagainya.
Aspek yang sangat penting dalam konteks ini berkaitan dengan sejauh mana perspektif Islam dalam mendidik manusia, karena manusia tediri dari fisik dan mental. Menurut ilmu jiwa, jiwa manusia terdiri dari potensi-potensi fisik atau jasmanidan potensi-potensi psikis atau rohani.

E.    Pendidikan Jasmani Dalam Perspektif Islam
Islam sangat menganjurkan latihan fisik agar menjadi sehat dan kuat, karena pada fisik yang sehat terdapat jiwa yang memiliki banyak potensi menjadi sehat pula. Islam menyeru kepada pendidikan jasmani supaya sehat dan kuat.
Mendidik atau melatih jasmani dalam Islam merupakan hal yang sangat terpuji bahkan merupakan perintah Islam. Semua ajaran-ajaran Islam tentang kebersihan ditujukan agar kesehatan jasmani manusia sekaligus merupakan pendidikan rohani.
Islam mengjarkan pendidikan jasmani dan rohani secara seimbang. Kekuatan fisik atau jasmani bukanlah merupakan sasaran pendidikan dan pembelajaran Islam, tetapi kekuatan dan kesehatan fisik merupakan bagian yang tidak terlepas, karena ia merupakan sarana terbentuknya jiwa yang sehat.

F.    Potensi Spiritual Manusia
Telah dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses pengnmbangan potensi kemajuan berfikir secara ilmiah. Merujuk kepada perkataan Junk dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa jiwa manusia terdiri dari lima dimensi atau lima potensi :
1.    Potensi berfikir ilmiah dan mencari kebenaran.
2.    Potensi moralitas, para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa moral merupakan fitrah manusia.
3.    Dimensi religious.
4.    Dimensi keindahan atau seni
5.    Dimensi potensi berkreasi atau menghasilkan karya-karya.
Bimbingan dan arahan Islam dalam mendidik potensi berfikir dan berkreasi untuk mencari kebenaran. Sebagaimana kita ketahui, Islam sangat memperhatikan pengembangan ilmu dan potensi berfikir, demikian juga dalam pengembangan potensi religious yang ada pada jiwa setiap orang melalui perintah-perintah, seperti ibadah, dzikir, do’a, khalwat istighfar, taubat dan sebagainya.

BAB IV PROBLEMATIKA MENGIKUTI TRADISI
pada pembahasan terdahulu telah kita kaji pendidikan sebagai proses pengembangan potensi-potensi manusia termasuk juga pengembangan jasmaninya. Pendidikan bukanlah ibarat sebuah kontruksi bangunan, seperti sebuah rumah yang disusun dari kerangka dan bahan-bahan yang saling menopang antara satu dengan yang lainnya.
Pendidikan adalah pembangunan sosok makhluk hidup yang mewadahi serta memfasilitasi perkembangan potensi-potensi mereka. Pendidikan manusia sangat diperlukan pengembangan seluruh potensi-potensinya secara seimbang.
A.    Pendidikan dalam Perspektif Cendekiawan Tradisioanal
Pendidikan dalam perspektif cendekiawan tradisional, sesungguhnya tidak diragukan lagi bahwa manusia telah diberi potensi moralitas.
Para pendidik kini lebih memfokuskan kepada pendidikan masa kanak-kanak (preschool education), karena kemampuan menerima pada fase kanak-kanak jauh lebih besar ketimbang fase umur setelahnya. Pendidikan berjenjang menurut tingkatan umur, pada fase anak-anak SD, pada fase remaja SMP, sedang pada fase dewasa SMA dan Perguruan Tinggi. Apabila seseorang telah mencapai umur 50 tahun maka kepribadiannya telah tetap dan sukar untuk dibentuk.

B.    Teori Ilmuan Barat
Muncul teori baru di kalangan ilmuwan barat di bidang pendidikan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah pengembangan. Mereka melihat pendidikan moralitas dipandang dengan kacamata rasio bukan dari sisi agama atau keindahan.
Mereka para ilmuwan barat secara eksplisit mengungkapkan tentang konsep pendidikan bebas nilai, dengan asumsi bahwa kebebasan adalah tujuan manusia. Menurut mereka tidak boleh dilakukan hal-hal yang dapat merusak kebebasan manusia dengan cara apapun juga. Manusia harus merdeka agar melakukan apapun sesuai dengan rasio dan dorongan moralitasnya, ia tidak dikontrol oleh kuasa apapun termasuk oleh adat kebiasaan.

C.    Kritik Terhadap Teori Ahli Pendidikan Barat
Menurut mereka pembiasaan hanya akan melemahkan semangat seseorang, sehingga ia tidak dapat memenuhi keinginan yang disukai oleh jiwa dan tubuhnya.
Menurut pendapat para ahli di bidang akhlak, yang menekankan pembiasaan, suatu kebiasaan dapat memudahkan pekerjaan yang sukar, menurut ukuran manusia, sedangkan moralitas seseorang harus berlandaskan rasio dan keimanan. Menurut ulama’ akhlak, manusia sebenarnya dipengaruhi oleh dorongan moralitasnya sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa pembiasaan hanyalah bagian dari usaha untuk memudahkan sesuatu pekerjaan. Justru yang paling penting adalah potensi atau kemampuan berfikir dan motivasi.

D.   Pengaruh Kebiasaan-Kebiasaan Emosional
Sebagaimana telah kita jelaskan bahwa melalui kebiasaan-kebiasaan emosional, seseorang menjadi terbiasa dan terkungkung serta merasa nyaman dengan kebiasaannya itu. ia menjadi terbiasa dan merasa nyaman untuk melakukan sesuatu karena pengaruh factor eksternal yang mempengaruhi emosinya. Berbeda dengan kebiasaan aksi, ia tidak melahirkan rasa nyaman jika dilakukan, seperti menulis dan berjalan karena telah dipelajari semenjak kecil.
Bagi mereka yang berprinsip bahwa setiap perbuatan harus berdasarkan rasio bukan dengan kebiasaan,terpaksa juga harus mengatakan bahwa perbuatan moral berarti perbuatan yang lahir karena rasio bukan perasaan, baik sebagai individu maupun ketika terkait dengan orang lain.

BAB V ETIKA
Akhlak, moral atau etika, khusus manusia. Akhlak mengandung makna kesucian dan kemuliaan. Sedangkan ilmu akhlak atau etika berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang berdasarkan kepada etika atau moral, yang standarnya adalah kesucian atau keutamaan.
Perbuatan yang dilakukan secara alami bukan perbuatan yang berlandaskan etika, bukan perbuatan yang berlandaskan akhlak. Namun tidak berarti antara yang alami dengan yang etis keduanya yang bertentangan, melainkan saling berkaitan khususnya dalam kehidupan manusia.

A.  Teori-Teori Pengukuran Etika
a.    Cnta kepada sesama secara alamiah
     Standar suatu perbuatan etika adalah mengutamakan orang lain (al-Itsar) yang dilandasi motivasi mencintai sesama bukan karena memenuhi hawa nafsu atau kebanggaan, fanatisme kekeluargaan atau kesukuan. Sebab banyak manusia yang mencintai dan mengutamakan orang lain, tetapi maksud dan yang memotivasinya lebih banyak bersifat egois atau mungkin karena ia ingin mendapat penghargaan supaya namanya diabadikan dalam sejarah.
b.    Berbuat kebaikan
     Akal manusia mampu menentukan mana yang baik dan yang buruk. Mereka juga mengatakan bahwa akal manusia mampu mengetahui bahwa secara esensi kebenaran itu baik, sedangkan kedstaan itu buruk.
c.    Intuisi
     Perbuatan dianggap muncul dari intuisi, karena intuisi manusia berisi perintah-perintah, dimana setiap pekerjaan yang dilakukan adalah tugas dari intuisi pelaksanaan, yang kemudian melahirkan etika.
d.    Ridha Allah
     Etika sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah, bukan semata-mata untuk memberikan perhatian kepada orang lain, dan jauh sekali sifat keegoan.

B.   Analisis Terhadap Teori “Kant”
Etika adalah perbuatan yang terlepas dari segala kaitan, sarat atau tujuan tertentu. Etika merupakan perbuatan yang dilakukan semata-mata sebagai bagian dari tugas yang harus dlakukan manusia.
Dari penjelasan diatas kita dapat memahami makna intuisi etis manusia. Karena, ada yang berpendapat bahwa manusia memiliki intuisi visi etis, sementara ada juga yang berpendapat bahwa manusia diciptakan untuk mencari manfaat bagi dirinya.

BAB VI PENDALAMAN KAJIAN TENTANG ETIKA
Etika merupakan perbuatan-perbuatan yang melampaui batas-batas insting, yang berciri manusiawi, lebih tinggi dari taraf perbuatan hewani, yang dilakukan binatang berdasarkan instingnya. Perbuatan-perbuatan ini dinamakan perbuatan manusiawi.

A.    Cinta Sesama
Sebagian kalangan mendefinisikan perbuatan etis sebagai mencintai orang lain dalam arti yang lebih luas. Mereka mengatakan, bahwa perbuatan etis ialah perbuatan yang timbul dari rasa cinta kepada sesama.

B.    Aliran Filsafat Darwinisme
Menurut filsafat Darwinisme, insting alamiyah itu sama sekali tidak ada perannya dalam diri manusia. Filsafat ini ditentang oleh banyak ilmuwan dengan ungkapan bahwa beberapa kelemahannya adalah karena ajarannya mengacaukan dasar-dasar etika dan rasa tolong menolong.

C.    Intuisi Etis (Al Wijdan Al Khuluqi)
Perbuatan etis merupakan suatu perbuatan yang bebas dari tujuan-tujuan dan muncul dari rasa tanggung jawab dan  beban, tidak ada tujuan lain kecuali melaksanakan beban tersebut. Sedangkan Intuisi adalah perasaan yang agung yang membimbing manusia dari dalam. Karena itu, perbuatan etis merupakan perbuatan yang muncul dari intuisi.

D.   Teori Keindahan Rasio
Salah satu teori rasional selain teori rasio pribadi adalah teori keindahan rasio yang berasumsi bahwa keindahan tidak terbatas kepada rasa, tetapi juga kepada fakta yang menunjukan keindahan ruhani (al-Jamal al-ma’nawi). Sebagaimana kendahan materi tumbuh dari factor kesesuaian (al-tanasub) sebagai factor utamanya, demikian pula pada sisi immaterial, keindahan rasiopun muncul dari factor kesesuaian.



E.    Agama Sebagai Satu-Satunya Jaminan Penerapan Etika
Pengalaman telah membuktikan bahwa nilai-nilai agama mendahului nilai-nilai etika, karena itu aliran-aliran etika atheis tidak pernah berhasil dalam penerapan nilai-nilai etika, bagaimanapun juga agama sangat penting sebagai fondasi etika, semakin lemah agama dan keimanan seseorang semakin rendah pula nilai etikanya. Setidak-tidaknya dapat kita simpulkan bahwa agama merupakan fondasi etika.

BAB VII MORALITAS
Bagi manusia moralitas adalah aksi yang keindahannya ditangkap oleh seseorang melalui perasaan dan pemahamannya akan keindahan spiritual, yang standarnya terletak pada diri orang itu sendiri bukan pada diri orang lain.

A.    Jiwa Yang Indah
Manusia telah diberikan daya emosi yang memiliki batas atau ukuran norma tertentu. Jika daya ini terlalu lemah, maka daya emosinya tidak telalu indah, karena tidak seimbang, demikian pula jika daya emosinya terlalu besar. Artinya, keindahan semacam ini hanya diketahui oleh manusia dengan perasaannya dan manusia telah merasa tertarik dengan keindahan tersebut meski belum tahu persis batas atau standar ukurannya.

B.    Dominasi Ruh Dan Akal
Manifestasi dari kebebasan akal dan dominasinya atas jasad, ruh dan etika merupakan manifestasi dari dominasi rasio dan kebebasannya terhadap jasad dengan seluruh daya kekuatannya.
Teori ini meyakini bahwa etika merupakan manifestasi kecerdasan individu untuk memperoleh manfaat pribadinya. Kecerdasannya membuatnya dapat menyadari bahwa untuk memperoleh manfaat pribadi harus dengan koridor manfaat sosial.

C.    Metode-Metode Pendidikan Dalam Berbagai Aliran
Di antara metode-metode pendidikan etika dalam berbagai aliran dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Aliran yang berkeyakinan bahwa etika adalah manifestasi keindahan.
2.    Aliran yang berkeyakinan bahwa etika merupakan semata-mata manifestasi ruhani.
3.    Aliran yang berkeyakinan bahwa etika adalah manifestasi kecerdasan.

D.   Agama Sebagai Pondasi Etika
Sesungguhnya perbuatan baik merupakan perbuatan yang mendapat sinaran cahaya Ilahi. Intuisi menurut Kant sendiripun tidak dapat direalisasikan tanpa keimanan kepada Tuhan.
Teori agama sebagai pondasi etika ini sekaligu berkesimpulan bahwa perwujudan etika karena keyakinan kepada Tuhan dan keadilan Ilahi.
E.    Definisi Perbuatan Etis
Perbuatan etis atau moralitas bukanlah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat-manfaat materialistic-individualistik, sekalipun dilakukan karena rasa cinta kepada sesama atau karena keindahan suatu perbuatan ataupun karena keindahan ruhnya, termasuk juga karena kemerdekaan ruh dan akal atau karena kecerdasan.

BAB VIII TEORI RELATIVITAS ETIKA (SUATU KAJIAN ANALISIS)
A.    Factor “Al-Ikhtiyar” (Pilihan)
Menurut mereka etika yang baik adalah etika yang dipililh dan diterima dan tolak ukur terpuji dan terpilihnya suatu etika adalah etka yang baik, namunpemilihan tersebut dapat berbeda-beda menurut situasi dan kondisi, dan ketika pilihan berubah maka ukuran etika yang baikpun berubah pula. Bagi mereka suatu etika dikatakan terpuji menurut masa tertentu dan disetujui berdasarkan kepada pilihan atau ikhitiar manusia.

B.    Pengertian Cinta Sesama
Dasar etika adalah cinta, maka etika dalam arti sifat dan perilaku semacam ini merupakan hal yang statis, begitu juga jika kita berpendapat bahwa etika atau akhlak merupakan rangkaian intuisi hati, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Kant dalam filsafatnya, dimana is telah menetapkan sejumlah dasar yang dianggap intuisi pada diri setiap manusia.
C.    Perilaku Bersifat Relative
Menurut pendapat para ulama terdahulu bahwa sesungguhnya semua tindakan itu berbeda dari berbagai segi dan pertimbangan tertentu dan dianggap bersifat etis dengan pertimbangan tertentu dan dianggap tidak etis dengan pertimbangan lain. Sesungguhnya bentuk perilaku yang bersifat mutlak atau relative berlainan dengan bentuk etika yang mutlak atau relative.

D.   Karakter-Karakter Primer Dan Sekunder
Di kalangan para ulama, mereka berkata bahwa ada beberapa karakter primer dan sekunder, artinya bahwa segala sesuatu itu memiliki nama dan karakter sendiri serta memiliki sifat yang khusus, tetapi kadang-kadang menunjukkan karaktter yang lain. Maka etka dengan komponen beberapa karakter perilaku dan watak tertentu mungkin dianggap sebagai sesuatu hal yang tetap, sedangkan tindakan etis sendiri dianggap tidak sebagai sesuatu yang tidak tetap.

E.    Menjaga Kesucian Diri
Sikap ‘Iffah atau menjaga kesucian diri, adalah sebuah sikap terpuji yang wajib diterapkan dalam semua keadaan. Memang benar tidak ada larangan agar membedakan tindakan itu yang mana kita katakan sebagai etika, tetapi standarnya sama sekali bukan seperti yang mereka katakana.

BAB IX ATSAR IMAM ALI DAN TEORI RELATIFITAS ETIKA
A.    Keberanian Membela Kebenaran
Ada dua corak pembelaan atau pertahanan dalam Isslam :
1.    Membela atau mempertahankan kebenaran dalam artian hakekat.
2.    Membela atau mempertahankan kebenaran dalam artian membela hak-hak masyarakat, karena itu merupakan perkara amar ma’ruf nahi mungkar.
B.    Keberanian Membela Hak-Hak Sosial
Membela kebenaran dalam konteks hak-hak sosial merupakan ajaran yang memiliki nilai orisinalitas dalam agama Islam. Islam dalam hal ini tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, seperti pada firman Allah SWT : “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan dengan terang kecuali oleh oarng yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahu” (QS. An Nisa’ :148)

BAB X HUBUNGAN ANTARA IBADAH DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN
Faktor-faktor pendidikan dan metode perolehan etika dan akhlak yang benar menurut perspektif Islam:
1.    Faktor potensi berfikir secara rasional dan kemampuan belajar.
2.    Faktor ketaqwaan dan penyucian jiwa.
3.    Faktor yang dominan dalam pendidikan etika yang mulia atau akhlakul karimah.

E.    Pola Ibadah Dan Unsure-Unsur Pendidikan
Kegiatan ibadah itu sendiri dan kegiatan-kegiatan yang secara fiqh merupakan syarat mengerjakan suatu ibadah, didalamnya syarat dengan kegiatan serta makna pendidikan yang diberikan oleh Islam dan salah satu bentuk kegiatan pendidikan Islam dalam Ibadah.
F.    Latihan Mengontrol Diri
Di antara perkara yang sangat diperhatikan Islam dalam konteks pelaksanaan ibadah adalah latihan mengontrol diri. Dalam hal ini shalat merupakan suatu bentuk ibadah yang komprehensif dan menakjubkan. Hal tersebut merupakan hikmah ibadah dari sisi pendidikan latihan mengontrol diri, baik dari sisi jasad maupun ruh.

G.   Hidup Dalam Damai
Islam mengajarkan kita agar hidup dalam damai dan hidup dalam kebersamaan dan persaudaraan. Ajaran hidup dalam kedamaian dan perdamaian diantara sesama, ditunjukkan dalam ungkapan do’a yang sering kit abaca dalam shalat, semoga keselamatan dilimpahkan Allah atas kita dan atas hamba-hambaNya yang shaleh, namun di sisi lain kita juga diperintahkan bersikap tegas terhadap orang yang merusak kemaslahatan kita.

H.    Paradigma Etika Dalam Masyarakat Islam
Ada tiga bentuk paradigm dalam mesyarakat Islam :
1.    Etka falsafi Sokrates, adalah etika yang telah menyebabkan terjadinya kesukaran dalam filsafat yang hanya dipahami oleh para ulama dan filosof, tetapi paradigm etika dari bentuk ini banyak berpengaruh pada manusia.
2.    Etika ‘irfani, yaitu etika yang dikembangkan oleh para sufi dari akaran Al-Qur’an dan as Sunnah.
3.    Etika menurut hadits, yang dikembangkan oleh para Muhadditsun melalui hadits-hadits.

BAB XI WAWASAN AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH TENTANG KEHORMATAN DIRI
A.    Kemuliaan Diri
Kita wajib menjaga kehormatan dan kemuliaan diri dan tidak memohon kepada manusia, jika hal itu dapat mencemarkan harga diri dan kemuliaan diri kita dalam bergaul, manakala kita berlaku lemah lembut ternyata malah jadinya merendahkan diri. Maka kita wajib untuk berlaku tegas, agar wibawa dan harga diri kita tidak direndahkan orang.
Kekuatan jiwa merupakn salah satu cara untuk kembali pada jati diri, yaitu dengan cara meyakini kekuatan yang ada di dalam diri.
B.    Keagungan Jiwa (Uzhmah Al-Nafs)
Menjaga keagungan jiwa ini merupakan suatu kewajiban, karena keagunngan atau kemuliaan jiwa lebih berharga dari segala sesuatu, sebagaimana bagi sebuah Negara kmerdekaan merupakan puncak kemuliaannya, yang tidak rela dijajah kendati dalam kefakiran. Orang yang berjiwa mulia selalu mengutamakan tuhannya, baginya selurug apa yang ada pada makhluk tiada berharga.

C.    Apakah Terdapat Kontradiksi Antara Kemuliaan Diri Dengan Tawadhu’
Menjaga keagungan dan kemuliaan jiwa serta kehormatan diri sama sekali tidak peradoks dengan perintah untuk bersikap tawadhu’ dan memerangi keinginan hawa nafsu dalam arti mengontrolnya.
Perintah agar menjaga kemuliaan dan kehormatan diri dengan perintah agar bersifat tawadhu’ dan waspada kepada sesuatu yang dapat membahayakan diri dan agar memeranginya, sama sekali tidak bertentangan.

BAB XII ASAS INTUISI ETIS
A.    Kenikmatan Material Dan Spiritual
Pada dasarnya manusia akan senang apabila dua macam kebutuhannya terpenuhi,ia menikmati terpenuhinya tujuan spiritualnya sebagaimana ketika kebutuhan materinya terpenuhi.
Para filosof mengklasifikasikan kenikmatan ke dalam tiga kategori :
1.    Kenikmatan jasmani
2.    Kenikmatan akal
3.    Kenikmatan berangan-angan.
Dalam hal ini manusia harus berusaha memperoleh kenikmatan yang logis dan riil bukan yang bersifat angan-angan.

B.    “Mengenai Diri” Sebagai Sumber Intuisi Etis
Ketika seseorang ingin mengajak orange lain agar berakhlak dan beretika yang baik, atau dalam istilah kontemporer disebut dengan nilai-nilai kemanusiaan, maka dia harus mengarahkan agar mengenal batin dari eksistensinya atau jati dirinya, yaitu jiwanya yang berfikir, yang merupakan hakikat eksistensinya.
Dengan mengenal diri menyadari akan kemuliaan, maka seseorang akan memperoleh intuisis-intuisi etis.

BAB XIII PENDIDIKAN JASMANI DAN PENGEMBANGAN POTENSI AKAL
A.    Aliran Pendidkan Manusiawi
Aliran pendidikan manusiawi berdasarkan asas untuk memanusiakan manusia dan potensi-potensi atau kesiapan-kesiapan yang ada pada diri manusia terbagi kedalam dua kategori :
1.    Potensi-potensi manusia terkait denagn jasmani
2.    Potensi-potensi khusus manusia yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya.
B.    Pendidikan Jasmani Dalam Islam
Islam menganjurkan pendidikan dan perhatian terhadap jasmani, ini berarti bahwa pemicu ketentuan wajib, sunnah, mubah, haram, atau makruhnya sesuatu terganting kepada bahaya atau faedah yang ditimbulkannya.
Pendidikan jasmani dikattegorikan ke dalam pendidikan. Artinya, kesehatan dan kekuatan tubuh merupakan sesuatu kesempurnaan seseorang.

C.    Mendidik Potensi Akal
Sikap Islam dalam menempatkan potensi alamiah manusia yang satu ini berbeda dengan agama-agama lain. Disinilah kita dapat melihat keparipurnaan Islam sebagai agama Allah  SWT, sekaligus menunjukkan nilai hakikatnya. Islam adalah agama yang sangat mendukung, memperhatikan bahkan selaras dengan akal dan selalu memberikan prioritas yang istimewa tterhadap akal.

