semoga bermanfaat untuk akhi dan ukhti.........
Segala sesuatu berpeluang untuk ternoda dan tercampuri oleh
unsur lain. Bila ia bersih dari noda dan campuran, barulah disebut murni.
Karena itu, perbuatan yang telah bersih dari segala noda dan campuran disebut
ikhlas (murni).
Catatan : Ikhlas berarti murni, lillahi
Ta’ala; semata-mata hanya mengharapkan Wajah-Nya.
Siapa yang melakukan sebuah perbuatan biasanya mempunyai
tujuan tertentu. Kalau tujuannya hanya satu (mengharapkan Wajah-Nya), maka
perbuatan itu disebut ikhlas.
Hanya saja, seperti yang dikenal secara umum, istilah ikhlas
dimaksudkan sebagai aktivitas ibadah yang semata-mata ditujukan kepada Allah.
Motivasi sebuah perbuatan bisa bersifat ruhani semata, yaitu
ikhlas. Atau, bersifat setani semata, yaitu riya. Atau bisa pula campuran
antara keduanya, entah aspek ruhaninya yang lebih kuat atau aspek nafsu dan
setannya.
Motivasi yang bersifat ruhani cuma dimiliki oleh mereka yang
cinta kepada Allah dan cenderung kepada-Nya. Dalam kalbunya tak ada lagi tempat
untuk cinta dunia. Dengan demikian semua perbuatan dan gerakan amaliahnya
dilandasi oleh sifat ikhlas tersebut. Tidaklah ia memenuhi hajat keperluannya,
tidur, makan dan minum, kecuali sebatas karena kebutuhan yang mendesak atau
sebagai faktor pendukung untuk melaksanakan amal ketaatan. Dalam kondisi
demikian, maka semua gerak dan diamnya merupakan amal yang ikhlas.
Sedangkan motivasi yang dipenuhi hawa nafsu dimiliki oleh
mereka yang cinta pada hawa nafsu dan dunia. Dalam dirinya tak ada lagi tempat
bagi cinta kepada Allah. Maka, semua perbuatannya terwarnai oleh sifat tersebut
sehingga tak satu pun ibadahnya yang selamat dan bersih.
Ketika motivasi ruhani dan motivasi hawa nafsu berimbang,
pendapat terkuat menurut Imam Fakhr al-Din al-Razi, adalah keduanya saling
berbenturan dan berjatuhan. Sehingga, amal yang ada tidak memberikan nilai
positif atau negatif sama sekali.
Sementara jika salah satunya lebih berat, maka sisi yang
lebih berat itu dikurangi oleh beban sisi lainnya. Sehingga yang tersisa itulah
yang dihitung dan mendapat balasan. Inilah yang bisa dipahami dari firman
Allah,”Siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun seberat biji zarrah, niscaya
ia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan walaupun
seberat biji zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya.”(QS. Al-Zalzalah
[99]: 7-8).
Semua perbuatan memberikan pengaruh tertentu ke dalam kalbu.
Apabila amal tersebut penuh (bebas dari kontradiksi), maka pengaruhnya pun
penuh. Sementara, apabila ia bercampur dengan sesuatu yang bersifat
kebalikannya, jika bobotnya sama, keduanya akan berguguran. Sedangkan apabila
yang satunya lebih berat, ia dikurangi dengan beban sisi lainnya. Sehingga,
sisa yang ada menjadi murni dan itulah yang memberikan pengaruh.
Makanan, minuman, dan obat, meskipun hanya seberat biji
zarrah, tetap bisa memberikan pengaruh tertentu kepada tubuh. Demikian pula
dengan kebaikan dan kejahatan. Walaupun hanya seberat biji zarrah, ia akan
mempengaruhi dekat atau tidaknya seseorang dari Allah. Ketika seseorang
melakukan sebuah amal perbuatan yang membuatnya dekat kepada Allah sejarak satu
jengkal, namun ia juga melakukan perbuatan yang membuatnya jauh dari Allah
sejarak satu jengkal pula, maka nilainya kosong. Ia tak mendapat apa-apa.
Namun, apabila salah satu perbuatan tersebut membuatnya dekat kepada Allah
sejarak dua jengkal, dan perbuatan yang kedua membuatnya jauh dari Allah
sejarak satu jengkal, maka yang ia dapatkan cuma satu jengkal.
Mereka yang berpendapat bahwa amal perbuatan yang bercampur
dengan hal lain tidak mendapatkan pahala di antaranya beralasan dengan riwayat
Abu Hurayrah r.a di mana Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman,”Aku
(Allah) adalah Yang paling tidak butuh sekutu. Maka siapa yang beramal lalu
menyekutukan selain-Ku, Aku berlepas diri darinya.” Kata sekutu dalam hadis di
atas mengarah pada kesamaan bobot antara dua sisi. Sementara, dalam posisi yang
sama atau berimbang, masing-masing menjadi gugur.
Ketahuilah bahwa bisikan dan lintasan pikiran yang buruk
bisa masuk ke dalam berbagai bentuk ibadah, berbagai kebajikan, dan rasa cinta
pada kemuliaan. Hal itu terus ada bersama manusia sampai ia tulus dan ikhlas.
Ketika sudah ikhlas, ia akan berpisah dengannya dan akan benar-benar bersyukur
dan berbuat baik. Karena itu, ikhlaslah dalam beramal. Dan kalau engkau sudah
berada dalam wilayah ikhlas, engkau tidak akan menganggap dirimu sedang berada
dalam kedudukan ikhlas.[]
Sumber : Zikir Penenteram Hati (Fauzi Faishal Bahreisy;
diterjemahkan dari Miftah al-Falah wa Mishbah al-Arwah – Syeikh
Ibn Atha’illah al-Sakandari)
“Ikhlas adalah Rahasia-Ku dan wujud
ikhlas ini tidak akan diberikan kepada seorang manusia pun, kecuali
mereka-mereka yang Aku cintai.”(Hadits Qudsi; Ibnu Arabi)
“Keikhlasan adalah rahasia antara Allah
dan hamba-Nya. Malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk
dapat dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga tak dapat merusaknya,
hawa nafsu pun tidak menyadarinya sehingga ia tak mampu
mempengaruhinya.”(Junayd al-Baghdadi)
Dzun Nun Al-Mishri menjelaskan, “Ada
tiga tanda keikhlasan: Pertama, manakala seseorang telah memandang pujian dan
celaan manusia sebagai hal yang sama saja. Kedua, apabila seseorang yang sedang
mengerjakan amal kebaikan tidak menyadari bahwa dia sedang mengerjakan suatu
kebaikan. Dan ketiga, jika seseorang telah lupa akan haknya untuk memperoleh
pahala di akhirat karena amal baiknya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar