HIKMAH
UJIAN KEHIDUPAN
Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus,
“Dia memberimu sehat, sakit, kaya,
miskin, gembira, dan duka agar kau mengenal-Nya dengan seluruh sifat-Nya.
Tidaklah Allah memperlihatkan ketaatan, sakit, atau rasa butuh pada dirimu
kecuali untuk mengujimu. Jika kau ingin diberi berbagai karunia, luruskan rasa
butuh dan papa pada dirimu.”
Allah menetapkan dunia bercampur dengan kekeruhan dan
menghias kenikmatannya dengan kerisauan. Hikmahnya tampak pada dua kenyataan.
Pertama,
Allah Swt menjadikan dunia sebagai tempat pemberian beban. Bahkan, bisa
dikatakan dunia merupakan medan ujian.
Seandainya kehidupan yang Allah berikan kepada manusia hanya
berupa kenikmatan tanpa kesulitan dan hanya berisi kesenangan, dari sikap
seperti apa dan dari ketaatan yang mana penghambaan manusia kepada Allah
terwujud lewat perbuatannya?
Penghambaan merupakan buah dari beban
yang diberikan. Beban tidak disebut beban kecuali
jika beban itu menyertai orang yang diberi beban bersama kesulitan yang ada di
dalamnya.
Doa dalah ibadah. Doa merupakan buah dari rasa butuh, papa,
dan takut terhadap derita dan musibah. Orang yang tidak takut, akan hidup dalam
kenikmatan dan kegembiraan, ia tidak akan mengangkat tangan menunjukkan rasa
butuhnya kepada Allah.
Inti taklif Ilahi adalah sabar dan syukur. Sabar terwujud
ketika menghadapi kesulitan dan musibah, sementara syukur terwujud ketika
mempergunakan nikmat yang diberikan. Jadi, taklif mengharuskan adanya
ketercampuran antara kesulitan dan kelapangan atau kegembiraan. Firman Allah di
bawah ini menegaskan hal itu sekaligus mengarahkan perhatian manusia kepada
hikmah di balik semua itu agar mereka tidak kaget ketika dihadapkan pada
sesuatu yang tidak disangka.
“Kamu akan diuji terkait dengan harta
dan dirimu. (Juga) Kamu juga akan mendengar dari orang yang diberi kitab
sebelummu dan dari orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa maka itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.”(QS Ali Imran : 186)
Kedua, yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kehidupan dunia telah ditentukan batas waktunya. Kehidupan
dunia merupakan periode ujian, yang akan menentukan apakah seseorang
menuju tempat hukuman atau ganjaran. Pintu gerbang antara ujian dan balasan
adalah kematian.
Dia Ta’ala menjadikan kenikmatan manusia di dunia sesuai
dengan kadar kebutuhan mereka untuk menunaikan tugas yang dibebankan. Dia
menjadikan kesehatan dan keselamatan mereka sebagai sarana.
Di antara rahmat Allah kepada hamba, Dia ringankan derita
ujian dengan mengabarkan bahwa Dialah dzat yang memberikan ujian. Ibnu
Athaillah berkata dalam salah satu hikmahnya,“Mestinya ujian terasa
ringan ketika kau mengetahui bahwa Allah-lah yang memberimu ujian. Dia yang
menetapkan takdir atasmu adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.”
Maka, jika kau diuji dengan kemiskinan, musibah, atau
mendapatkan kesulitan berkaitan dengan tubuh, keluarga, dan hartamu, ingatlah
siapa yang menurunkan musibah itu kepadamu. Ingat pula sifat rahmat, kasih
sayang, dan cinta-Nya kepadamu. Semoga dengan begitu kau memahami nikmat yang
ada di dalamnya serta limpahan kemurahan yang diberikan sesudahnya.
Musibah dan penderitaan itu merupakan sarana untuk
membersihkanmu dari dosa dan aib sekaligus mendekatkanmu kepada-Nya. Ingatlah,
bahwa melalui musibah, Dia selalu memberimu anugerah. Sesungguhnya kau sedang
melihat puncak karunia. Sesungguhnya Dia yang menetapkan beragam takdir atasmu
adalah Dia yang selalu memberimu pilihan terbaik.
“Orang yang sabar diberikan ganjaran
tanpa hisab.”(QS. al-Zumar [39]:10)
“Berikan kabar gembira kepada orang
sabar.”(QS. Al-Baqarah [2]:55)
“Tidaklah seorang muslim mendapat luka, penyakit, kerisauan,
kesedihan, gangguan, serta kegelisahan, bahkan duri yang mengenainya, kecuali
Allah hapus dengannya dosa-dosanya.”(HR. Bukhari)
Ibnu Athaillah berkata,”Jangan merasa aneh dengan banyaknya
kekeruhan selama kau berada di dunia, karena yang ia tampakkan hanyalah yang
memang layak dan mesti menjadi sifatnya.”
“Kekeruhan yang dimaksud adalah sehat, sakit, senang, sedih,
mati, ujian, dan bencana. Seorang muslim tidak merasa aneh dengan berbagai
manifestasi Tuhan yang merupakan wujud keagungan dan keindahan-Nya. Jika salah
satu musibah atau kekeruhan turun ke dunia, ia tidak merasa heran karena semua
yang terjadi di dunia ini merupakan wujud keagungan-Nya. Dunia merupakan
negeri bencana, tempat perpisahan dan perpindahan. Karena itu, jangan bersedih!
Seperti itulah sifat dunia. Bahkan, melalui itu pulalah kau mengenal Allah. Kau
mengenal-Nya melalui berbagai perwujudan-Nya, yang agung, indah, manis, dan
pahit.”- (Ibn Ajibah, Iqazh al-Himam, hlm. 57)
Ibnu Athaillah berkata,”Barangkali dalam kesulitan kau
mendapatkan tambahan karunia yang tidak kau temukan dalam puasa dan shalat.”
Rasa butuh dalam diri kita akan membersihkan hati dan
menyucikan jiwa karena rasa itu mendorong hamba kembali kepada Tuhan. Keadaan
jiwa semacam itu mungkin tidak akan didapatkan melalui puasa dan shalat. Sebab,
kadang-kadang puasa dan shalat dipenuhi syahwat dan nafsu sehingga tidak aman
dari cacat.
Ibnu Athaillah berkata,”Ragam ujian merupakan hamparan
anugerah.”
Ujian disebut anugerah karena rasa butuh menjadikan manusia
hadir bersama Tuhan dan duduk di atas hamparan kejujuran. Bayangkanlah anugerah
Ilahi yang didapat dari pertemuan tersebut. Anugerah tersebut adalah semua yang
Allah berikan kepada hamba, entah nikmat materi atau pun nikmat maknawi,
baik terkait dengan urusan dunia maupun akhirat. Dalam salah satu hikmahnya
Ibnu athaillah berkata,”Siapa yang tidak mengenal nikmat ketika masih ada, ia akan
mengenalnya di saat tiada.”
Ibnu Athaillah berkata,”Allah menjadikan dunia sebagai
habitat makhluk dan sumber kekeruhan agar kau tidak terikat kepadanya.”
Derita dan kesulitan dunia merupakan nikmat atas hamba,
karena hal itu membuat manusia tidak mencintai dunia sekaligus membuatnya dekat
kepada Allah. Dari sana ia menghadap kepada Allah seraya mengharap ridha-Nya
dan kebahagiaan di akhirat. Hanya saja, karena lemahnya iman, manusia kerap
tak bersabar menahan ujian.
Hikmah Ujian (Syaikh Ibnu
Athaillah)