D.   Akal Dan Kebodohan Dalam Riwayat-Riwayat Islam
Kebodohan adalah lawan dari akal, sedangkan akal dalam riwayat-riwayat Islam ditegaskan sebagai kekuatan atau daya untuk mnganalisis. Islam senantiasa menyeru manusia untuk memerangi kebodohan, yaitu kebodohan yang disebabkan karena tidak menggunakan potensi akal. Sesungguhnya akal digunakan dalam mencari solusi atau ataupun dalam menganalisis berbagai persoalan yang dihadapi.

E.    Urgensi Keserasian Antara Akal Dan Ilmu
Akal merupakan kondisi intrinsic yang ada pada setiap manusia, ilmulah yang mendidik akal, bahkan memang akal wajib dididik oleh ilmu. Ilmu disimbolkan sebagai akal yang didengar, sedangkan akal disimbolkan sebagai ilmu yang terpatri. Artinya akal merupakan ungkapan ilmu sedangkan ilmu merupakan ungkapan akal.
F.    Problematika Taqlid
Taqlid  yang dalam istilah kekinian sering disenut dengan ungkapan ‘ittiba’ sunnah al awwalin (mengikuti tradisi para pendahulu), yang berarti menerima dan mengikuti apa yang dahulu dilakukan oleh para pendahulu dengan cara mengikuti secara membuta tanpa didasari dalil atau ilmu. Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk memilih jalannya dengan mengikuti hukum akal pikiran. Perang yang digencarkan ajaran al-Qur’an terhadap sikap taqlid tidak lain adalah karena bertujuan untuk menjaga dan membela ekstensi akal itu sendiri.

G.   Kenyataan Peremehan Terhadap Peran Akal Dalam Wacana Sosial
Terkadang akal dan pemahaman dikritik sebagai musuh manusia dalam wacana-wacana sosial dalam sebagian masyarakat. Akal dianggap hanya akan merampas ketenangan dan kenyamanan manusia. Hal ini juga didukung dengan anggapan bahwa dengan tanpa akal da pemahaman, seseorang akan terlepas dari belenggu yang memusingkan dironya, dan iapun tidak akan merasakan kegelisahan dan kepedulian.

BAB XIV FAKTOR-FAKTOR PENDIDIKAN
A.    Sosok Muslim Dan Sosok Sosial
Seyogyanya seorang muslim berinteraksi secara khusus, senantiasa memusatkan dan menghadirkan jiwa raganya kehadirat Allah dan berkhalwat bersama-Nya, namun dia tidak melupakan tanggung jawab sosialnya untuk hidup bersosial dan menjalankan peran sosialnya di masyarakat,
Karena itulah Islam adalah agama yang benar-benar memperhatikan ruh atau jiwa serta semangat atau makna ibadah secara kontekstual.

B.    Pengaruh Ibadah Dalam Pendidikan
Ibadah disamping berperan mendidik jiwa dan perasaan manusia, ia juga sanngat berpengaruh dalam menentukan sikap dan arah manusia, karena itu para ulama’ senantiasa sangat menganjurkannya, kerja apapun yang anda lakukan maka jangan lupa mengatur saat khusus pada malam dan siang hari untuk beribadah, menghadirkan jiwa raga dengan penuh kekhusukan kepada Allah SWT.

C.    Berlaku Seimbang
Islam dalah agama komprehensif dan universal, menginginkan keseimbangan dalam segala aspek. Ibarat tubuh, ia memerlukan keberdayaan selluruh anggota tubuh secara seimbang. Karena itu, kita perlu benar-benar memahami makna ibadah sebenarnya, dan menumbuhkembangkan serta menancapkannya di sanubari kita dan keluarga kita.

BAB XV MEMPERKUAT KEINGINAN MENCARI KEBENARAN
A.    Mengutamakan Kepentingan Umum Di Atas Kepentingan Pribadi
Kepentingan umum mesti lebih diutamakan diatas kepentingan perorangan atau bahkan diatas kepentingan pribadi karena jika setiap orang hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau perorangan saja, niscaya kepentingan umum, bahkan termasuk kepentingan sendiri akan terabaikan, karena itu ada sebagian orang yang berkorban demi membela kepentingan umum. Cinta yang seperti inilah yang kita maksud dengan cinta yang didasari tujuan kebaikan.

