Sabtu, 24 Oktober 2015

HIKMAH UJIAN KEHIDUPAN





HIKMAH UJIAN KEHIDUPAN
Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus,

“Dia memberimu sehat, sakit, kaya, miskin, gembira, dan duka agar kau mengenal-Nya dengan seluruh sifat-Nya. Tidaklah Allah memperlihatkan ketaatan, sakit, atau rasa butuh pada dirimu kecuali untuk mengujimu. Jika kau ingin diberi berbagai karunia, luruskan rasa butuh dan papa pada dirimu.”
Allah menetapkan dunia bercampur dengan kekeruhan dan menghias kenikmatannya dengan kerisauan. Hikmahnya tampak pada dua kenyataan.
Pertama, Allah Swt menjadikan dunia sebagai tempat pemberian beban. Bahkan, bisa dikatakan dunia merupakan medan ujian.
Seandainya kehidupan yang Allah berikan kepada manusia hanya berupa kenikmatan tanpa kesulitan dan hanya berisi kesenangan, dari sikap seperti apa dan dari ketaatan yang mana penghambaan manusia kepada Allah terwujud lewat perbuatannya?
Penghambaan merupakan buah dari beban yang diberikan. Beban tidak disebut beban kecuali jika beban itu menyertai orang yang diberi beban bersama kesulitan yang ada di dalamnya.
Doa dalah ibadah. Doa merupakan buah dari rasa butuh, papa, dan takut terhadap derita dan musibah. Orang yang tidak takut, akan hidup dalam kenikmatan dan kegembiraan, ia tidak akan mengangkat tangan menunjukkan rasa butuhnya kepada Allah.
Inti taklif Ilahi adalah sabar dan syukur. Sabar terwujud ketika menghadapi kesulitan dan musibah, sementara syukur terwujud ketika mempergunakan nikmat yang diberikan. Jadi, taklif mengharuskan adanya ketercampuran antara kesulitan dan kelapangan atau kegembiraan. Firman Allah di bawah ini menegaskan hal itu sekaligus mengarahkan perhatian manusia kepada hikmah di balik semua itu agar mereka tidak kaget ketika dihadapkan pada sesuatu yang tidak disangka.
“Kamu akan diuji terkait dengan harta dan dirimu. (Juga) Kamu juga akan mendengar dari orang yang diberi kitab sebelummu dan dari orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa maka itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”(QS Ali Imran : 186)
Kedua, yang perlu diperhatikan adalah bahwa kehidupan dunia telah ditentukan batas waktunya. Kehidupan dunia merupakan periode ujian, yang akan menentukan apakah seseorang menuju tempat hukuman atau ganjaran. Pintu gerbang antara ujian dan balasan adalah kematian.
Dia Ta’ala menjadikan kenikmatan manusia di dunia sesuai dengan kadar kebutuhan mereka untuk menunaikan tugas yang dibebankan. Dia menjadikan kesehatan dan keselamatan mereka sebagai sarana.
Di antara rahmat Allah kepada hamba, Dia ringankan derita ujian dengan mengabarkan bahwa Dialah dzat yang memberikan ujian. Ibnu Athaillah berkata dalam salah satu hikmahnya,“Mestinya ujian terasa ringan ketika kau mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Dia yang menetapkan takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.”
Maka, jika kau diuji dengan kemiskinan, musibah, atau mendapatkan kesulitan berkaitan dengan tubuh, keluarga, dan hartamu, ingatlah siapa yang menurunkan musibah itu kepadamu. Ingat pula sifat rahmat, kasih sayang, dan cinta-Nya kepadamu. Semoga dengan begitu kau memahami nikmat yang ada di dalamnya serta limpahan kemurahan yang diberikan sesudahnya.
Musibah dan penderitaan itu merupakan sarana untuk membersihkanmu dari dosa dan aib sekaligus mendekatkanmu kepada-Nya. Ingatlah, bahwa melalui musibah, Dia selalu memberimu anugerah. Sesungguhnya kau sedang melihat puncak karunia. Sesungguhnya Dia yang menetapkan beragam takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.
“Orang yang sabar diberikan ganjaran tanpa hisab.”(QS. al-Zumar [39]:10)
“Berikan kabar gembira kepada orang sabar.”(QS. Al-Baqarah [2]:55)
“Tidaklah seorang muslim mendapat luka, penyakit, kerisauan, kesedihan, gangguan, serta kegelisahan, bahkan duri yang mengenainya, kecuali Allah hapus dengannya dosa-dosanya.”(HR. Bukhari)
Ibnu Athaillah berkata,”Jangan merasa aneh dengan banyaknya kekeruhan selama kau berada di dunia, karena yang ia tampakkan hanyalah yang memang layak dan mesti menjadi sifatnya.”
“Kekeruhan yang dimaksud adalah sehat, sakit, senang, sedih, mati, ujian, dan bencana. Seorang muslim tidak merasa aneh dengan berbagai manifestasi Tuhan yang merupakan wujud keagungan dan keindahan-Nya. Jika salah satu musibah atau kekeruhan turun ke dunia, ia tidak merasa heran karena semua yang terjadi di dunia ini merupakan wujud keagungan-Nya. Dunia merupakan negeri bencana, tempat perpisahan dan perpindahan. Karena itu, jangan bersedih! Seperti itulah sifat dunia. Bahkan, melalui itu pulalah kau mengenal Allah. Kau mengenal-Nya melalui berbagai perwujudan-Nya, yang agung, indah, manis, dan pahit.”- (Ibn Ajibah, Iqazh al-Himam, hlm. 57)
Ibnu Athaillah berkata,”Barangkali dalam kesulitan kau mendapatkan tambahan karunia yang tidak kau temukan dalam puasa dan shalat.”
Rasa butuh dalam diri kita akan membersihkan hati dan menyucikan jiwa karena rasa itu mendorong hamba kembali kepada Tuhan. Keadaan jiwa semacam itu mungkin tidak akan didapatkan melalui puasa dan shalat. Sebab, kadang-kadang puasa dan shalat dipenuhi syahwat dan nafsu sehingga tidak aman dari cacat.
Ibnu Athaillah berkata,”Ragam ujian merupakan hamparan anugerah.”
Ujian disebut anugerah karena rasa butuh menjadikan manusia hadir bersama Tuhan dan duduk di atas hamparan kejujuran. Bayangkanlah anugerah Ilahi yang didapat dari pertemuan tersebut. Anugerah tersebut adalah semua yang Allah berikan kepada hamba, entah nikmat materi atau pun nikmat maknawi, baik terkait dengan urusan dunia maupun akhirat. Dalam salah satu hikmahnya Ibnu athaillah berkata,”Siapa yang tidak mengenal nikmat ketika masih ada, ia akan mengenalnya di saat tiada.”
Ibnu Athaillah berkata,”Allah menjadikan dunia sebagai habitat makhluk dan sumber kekeruhan agar kau tidak terikat kepadanya.”
Derita dan kesulitan dunia merupakan nikmat atas hamba, karena hal itu membuat manusia tidak mencintai dunia sekaligus membuatnya dekat kepada Allah. Dari sana ia menghadap kepada Allah seraya mengharap ridha-Nya dan kebahagiaan di akhirat. Hanya saja, karena lemahnya iman, manusia kerap tak bersabar menahan ujian.
Hikmah Ujian (Syaikh Ibnu Athaillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar