Rabu, 28 Oktober 2015

ANNAL ISLAMU



Bismillahirrahmanirrahiim....... Semoga bermanfaat untuk Akhi dan Ukhti :)


Anal Islamu addabani
Wabil imanni karromani
Fa’isnul ‘umro hani atan
Ba’idan ‘anladhol fitani
Fayun sini hawaddunya
Walil jannati yahmiluni
Birobbi ‘ullaqit ‘aini
Fa’arqubuhu wayarqubuni
Anal Islamu addabani
Wabil imanni karromani
Fa’isnul ‘umro hani atan
Ba’idan ‘anladhol fitani
Lil islami samat ruhi
Washontu bisyar’ihi badani
Kitabullah linurun
Bifaidlin minhu yaghmuruni
Anal Islamu addabani
Wabil imanni karromani
Fa’isnul ‘umro hani atan
Ba’idan ‘anladhol fitani
Ujillun nafsa antashobu
Li amrillah yusyarrifuni
Alaisallahu aujadani
Li aqmiya qodetazzaman
Anal Islamu addabani
Wabil imanni karromani
Fa’isnul ‘umro hani atan
Ba’idan ‘anladhol fitani  :)

Senin, 26 Oktober 2015

Ikhlas (Syeikh Ibnu Atha’illah)


semoga bermanfaat untuk akhi dan ukhti.........


Segala sesuatu berpeluang untuk ternoda dan tercampuri oleh unsur lain. Bila ia bersih dari noda dan campuran, barulah disebut murni. Karena itu, perbuatan yang telah bersih dari segala noda dan campuran disebut ikhlas (murni).
Catatan : Ikhlas berarti murni, lillahi Ta’ala; semata-mata hanya mengharapkan Wajah-Nya.
Siapa yang melakukan sebuah perbuatan biasanya mempunyai tujuan tertentu. Kalau tujuannya hanya satu (mengharapkan Wajah-Nya), maka perbuatan itu disebut ikhlas.
Hanya saja, seperti yang dikenal secara umum, istilah ikhlas dimaksudkan sebagai aktivitas ibadah yang semata-mata ditujukan kepada Allah.
Motivasi sebuah perbuatan bisa bersifat ruhani semata, yaitu ikhlas. Atau, bersifat setani semata, yaitu riya. Atau bisa pula campuran antara keduanya, entah aspek ruhaninya yang lebih kuat atau aspek nafsu dan setannya.
Motivasi yang bersifat ruhani cuma dimiliki oleh mereka yang cinta kepada Allah dan cenderung kepada-Nya. Dalam kalbunya tak ada lagi tempat untuk cinta dunia. Dengan demikian semua perbuatan dan gerakan amaliahnya dilandasi oleh sifat ikhlas tersebut. Tidaklah ia memenuhi hajat keperluannya, tidur, makan dan minum, kecuali sebatas karena kebutuhan yang mendesak atau sebagai faktor pendukung untuk melaksanakan amal ketaatan. Dalam kondisi demikian, maka semua gerak dan diamnya merupakan amal yang ikhlas.
Sedangkan motivasi yang dipenuhi hawa nafsu dimiliki oleh mereka yang cinta pada hawa nafsu dan dunia. Dalam dirinya tak ada lagi tempat bagi cinta kepada Allah. Maka, semua perbuatannya terwarnai oleh sifat tersebut sehingga tak satu pun ibadahnya yang selamat dan bersih.
Ketika motivasi ruhani dan motivasi hawa nafsu berimbang, pendapat terkuat menurut Imam Fakhr al-Din al-Razi, adalah keduanya saling berbenturan dan berjatuhan. Sehingga, amal yang ada tidak memberikan nilai positif atau negatif sama sekali.
Sementara jika salah satunya lebih berat, maka sisi yang lebih berat itu dikurangi oleh beban sisi lainnya. Sehingga yang tersisa itulah yang dihitung dan mendapat balasan. Inilah yang bisa dipahami dari firman Allah,”Siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun seberat biji zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan walaupun seberat biji zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya.”(QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8).
Semua perbuatan memberikan pengaruh tertentu ke dalam kalbu. Apabila amal tersebut penuh (bebas dari kontradiksi), maka pengaruhnya pun penuh. Sementara, apabila ia bercampur dengan sesuatu yang bersifat kebalikannya, jika bobotnya sama, keduanya akan berguguran. Sedangkan apabila yang satunya lebih berat, ia dikurangi dengan beban sisi lainnya. Sehingga, sisa yang ada menjadi murni dan itulah yang memberikan pengaruh.
Makanan, minuman, dan obat, meskipun hanya seberat biji zarrah, tetap bisa memberikan pengaruh tertentu kepada tubuh. Demikian pula dengan kebaikan dan kejahatan. Walaupun hanya seberat biji zarrah, ia akan mempengaruhi dekat atau tidaknya seseorang dari Allah. Ketika seseorang melakukan sebuah amal perbuatan yang membuatnya dekat kepada Allah sejarak satu jengkal, namun ia juga melakukan perbuatan yang membuatnya jauh dari Allah sejarak satu jengkal pula, maka nilainya kosong. Ia tak mendapat apa-apa. Namun, apabila salah satu perbuatan tersebut membuatnya dekat kepada Allah sejarak dua jengkal, dan perbuatan yang kedua membuatnya jauh dari Allah sejarak satu jengkal, maka yang ia dapatkan cuma satu jengkal.
Mereka yang berpendapat bahwa amal perbuatan yang bercampur dengan hal lain tidak mendapatkan pahala di antaranya beralasan dengan riwayat Abu Hurayrah r.a di mana Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman,”Aku (Allah) adalah Yang paling tidak butuh sekutu. Maka siapa yang beramal lalu menyekutukan selain-Ku, Aku berlepas diri darinya.” Kata sekutu dalam hadis di atas mengarah pada kesamaan bobot antara dua sisi. Sementara, dalam posisi yang sama atau berimbang, masing-masing menjadi gugur.
Ketahuilah bahwa bisikan dan lintasan pikiran yang buruk bisa masuk ke dalam berbagai bentuk ibadah, berbagai kebajikan, dan rasa cinta pada kemuliaan. Hal itu terus ada bersama manusia sampai ia tulus dan ikhlas. Ketika sudah ikhlas, ia akan berpisah dengannya dan akan benar-benar bersyukur dan berbuat baik. Karena itu, ikhlaslah dalam beramal. Dan kalau engkau sudah berada dalam wilayah ikhlas, engkau tidak akan menganggap dirimu sedang berada dalam kedudukan ikhlas.[]
Sumber : Zikir Penenteram Hati (Fauzi Faishal Bahreisy; diterjemahkan dari Miftah al-Falah wa Mishbah al-Arwah – Syeikh Ibn Atha’illah al-Sakandari)
“Ikhlas adalah Rahasia-Ku dan wujud ikhlas ini tidak akan diberikan kepada seorang manusia pun, kecuali mereka-mereka yang Aku cintai.”(Hadits Qudsi; Ibnu Arabi)
“Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk dapat dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga tak dapat merusaknya, hawa nafsu pun tidak menyadarinya sehingga ia tak mampu mempengaruhinya.”(Junayd al-Baghdadi)
Dzun Nun Al-Mishri menjelaskan, “Ada tiga tanda keikhlasan: Pertama, manakala seseorang telah memandang pujian dan celaan manusia sebagai hal yang sama saja. Kedua, apabila seseorang yang sedang mengerjakan amal kebaikan tidak menyadari bahwa dia sedang mengerjakan suatu kebaikan. Dan ketiga, jika seseorang telah lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal baiknya”.

CINTA (DARI IBNU ATHA`ILLAH)


semoga bermanfaat............ 



CINTA (DARI IBNU ATHA`ILLAH)

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... telah lama ... cinta tersasar .. dari cinta yang suci ... telah lama ... cinta tersisih ... dari cinta hakiki .. karena sekian lamanya .. manusia, dibuai cinta nafsu ..
sering berubah ... tidak menentu ... seperti pantai dipukul ombak ..

Siapa sih yang tidak pernah jatuh cinta, sedangkan perasaan mencintai dan dicintai adalah fitrah manusia. Tetapi, pada kadar tertentu, ada rasa cinta yang bisa membuat seseorang mabuk kepayang. bisa membuat seseorang merana, tersiksa sampai setengah gila. cinta yang membuatnya menderita itu semakin membuat jiwanya rapuh, membobol benteng keimanan, menangis, sampai menghalalkan segala cara untuk bisa berdekatan terus dengan orang yang dicintainya.

Itu adalah sebagian kecil tanda-tanda dari penyakit cinta. ya, penyakit cinta, sebab cinta sejati itu menyembuhkan, bukan menyakitkan.

Inilah resep cinta dari Ibnu Athaillah: tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana.

Hampir semua orang yang pernah jatuh cinta merasakan apa yang dirasakannya. Dan perasaan itu tidak akan bisa kaukeluarkan, kauusir dari dalam hati, kecuali jika kamu memiliki 2 hal:

1. rasa cinta kepada Allah yang luar biasa, yang menggetarkan hatimu. sehingga ketika yang ada di hatimu adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir.

2. rasa rindu kepada Allah yang dahsyat sampai hatimu merasa merana. jika kau merasa merana karena rindu kepada Allah, kau tidak mungkin merana karena rindu kepada yang lain. jika kau sudah sibuk memikirkan Allah, kau tidak akan sibuk memikirkan yang lain.

Saat hati seseorang miskin oleh cinta dan rindu kepada Allah, maka hati itu akan dijajah oleh cinta dan rindu pada yang lain. Itulah yang membuatmu tersiksa.

Mencintai makhluk itu sangat berpeluang untuk menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk itu juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak.

Jika kau mencintai seseorang ada dua kemungkinan; diterima atau ditolak. Jika ditolak pasti sakit rasanya ..

Namun jika kau mencintai Allah pasti diterima. Jika kau mencintai Allah, engkau tidak akan pernah merasakan kehilangan ...

Tak akan ada yang merebut Allah yang kaucintai itu dari hatimu. Tak akan ada yang merampas Allah ...

Jika kau bermesraan dengan Allah, hidup bersama Allah, kau tidak akan pernah berpisah dengan-Nya. Allah akan setia menyertaimu. Allah tidak akan berpisah darimu, kecuali kamu sendiri yang berpisah dari-Nya ...

Cinta yang paling membahagiakan dan menyembuhkan adalah cinta kepada Allah 'Azzawajalla ...

Sabtu, 24 Oktober 2015

HIKMAH UJIAN KEHIDUPAN





HIKMAH UJIAN KEHIDUPAN
Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus,

“Dia memberimu sehat, sakit, kaya, miskin, gembira, dan duka agar kau mengenal-Nya dengan seluruh sifat-Nya. Tidaklah Allah memperlihatkan ketaatan, sakit, atau rasa butuh pada dirimu kecuali untuk mengujimu. Jika kau ingin diberi berbagai karunia, luruskan rasa butuh dan papa pada dirimu.”
Allah menetapkan dunia bercampur dengan kekeruhan dan menghias kenikmatannya dengan kerisauan. Hikmahnya tampak pada dua kenyataan.
Pertama, Allah Swt menjadikan dunia sebagai tempat pemberian beban. Bahkan, bisa dikatakan dunia merupakan medan ujian.
Seandainya kehidupan yang Allah berikan kepada manusia hanya berupa kenikmatan tanpa kesulitan dan hanya berisi kesenangan, dari sikap seperti apa dan dari ketaatan yang mana penghambaan manusia kepada Allah terwujud lewat perbuatannya?
Penghambaan merupakan buah dari beban yang diberikan. Beban tidak disebut beban kecuali jika beban itu menyertai orang yang diberi beban bersama kesulitan yang ada di dalamnya.
Doa dalah ibadah. Doa merupakan buah dari rasa butuh, papa, dan takut terhadap derita dan musibah. Orang yang tidak takut, akan hidup dalam kenikmatan dan kegembiraan, ia tidak akan mengangkat tangan menunjukkan rasa butuhnya kepada Allah.
Inti taklif Ilahi adalah sabar dan syukur. Sabar terwujud ketika menghadapi kesulitan dan musibah, sementara syukur terwujud ketika mempergunakan nikmat yang diberikan. Jadi, taklif mengharuskan adanya ketercampuran antara kesulitan dan kelapangan atau kegembiraan. Firman Allah di bawah ini menegaskan hal itu sekaligus mengarahkan perhatian manusia kepada hikmah di balik semua itu agar mereka tidak kaget ketika dihadapkan pada sesuatu yang tidak disangka.
“Kamu akan diuji terkait dengan harta dan dirimu. (Juga) Kamu juga akan mendengar dari orang yang diberi kitab sebelummu dan dari orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa maka itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”(QS Ali Imran : 186)
Kedua, yang perlu diperhatikan adalah bahwa kehidupan dunia telah ditentukan batas waktunya. Kehidupan dunia merupakan periode ujian, yang akan menentukan apakah seseorang menuju tempat hukuman atau ganjaran. Pintu gerbang antara ujian dan balasan adalah kematian.
Dia Ta’ala menjadikan kenikmatan manusia di dunia sesuai dengan kadar kebutuhan mereka untuk menunaikan tugas yang dibebankan. Dia menjadikan kesehatan dan keselamatan mereka sebagai sarana.
Di antara rahmat Allah kepada hamba, Dia ringankan derita ujian dengan mengabarkan bahwa Dialah dzat yang memberikan ujian. Ibnu Athaillah berkata dalam salah satu hikmahnya,“Mestinya ujian terasa ringan ketika kau mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Dia yang menetapkan takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.”
Maka, jika kau diuji dengan kemiskinan, musibah, atau mendapatkan kesulitan berkaitan dengan tubuh, keluarga, dan hartamu, ingatlah siapa yang menurunkan musibah itu kepadamu. Ingat pula sifat rahmat, kasih sayang, dan cinta-Nya kepadamu. Semoga dengan begitu kau memahami nikmat yang ada di dalamnya serta limpahan kemurahan yang diberikan sesudahnya.
Musibah dan penderitaan itu merupakan sarana untuk membersihkanmu dari dosa dan aib sekaligus mendekatkanmu kepada-Nya. Ingatlah, bahwa melalui musibah, Dia selalu memberimu anugerah. Sesungguhnya kau sedang melihat puncak karunia. Sesungguhnya Dia yang menetapkan beragam takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.
“Orang yang sabar diberikan ganjaran tanpa hisab.”(QS. al-Zumar [39]:10)
“Berikan kabar gembira kepada orang sabar.”(QS. Al-Baqarah [2]:55)
“Tidaklah seorang muslim mendapat luka, penyakit, kerisauan, kesedihan, gangguan, serta kegelisahan, bahkan duri yang mengenainya, kecuali Allah hapus dengannya dosa-dosanya.”(HR. Bukhari)
Ibnu Athaillah berkata,”Jangan merasa aneh dengan banyaknya kekeruhan selama kau berada di dunia, karena yang ia tampakkan hanyalah yang memang layak dan mesti menjadi sifatnya.”
“Kekeruhan yang dimaksud adalah sehat, sakit, senang, sedih, mati, ujian, dan bencana. Seorang muslim tidak merasa aneh dengan berbagai manifestasi Tuhan yang merupakan wujud keagungan dan keindahan-Nya. Jika salah satu musibah atau kekeruhan turun ke dunia, ia tidak merasa heran karena semua yang terjadi di dunia ini merupakan wujud keagungan-Nya. Dunia merupakan negeri bencana, tempat perpisahan dan perpindahan. Karena itu, jangan bersedih! Seperti itulah sifat dunia. Bahkan, melalui itu pulalah kau mengenal Allah. Kau mengenal-Nya melalui berbagai perwujudan-Nya, yang agung, indah, manis, dan pahit.”- (Ibn Ajibah, Iqazh al-Himam, hlm. 57)
Ibnu Athaillah berkata,”Barangkali dalam kesulitan kau mendapatkan tambahan karunia yang tidak kau temukan dalam puasa dan shalat.”
Rasa butuh dalam diri kita akan membersihkan hati dan menyucikan jiwa karena rasa itu mendorong hamba kembali kepada Tuhan. Keadaan jiwa semacam itu mungkin tidak akan didapatkan melalui puasa dan shalat. Sebab, kadang-kadang puasa dan shalat dipenuhi syahwat dan nafsu sehingga tidak aman dari cacat.
Ibnu Athaillah berkata,”Ragam ujian merupakan hamparan anugerah.”
Ujian disebut anugerah karena rasa butuh menjadikan manusia hadir bersama Tuhan dan duduk di atas hamparan kejujuran. Bayangkanlah anugerah Ilahi yang didapat dari pertemuan tersebut. Anugerah tersebut adalah semua yang Allah berikan kepada hamba, entah nikmat materi atau pun nikmat maknawi, baik terkait dengan urusan dunia maupun akhirat. Dalam salah satu hikmahnya Ibnu athaillah berkata,”Siapa yang tidak mengenal nikmat ketika masih ada, ia akan mengenalnya di saat tiada.”
Ibnu Athaillah berkata,”Allah menjadikan dunia sebagai habitat makhluk dan sumber kekeruhan agar kau tidak terikat kepadanya.”
Derita dan kesulitan dunia merupakan nikmat atas hamba, karena hal itu membuat manusia tidak mencintai dunia sekaligus membuatnya dekat kepada Allah. Dari sana ia menghadap kepada Allah seraya mengharap ridha-Nya dan kebahagiaan di akhirat. Hanya saja, karena lemahnya iman, manusia kerap tak bersabar menahan ujian.
Hikmah Ujian (Syaikh Ibnu Athaillah)