B.    Factor-Faktor Internal Dalam Pendidikn Islam
Kita telah menjelasakan bagaimana seharusnya seseorang bersikap menurut Islam dan bagaimana sis rasional  dan dimensi ibadah serta pendidkan jasmani, bagaimana sikap seseorang dalam hal berbuat baik dan sebagainya dan telah kita tegaskan pula bahwa peran ibadah sebagai salah satu faktor sekaligus tujuan pendidikan Islam sekaligus sebagai wadah atau intuisi pendidikan Islam.

BAB XVI TAFAKKUR, MENCINTAI PARA KEKASIH ALLAH, PERNIKAHAN DAN JIHAD
A.    Bentuk-Bentuk Berfikir
Ada beberapa bentuk berfikir yang sangat dianjurkan oleh Islam :
1.    Berfikir tentang alam ciptaan Allah SWT. Karena alam merupakan sebuah objek berfikir yang paling nyata, dengan bertafakkur dengan alam ciptaan ini kita dapat mengenal Allah SWT.
2.    Memikirkan sejarah. Al-Qur’an sangat menekankan masalah-masalah pendidikan yang terkandung dalam kisah-kisah. Allah berfirman “maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berfikir” (QS.al-A’raf :176)

B.    Membiasakan Berfikir
Di antara faktor-faktor yang sangat mempengaruhi pendidikan diri seseorang adalah kebiasaan berfikir kreatif sebelum memulai suatu aktifitas yang ingin ia lakukan. Terlepas dari persoalan tersebut , seseorang dalam rangka melakukan muhasabah, mesti menyediakan waktu untuk memikirkan diri dan apa-apa yang telah atau akan ia lakukan.

C.    Peranan Jihad Dalam Pendidikan Jiwa
Jihad merupakan salah satu faktor yang permanen yang wajib ada pada jiwa setiap muslim. Jihad memiliki daya dorong luar biasa dan merupakan perisai untuk mempertahankan keimanan, sehingga seorang muslim tidak pernah gentar meskipun untuk menghadapi ancaman maut demi membalas agama dan imannya.

BAB XVII BEKERJA
A.    Bekerja dalam Perspektif Islam
Bekerja adalah wajib sekaligus perintah dalam konteks agama, namun fokus kita disini adalah tentang bekerja ditinjau dari sisi pendidikan.
Manusia adalah makhluk yang terdiri dari berbagai dimensi : tubuh, daya imajinasi, akal pikiran, hati dan sebagainya, dimana bekerja mutlak diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan semua dimensi tersebut.



B.    Bekerja dan Pemberdayaan Daya Imajinasi
Otak dan daya khayal manusia senantiasa bekerja, ketika manusia berfikir lalu membuahkan hasil pemikiran yang berupa preliminary, proses ini yang disebut dengan berfikir atau menggunakan akal pikiran, namun ketika imajinasi atau khayal berjalan tanpa aturan dan tanpa target untuk membuahkan hasil atau untuk mengetahui hubungan-hubungan logis antara kasus-kasus, jika imajinasi ini tidak terkontrol maka dapat membahayakan  dan merusak manusia.

C.    Bekerja Dan Berfikir Logis
Berfikir logis berarti bahwa seseorang mencari kesimpulan-kesimpulan melalui premis-premis objektif yang bersifat indrawi dan alami. Berfikir dengan pola ini bersifat logis, sedangkan jika seseorang ingin mencapai tujuan-tujuan ataupun angan-angannya dengan cara yang tidak dapat menyampaikannya kepada tujuan-tujuannya secara nyata, maka berfikir seperti ini tidak logis.
Pengaruh bekerja terhadap kemampuan berfikir seseorang, disamping yang diperoleh seseorang dari pengalaman dan belajar melalui bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar